I'm Fine | Bab 9

47.7K 7K 123
                                    

Bab 9. Authophile

- i'm fine -

"Lo sakit?"

Keysa menoleh, kepalanya mendongak menatap si empunya suara. Gadis itu mengusap hidungnya beberapa kali kemudian mengangguk.

"Kalo sakit pergi ke kamar lo sana, jangan keliaran kaya tikus. Lo nyebarin virus jahat ke udara yang gue hirup." Ujar Rangga.

Keysa memutar kedua bola matanya jengah. "Gak usah nafas kalo gitu."

Rangga mengeluarkan sekotak ice cream yang ia simpan di kulkas beberapa hari lalu. Pria itu berjalan pelan kemudian duduk di kursi makan tepat disamping Keysa duduk.

"Gue gak suka sama cara lo ngomong sekarang." Ketus Rangga dingin. "Lo kaya anak kurang ajar yang gak pernah di ajarin etika sama orangtuanya."

Keysa menoleh, ia menatap bingung pada Rangga yang tengah melumat sendok ice cream beberapa kali kemudian melanjutkan, "lo harus berhenti ngejar-ngejar Kelvin. Lo sadar kalau rumor tentang lo di Gennaios semakin memburuk? Se-ambis apapun lo soal cinta, jadi murahan bukan solusinya."

Keysa tertawa renyah. Ia membatin sedih kemudian membalas kalimat tersebut, "emang cinta sepenting itu?"

"Maksudnya?"

"Gue tanya, emang cinta itu penting dalam kehidupan seseorang?"

Rangga terdiam, ia tidak lagi memakan ice cream vanilla favoritnya. Sedangkan Keysa tersenyum tipis kemudian kembali membuka suaranya. "Orang gak bisa jadi ratu kalau cuman modal cinta sambil senyum, Rangga. Dan karena gue gak bisa dua-duanya, seenggaknya gue bisa suka sama Kelvin dengan tulus."

"Gak masalah kalau dia gak ngebales perasaan gue, tapi kan seenggaknya dia bisa ngehargain itu, kan?" Menatap kakaknya yang masih terdiam, Keysa melanjutkan. "Memang kadang keajaiban muncul dengan cara paling gak menguntungkan, Rangga. Dan hal itu juga terjadi pas waktu gue mulai sadar saat gue bangun di kamar yang gak gue kenal."

Terjadi keheningan beberapa saat, tapi selama itu pulalah Keysa menyadari raut wajah Rangga yang semakin mendingin. "Lo gak perlu ngeluarin kalimat menjijikan kata gitu, Key. Mau sampai mati pun, gue gak akan perduli sama penderitaan lo."

Bagi Rangga, hidupnya adalah satu-satunya kutukan paling mengerikan.

Ia benci pada Aldrick, Sora, maupun Martha yang terus memanjakan adiknya.

Setelah dua tahun insiden kematian Sora, dunianya mulai tercemar dengan warna akromatik yang padat seperti lumpur.

Ditengah-tengah tekanan yang Aldrick berikan, orang-orang melihat Keysa sebagai putri kesayangan dari ayahnya. Rangga ditinggalkan seperti tisu bekas yang tidak penting.

Gempuran rasa ketidakadilan yang terus menerjangnya membuat Rangga akhirnya menimbulkan rasa benci yang entah sejak kapan tumbuh menjadi sangat besar.

Rasanya seperti iblis yang  berbisik, begitu banyak hingga Rangga hampir mengira itu adalah halusinasi yang dipicu oleh keputusasaan.

Mendapatkan pertanyaan mendalam dari adiknya, Rangga mulai bertanya-tanya. Benarkah cinta memang sepenting itu?

Rangga sendiri masih terjebak dalam dilematis cinta yang membingungkan. Ia tidak pernah merasakannya, sebab itu Rangga tidak mengetahui titik vital dari perasaan itu.

Fakta bahwa tidak ada yang pernah mengatakan hal itu kepadanya, bahkan untuk satu kali pun. Itu adalah momen kesadarannya, dan hal itulah yang membuatnya patah hati.

Tidak seperti Keysa yang selalu dicintai, Rangga merasa bahwa dirinya sendirilah yang paling menyadari bahwa berapa dingin dan sepinya sendirian dalam kastil ditengah hutan.

I'm Fine ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang