9

17 1 0
                                    

Keputusan Kanaya

.......................................~•~.....................................

Kanaya mengaduk-aduk jus melon yang dipesannya. Tidak sengaja matanya bertemu dengan manik coklat yang tengah duduk di meja kantin yang berada di nomor 10. Siapa lagi kalau bukan ka Fahmi. Senyum laki-laki itu mengembang saat menatap ke arahku. Sedangkan aku? Tidak tau kenapa aku merasa canggung menatap wajahnya. Padahal, biasanya saat bertemu dengan ka Fahmi diriku merasa biasa saja. Bahkan tidak merasa gugup dan malu tetapi, kenapa sekarang menjadi terbalik seperti ini?

Apa karena itu calon suami? Dirinya jadi malu-malu kucing?

Setelah berhari-hari berseteru antara logika dan hatinya. Logika mengatakan untuk menolak. Dan hati mengatakan menerima.

Pada akhirnya Kanaya menerima pinangan lelaki itu. Mungkin ini memang sudah menjadi bagian garis kuasa Sang Illahi.

Disaat dirinya merasa benar-benar kecewa dengan yang namanya cinta disaat bersamaan juga Allah menghadirkan sosok laki-laki yang membuat dirinya kembali percaya dengan yang namanya cinta.

“Lu terima pinangannya ka Fahmi bukan karena terpaksa kan Nay?” tanya Syahla yang membuat Kanaya tersadar dari lamunannya.

“Engga ko Insya Allah gua ikhlas  menerimanya bukan karena unsur terpaksa. Lagipula ini sudah garis takdir yang sudah ditentukan dari-Nya untuk gua Sya.”

Syahla menangguk paham mendengar ucapan sahabatnya, “Terus kapan lanjut ke tahap berikutnya?” tanya Syahla lagi.

“Insya Allah, sekitar 3 minggu lagi.”

Triing

Ponselku bergetar. Aku menatap malas benda persegi itu saat nama bang Faiz yang muncul dipanel notifikasi yang menyuruhku menemani calon kakak iparku, mba Rara untuk fitting baju. Fitting baju pernikahan bang Faiz dan mba Rara.

Bukan males dengan calon kaka iparku, melainkan dengan bang Faiz. Pasalnya setiap ada maunya pasti selalu baik-baikin aku. Contohnya kayak kemarin. Membelikan semua keingin BM makanan yang lagi aku inginkan padahal aku tidak minta untuk dibelikan tetapi setelah itu, menyuruhku selepas pulang kuliah untuk langsung menemani mba Rara fitting baju karena hari ini bang Faiz ada meeting dadakan yang sangat penting sehingga tidak bisa ditinggal. Tetapi bersyukurnya aku berdua doang dengan mba Rara. Kalau ada bang Faiz, yang ada aku jadi nyamuk.

"Y," ketikku terakhir.

Send.

Setelah aku melangsungkan pernikahan. Bang Faiz akan melangsungkan pernikahannya juga dengan mba Rara. Padahal abang Faiz itu sudah melamar mba Rara 5 bulan yang lalu. Tetapi menunda melangsungkan pernikahannya sampai melihat aku menikah terlebih dahalu. Katanya kalau aku menikah dirinya lega, tidak perlu khawatir lagi. Entah lega dan khawatir karena apa. Lagipula aku bukan anak kecil lagi yang harus selalu di khawatiri.

Aku melirik jam yang melingkar dipergelangan tanganku, menunjukan pukul 13.45. Pantes saja bang Faiz menotifku untuk cepat-cepat sampai, jangan sampai telat. Pasti mba Rara sudah menungguku.

"Sya, gua duluan ya. Mba Rara pasti udah nunggu."

"Tunggu Nay! bareng keparkirannya. Gua juga mau balik," teriak Syahla.

"Gua hari ini ga bawa motor Sya. Gua duluan ya. Take care ceunah," pamitku kemudian, meninggalkan area kantin.

Aku melangkahkan kakiku menuju gerbang kampus. Ojek online yang ku pesan masih dalam perjalan, mau tidak mau aku harus menunggunya. Semoga saja mba Rara belum sampai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

K A N A Y A [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang