Saya kadang heran, Mbah.
Sekarang kok warung kopi dipenuhi anak muda yang kurang acara.
Mereka datang, pesan, duduk,
mengeluarkan udud dan hape miring.
Kalau diajak ngobrol cuma
manggut-manggut saja, Mbah.
Lebih-lebih berteriak nggak jelas.
Mereka itu kenapa ya, Mbah?
***
Simbah juga nggak tahu, Le.
Jarang ngopi ke warung sekarang.
Malas bertemu orang-orangan.
Dulu warung kopi isinya
harapan, asa, cita-cita
yang bercampur hangat dengan asap rokok.
***
Apa itu gara-gara hape miring, Mbah?
Hape miring nggak salah, Le. Dia hanya nurut keinginan majikannya.
Berarti majikannya yang salah?
Majikannya juga nggak salah, Le. Mereka hanya kekurangan pengendali nafsu.
Menurut Simbah, kopi sekarang enak atau tidak?
Rasanya cuma pahit. Kalau dulu rasanya pahit tapi bikin ketagihan.
Kata bapak, warung kopi dulu ada jimatnya, Mbah.
Jimat rindu untuk datang kembali, Le.
Saya mau pamit dulu, Mbah. Mau ke warung kopi yang ada jimatnya.
Jangan lupa bawa kenangannya, Le.
(2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempat Sampah (Kumpulan Puisi)
PoesíaAda satu keunikan, hal apapun bisa menjadi kebalikan. Hal serius bisa ditertawakan penduduknya, hal lucu bisa diseriusin penghuninya, laki-laki bisa menjadi wanita begitupun sebaliknya. Hanya di sini kamu bisa melihat taman bermain untuk orang dewas...