CHAPTER VII

26 5 1
                                    

Aku menaruh kotak bekal berbentuk lingkaran di atas meja. Bel baru saja berbunyi dan ini adalah waktunya makan siang.

Aku membuka tutup kotak bekal perlahan-lahan, menebak-nebak apa yang mama masak tadi pagi. Mama jarang memasak karena ia sibuk dengan pekerjaannya. Biasanya, bila ia memasak, aku akan melihat brokoli rebus, telur mata sapi, dan satu jenis daging yang berbeda-beda di dalam kotak ini.

Namun, sepertinya mama sedang memiliki suasana hati yang sangat bagus hari ini. Aku hampir tidak pernah melihat nasi goreng omelet di dalam kotak bekalku. Mama juga menuliskan pesan menggunakan saus tomat di atasnya, sungguh. Semua ini membuatku bertanya-tanya. Sepertinya mama sedang tidak sehat.

Soobin dan Taehyun mendatangi kelasku setelah mereka kembali dari kantin untuk makan bersama. Mereka berdua mengambil kursi kosong terdekat kemudian menariknya ke tempat aku dan Yubi berada.

Aku sudah melahap makananku terlebih dahulu sebelum mereka datang sedangkan Yubi menunggu mereka datang dengan setia.

"Hei. Teriyaki itu terlihat enak."

"Tidak perlu memberi kode. Aku tidak akan memberikannya."

Yubi lagi-lagi gagal mencicipi makanan milik Taehyun. Ada saja taktik yang dibuat oleh Yubi hanya untuk mengambil makanan Taehyun. Di sisi lainnya, Soobin selalu menjadi penengah di antara mereka berdua. Malaikat untuk seorang Yubi. Ia menggeser sedikit piring miliknya, diisi dengan makanan yang sama persis seperti milik Taehyun, ke hadapan Yubi.

"Taehyun tidak seru."

...

Bulan terakhir di tahun ini sudah tiba. Cuaca yang sejuk lambat laun tergantikan oleh es putih yang jatuh. Orang-orang di sekitar kini sudah mengenakan jaket tebalnya masing-masing. Aku sedang berjalan ke halte terdekat yang tertulis angka 53 di atasnya.

Aku menduduki kursi kosong di bawah atap ini, menggosok kedua tanganku yang sedikit membeku. Kebodohan yang aku lakukan hari ini adalah lupa membawa hot pack, benda krusial pada cuaca seperti ini. Jaket berbahan wol tebal, syal, dan sarung tangan masih tidak cukup melindungiku dari kulkas alami.

Bus yang aku tunggu-tunggu telah berhenti di depanku. Beberapa orang sudah mulai mengantre untuk masuk ke dalam bus saat kendaraan umum itu berjarak sekitar lima meter dari halte ini. Hari ini bukan hari yang cukup mendesak bagiku. Tidak seperti orang lain, aku mengambil tasku dan berjalan santai menuju antrean.

Aku masuk ke dalam kendaraan umum itu dan menempelkan dompet berisi kartu. Tanpa berpikir panjang, aku langsung melangkahkan kakiku menuju tingkat dua dari bus ini. Mayoritas bus yang aku naiki sekarang memiliki dua tingkat karena bus ini berjalan menuju pusat kota. 

Jika bukan karena Yubi, aku tidak akan keluar dari rumah hari ini. Mungkin sekarang aku masih menggulung diriku dengan selimut dan berada di alam mimpi. Ia menarikku ke study cafe hari ini, di hari Sabtuku yang indah ini. Sebenarnya ia sering mengajakku untuk belajar bersama, dengan Soobin dan Taehyun juga. Namun aku selalu menolak karena ada Taehyun di sana.

Taehyun adalah salah satu teman yang sulit dianggap sebagai teman biasa. Terkadang pola pikirnya tidak sejalan dengan pola pikirku sama sekali dan itu lah yang membuatnya spesial. Menurutku kehadiranku di kelompok belajar ini tidak diperlukan bila Taehyun ada di sana, sungguh. Ia pintar dalam berbagai hal, contohnya adalah meniru cara kepala burung bergerak.

Perjalanan sekitar dua puluh menit di dalam bus hari ini terasa singkat. Membaca ulang percakapan aku dan dia di media sosial memang ampuh untuk membunuh rasa bosanku saat menunggu. Walaupun isinya masih cukup sedikit, senyum tidak pernah pudar ketika aku membacanya berkali-kali.

Aku turun dari bus, melihat ke kanan dan kiri. Kemarin Yubi berjanji akan bertemu denganku di halte ini. Penampakannya belum terlihat oleh mataku sehingga aku memutuskan untuk duduk manis menunggunya di sini. 

Aku melihat waktu pada jam di tangan kiriku. Aku sampai sepuluh menit lebih awal. Tidak heran mengapa Yubi belum datang. Namun, aku berharap ia segera datang karena aku mulai kedinginan di sini.

"Sooyeon-ah, kamu sudah menunggu lama?"

Suara itu terdengar lebih jelas di telinga kiriku. Aku menoleh dan melihat Yubi yang mengenakan jaket tebal berwarna hitam. Kemudian aku berdiri dan berjalan sedikit mendekati dirinya yang berjalan berlawanan arah denganku.

"Belum lama. Mengapa kau datang dari arah sana?"

"Oh. Tadi aku beli air mineral di tempat itu."

Ia menunjuk ke arah minimarket yang tidak jauh dari halte ini, masih terlihat oleh kasat mata. Satu tangan lainnya sedang mengangkat sebuah kantong plastik berisi empat botol air mineral.

Sekarang kami tinggal menunggu dua laki-laki itu datang ke sini. Mereka sudah mengabari Yubi bahwa mereka sudah dekat, mungkin sekitar tiga menit lagi.

"Yubi, kau membawa hot pack lebih?"

Ia melihatku sambil menggerakkan hot pack yang ada di tangannya. Diriku sudah tidak tahan dengan dingin ini. Aku mulai bergerak-gerak agar tubuhku mengeluarkan panas. Ia berhenti sejenak dan memberikan benda yang sedang ia gunakan ke tanganku.

"Tidak. Tapi pakai ini dulu. Kita akan segera masuk ke dalam."

"Terima kasih."

Aku dapat melihat kedua orang itu keluar dari bus yang baru saja berhenti di depan halte. Mereka melakukan hal yang sama sepertiku ketika aku baru saja turun dari bus, melihat ke kanan dan ke kiri. Sebelum Yubi berteriak memanggil nama mereka, aku menariknya ke tempat mereka berdiri.

"Ayo cepat. Kami sudah hampir membeku di sini."


My Brother's Friend, Choi YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang