CHAPTER VI

38 5 4
                                    

Ia kemudian mengajakku ke sebuah karaoke box. Aku belum pernah melihat ini sebelumnya. Tempat ini tidak terlihat baru. Mungkin mesin ini sebenarnya sudah ada sejak lama tetapi tempat arkade yang pernah aku datangi tidak memilikinya.

Aku masuk ke dalam kotak kecil. Cukup untuk dua orang dan sepertinya masih muat untuk tiga sampai empat orang. Hanya ada dua buah kursi sepanjang kedua sisi, layar, dan mesin karaoke di dalam ruangan ini. Aku dan orang itu tidak perlu duduk berdekatan di satu kursi. Kami dapat menduduki kursi masing-masing, saling berhadap-hadapan.

Yeonjun Oppa menggesek kartunya. Ia memberitahuku bahwa satu gesekan sama dengan tiga lagu. Awalnya ia memintaku untuk memilih lagu terlebih dahulu. Namun, aku memberikan kesempatan itu kepadanya dan ia tidak menolak.

Ia menekan layar touch screen yang berada di bawah layar televisi, mencari lagu yang tepat untuk lagu pertama.

Setelah beberapa saat, tertulis lagu berjudul Song Cry pada layarnya. Aku tidak pernah mendengar lagu yang barusan ia pilih. Padahal ia berharap aku mengetahuinya agar kami dapat bernyanyi bersama. Menyanyi bersama? Sepertinya hal itu hanya akan muncul di khayalanku.

Ia menyanyikan lagu itu sendirian. Aku duduk di ujung ruangan bersama boneka beruang putih ini, sambil mendengarkan suaranya. Ini adalah kali pertama ia bernyanyi di depanku. Sebuah pengalaman baru untukku.

Sekarang aku dan beruang itu sedang takjub mendengarkan suaranya. Mungkin dari luar, ia tidak bisa membaca ekspresi wajahku, namun aku sangat menikmatinya.

Suaranya sangat unik. Aku tidak bisa mendeskripsikannya. Suara miliknya bukan suara para penyanyi yang biasanya aku dengar menggunakan earphone. Mungkin teddy juga setuju dengan pendapatku.

Suara ini juga mengingatkanku bahwa dia adalah seorang trainee. Tentu saja ia memiliki kualitas suara maupun teknik bernyanyi di atas orang biasa. Ia akan debut dengan orang lain dan membentuk grup idol suatu hari nanti. Tidak seperti aku.

"Apakah harus?"

Ia baru saja selesai menyanyikan seluruh lagunya. Ia memberikan microphone yang baru saja ia gunakan kepadaku, menandakan ini adalah giliranku. Padahal terdapat dua microphone di dalam karaoke box ini. Aku tidak perlu menggunakan microphone miliknya. Tetapi, tetap saja aku menerimanya.

Menyanyi bukan sesuatu hal yang bisa dibanggakan olehku, apalagi di depan orang yang mahir seperti dirinya. Aku malu, mungkin itu lah perasaan yang dapat aku deskripsikan sekarang.

Sepertinya aku hanya pernah bernyanyi di depan orang lain dua kali dan itu karena aku harus mengambil nilai bernyanyi di sekolah. Sisanya, aku menyanyi di kamar mandi dan tentu saja sendirian. Aku belum menghitung orang yang mendengar suaraku dengan tidak sengaja dari luar kamar mandi.

Sepertinya aku sudah terlalu lama memilih. Dari tadi aku mengetik kemudian menghapusnya lagi. Aku tidak tahu lagu apa yang aman untuk dinyanyikan. Tanpa banyak berpikir lagi, aku memilih lagu yang terakhir muncul di kepalaku. Hug Me oleh Jung Jun-il. Aku tidak punya alasan khusus mengapa aku memilih lagu itu.

Aku mengganti nada dasarnya sesuai dengan suaraku. Aku melihat ke arahnya sekali lagi sebelum aku mulai bernyanyi. Ia meyakinkanku dengan mengepal tangan kanannya seperti mengatakan you can do it.

"Kau tidak mencoba untuk audisi?"

Aku tidak sadar bahwa aku sudah hampir selesai menyanyikan lagu itu. Emosiku sudah terbawa arus. Ia menanyakan hal itu secara tiba-tiba, ketika aku sedang menunggu waktunya aku bernyanyi kembali.

Aku yang sedang berdiri menghadap ke layar televisi menolehkan kepalaku ke arahnya. Aku tidak menjawab pertanyaannya sekarang. Mungkin ini terdengar aneh, tetapi aku tidak ingin tertinggal bagian yang harus aku nyanyikan demi berbicara dengannya. Waktu untuk berbicara dengannya lebih banyak dibandingkan aku menyanyi di dalam ruangan kecil ini.

"Suaramu bagus."

Ini adalah pertama kalinya ada orang yang memuji suaraku. Orang lain hanya mengenalku sebagai perempuan pendiam dan pintar.

"Kau juga."

Namun, kebalikan dari diriku. Mungkin ia sudah terbiasa dengan pujian ini. Aku hanya sering mendengarkan lagu, tetapi suaranya sudah seperti rekaman yang biasa aku dengar. Sekarang aku merasa telah memujinya terlalu banyak.

Sudah waktunya kami memilih lagu terakhir. Aku tidak tahu sudah berapa detik yabg telah kami buang untuk menentukan siapa yang akan memilih lagu.

"Sooyeon, cepat pilih lagu."

"Tidak. Yeonjun Oppa saja."

"Ini lagu terakhir. Kamu harus memilih."

Tanpa sadar, aku dan Yeonjun Oppa menghabiskan beberapa detik itu sambil menggunakan microphone masing-masing sehingga suara kami cukup terdengar dengan keras di ruangan ini.

Tidak ingin berdebat lagi. Aku akhirnya memilih lagu. Melangkah sedikit mendekati layar, aku terdiam sejenak, tidak tahu apa yang harus aku ketik pada layar. Aku baru beberapa menit yang lalu menghabiskan waktu berdebat dengan diri sendiri tentang lagu apa yang harus aku pilih dan sekarang aku harus memilih lagi.

Sebuah lagu terlintas di benakku. Lagu yang sudah lama tidak aku dengar maupun dinyanyikan. Aku mengetik dengan cepat dan kembali ke tempat dudukku, memindahkan boneka putih itu di atas pangkuanku.

Sambil memeluk beruang kecil itu, aku menatapnya dan ia mulai bernyanyi. Ternyata ia juga tahu lagu ini.

Pada awalnya, aku pikir aku akan menyelesaikan lagu ini sendirian, ternyata tidak. Kemudian aku juga sempat berpikir dia akan menyanyikan seluruh lagu ini. Aku sudah duduk santai dan hampir menaruh microphone yang dari tadi aku genggam. Namun, ia terdiam saat liriknya masih berjalan, menunggu aku menggantikan posisinya. Aku tidak bisa bernyanyi seperti lagu sebelumnya, ini sedikit canggung.

Di lagu terakhir ini, kami menyanyikannya bersama-sama.

Setelah hari yang melelahkan berlalu, di bawah sinar bulan, dua bayangan menjadi satu. Kebahagiaan samar-samar yang kelihatannya dapat dicapai masih ada di sana. Walaupun hati terlukaku memunculkan bayangan di mimpimu. Tolong ingatlah ada seseorang yang mencintaimu sampai terluka di sisimu.

Meskipun terkadang langkah ini terasa jauh, meskipun kau mengeluarkan air mata kesedihan. Sampai semua ini menjadi kenangan, mari kita saling menjadi tempat beristirahat satu sama lain.

Aku masih canggung dan kekurangan, tetapi untuk selamanya, Aku akan berada di sisimu. Pada malam yang gelap, meskipun kita tersasar dan mengembara. Mari kita menjadi cahaya untuk satu sama lain.

In the end of the day, we smiled at each other.

In the end of the day, we smiled at each other

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sung Sikyung - Two People

My Brother's Friend, Choi YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang