ANNONYING LECTURER

27 9 3
                                    

"Ngapain berhenti? masuk udah," tanya Syahla saat melihat Kanaya memberhentikan langkahnya di depan ruangan Adnan.

"Sya, gua takut. Lu aja yang masuk Sya, perwakilan dari gua," ucap Kanaya enteng.

"Hihh kalo ngomong, gausah ngade-ngade kenapa si."

"Bantuin. please," mohon Kanaya.

"Ya, Nay. Mohon maaf bukannya gamau bantuin, tapi ga gitu juga konsepnya. Gua juga takut," tutur Syahla.

"Gausah aja kali ya, Sya?" tanya Kanaya ragu.

"Gila lu ya, mau cari mati sama Pak Adnan?"

"Percuma Sya, Sama aja."

"Udah buru cepetan. Siapa tau pas penilaian akhir dapet pencerahan, nilai jadi naik," tutur Syahla.

"Masuk nih?" tanya Kanaya ragu.

"Iye buru, Bismillah dulu."

"Hhhhff, Bismillahirahmanirrahim."

Kanaya berusaha memberanikan diri membuka knop pintu ruangan tersebut. Bagi Mahasiswa/i yang masuk keruangan ini seperti berada di kandang singa seakan-akan siap ingin diterkam.

Empat kali pertemua Mata Kuliah Ekonomi Mikro. Empat kali sudah juga Kanaya masuk ke ruangan ini. Tiga kali lupa membawa tugas dan satu kali hari ini, telat. Dengan begitu tetap saja Kanaya mendadak panas dingin setiap kali masuk ke ruangan tersebut.

Saat pintu ruangan Dosen nyebelin itu sudah berhasil Kanaya buka, ia tidak melihat seseorang berada di dalam sana. Kosong. Hanya itu yang Kanaya lihat saat memasuki ruangan Pak Adnan, "Kemana dosen ngeselin itu?" ucapnya pelan.

"Assalamu'alaikum..Permisi,Pak?"

"Pak Adnan?" ucap Kanaya berusaha mencoba untuk memanggil dosen ngeselin itu dengan mengucapkan salam sopan, siapa tahu Pak Adnan ada di dalam tapi terselip berkas-berkas.

Sepi, hening bahkan ucapan Kanaya pun tidak mendapatkan sahutan. "Ih sumpah, ini dosen benar-bener nyebelin. Tadi suruh ke ruangannya giliran ke ruangannya orangnya ga ada. Maunya apa sih ahelah. Udah pelit nilai, nyebelin. Kalo bukan karna nilai juga males. Lima ratus ribu lenyap masalahnya kalau ngulang. Ih gemes banget gemes," gerutu Kanaya.

"Astagfirullah sabar Kanaya sabar," ucapnya sambil meletakan tangannya kedada.

Kanaya memutar balikan badannya, melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan tersebut. Untuk apa juga Kanaya berlama-lama di ruangan ini jika tidak ada kepentingan, buang-buang satu detik Kanaya saja.

Langkah kaki Kanaya terhenti, tubuhnya setika mematung saat melihat seorang laki-laki tengah berdiri di ambang pintu. "mati lah kau Nay!" batin Kanaya.

"Hmm itu Pak, a--anu Pak Adnan sejak kapan di situ?" tanya Kanaya panik.

"Sejak kamu julid-in saya," sahut Adnan.

Kanaya menelan salivanya. Panik, dirinya benar-benar panik. "Alamat udah ini mah, siap-siap lima ratus ribu lenyap," batin Kanaya.

"Duduk! Ngapain kamu berdiri terus di situ? Mau jadi patung?" titah Adnan. Kanaya berjalan mengikuti arahan sesuai perintah Adnan untuk duduk. Kursi ini seakan-akan sudah menjadi teman bagi dirinya setiap kali masuk ke ruangan ini. Andaikan kursi ini bisa bicara, pasti kursi ini bosan melihat wajah Kanaya mulu di setiap hari sabtu pagi. Pasti selalu aku yang mendudukinya.

"Hari ini saya kasih keringanan tugas untuk kamu, tidak seperti minggu-minggu lalu," tutur Adnan. "Alhamdulillah Sya sebelum penilaian akhir, doa lu dijabah." batin Kanaya

K A N A Y A [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang