4. Laras - Pola Pikir

36 5 0
                                    

Aku mengabaikan pesan singkatnya. Tidak berniat membalas agar tidak terjadi obrolan terlalu panjang. Aku harus menghadapi masalah ini sendirian. Banyak kemungkinan yang terjadi jika Papa tahu. Mungkin dia akan mendepakku atau yang paling parah membenciku karena telah mencoreng nama baiknya dan mempermalukannya sebagai anak dari petinggi kepolisian. Aku tidak siap Papa menyalahkanku untuk kasus memalukan ini.

Aku mengidolakan Papa, dia adalah laki-laki berwajah manis dengan kulit kecokelatan. Bahkan, aku pernah berharap punya pasangan seperti Papa: tampan, tegas, berwibawa, dan tidak pernah merendahkan martabat perempuan. Tutur katanya sangat lembut untuk seukuran polisi yang sering mendapat stigma buruk dari masyarakat.

Sayangnya aku tidak cukup mendapat kasih sayang. Setelah bercerai, Mama dan Papa tidak pernah mengatur waktu untuk sekadar menikmati akhir pekan bersama putri semata wayangnya ini. Kesibukan Mama dengan seluruh cabang restorannya, dan kesibukan Papa sebagai aparat penegak hukum membuat mereka lupa kewajiban untuk hadir di tengah hidupku.

"Jangan lupa wakil sekretaris nyerahin berkas secepat mungkin, oke?" Pandu, ketua IMAKAHI berdiri di samping Honda Jazz-nya. Dia tergabung di beberapa organisasi yang sama denganku, internal dan eksternal kampus.

"Beres, Ndu. Malem ini aku kerjain sambil nongkrong." Pandu hanya tersenyum sambil melepas jaket hitamnya. Dia tahu berita tidak enak tentangku. Walaupun dia sendiri tidak percaya namun itu kenyatannya, namaku sudah lama jelek, dan sepertinya itu semua tidak terlalu berpengaruh di sini.

Pandu menyampirkan jaket hitamnya untuk menutupi kaus pendek yang kukenakan. "Pakai jaket ini, kayaknya malam ini dingin lagi." Dia berbalik, berniat membuka pintu mobil. Dia laki-laki lembut, ketegasannya hanya untuk organisasi tetapi tidak ketika dia bertemu pacarnya. Cowok itu begitu manja bila berhadapan dengan Anita, pacarnya yang kini berada di Bogor. Mereka juga kerap terlibat dalam pertemuan berskala internasional yang tergabung dalam IVSA. Pandu mewakili UGM, sedangkan Anita mewakili kampusnya, Intitut Pertanian Bogor.

Aku melempar jaket itu. "Gak usah sok perhatian, Ndu. Mau bikin baper?"

"Mana ada! Cuma khawatir kamu masuk angin. Pakai, gih!"

Aku mengangkat bahu acuh tak acuh dan melempar jaketnya. "Thanks, tapi aku enggak butuh," ucapku seraya masuk ke dalam mobil setelah mengedipkan mata. Pandu menggeleng. Maklum akan sifatku yang seperti barusan.

Hari ini cukup sibuk. Dari pagi sampai sore aku hanya duduk di ruang senat IMAKAHI, memantau jalannya sidang pleno. Malamnya masih ada agenda lain. Bertemu teman baru dari yayasan peduli kanker. YPK adalah komunitas yang bergerak dalam bidang kemanusiaan. Diketuai oleh Catur, mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta. Dia mengundangku untuk terlibat dalam tim. Aku mengiakannya untuk membantu komunitas itu mencari dana.

Kafenya tidak terlalu jauh, tetapi macet membuatku lama sampai. Aku keluar dari mobil. Menenteng tas berkas dan laptop untuk menggarap beberapa data yang diperintahkan sekretaris satu dan Pandu sore tadi.

"Catur!" Kebiasaan lama saat bertemu dengan Catur adalah berpelukan. Aku tidak sungkan memeluk laki-laki ini karena kami kenal dekat. Walaupun satu mahasiswa teknik beda universitas, Sigi dan Catur sangat berbeda. Catur lebih kalem, tidak seperti Sigi yang banyak bicara. Stigma anak teknik selalu urakan dipatahkan oleh karakteristik Catur. Bahkan, dia tampil fashionable dengan rambut yang selalu cepak.

Dan lihat, Damar duduk di seberang Catur. Dia menatapku dengan alis yang terangkat sempurna. Aku berjalan, memilih ruang kosong di sampingnya. "Kamu kenal dia?" tanyaku kepada Catur dengan jari yang menunjuk ke arah Damar. Sejurus kemudian aku mengibaskan rambut dan mengenai pipi kirinya. Reaksi cowok di dekatku ini hanya diam, tidak bergeming. Dia sibuk melumat sedotannya. Selagi ada Damar di sampingku, aku akan memberi sentuhan sedikit untuknya. Aku meringis. This is good idea!

PARADOKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang