Entah berapa lama Rangga berdiri tegak memandangi benteng pertahanan Partai Tengkorak Hitam. Sedikit pun kedua bola matanya tidak dikedipkan. Sedikit napasnya berhembus. Kemudian kedua tangannya terkepal erat, dan perlahan-lahan bergerak naik hingga sejajar pinggang. Dan perlahan-lahan pula, kedua kakinya bergerak merentang ke samping. Sorot matanya masih terlihat begitu tajam, seakan hendak menembus pagar benteng yang tinggi dan kokoh di tengah-tengah padang rumput sangat luas itu.
"Hooop...!" Kembali Pendekar Rajawali Sakti menarik napas dalam-dalam, dan menahannya hingga urat-urat lehernya bersembulan keluar. Wajahnya pun jadi memerah seperti kepiting rebus. Beberapa saat pemuda itu tidak bergerak seperti patung batu. Lalu... "Aji Bayu Bajra! Yeaaa...!"
Wusss!
Tepat ketika Rangga berteriak sambil menghentakkan kedua tangan dengan jari-jari terbuka lebar, seketika itu juga terjadi hempasan badai topan dahsyat disertai angin menderu begitu keras menggetarkan jantung, menghantam seluruh padang rumput itu. Sehingga bagai hendak menggulung rata dengan tanah. Badai topan ciptaan Pendekar Rajawali Sakti membuat semua orang-orang di padang rumput itu jadi terkejut setengah mati.
Tapi belum juga bisa menghilangkan rasa terkejutnya, sudah terdengar jeritan-jeritan panjang melengking tinggi dari mereka yang terhempas tiupan angin topan yang sangat dahsyat ini. Tubuh-tubuh mereka kontan berhamburan bagai segumpal kapas yang tertiup angin. Bahkan pepohonan pun ikut tercabut dari akarnya, beterbangan menghantam tenda-tenda dan orang-orang yang sedang dilanda kebingungan.
Sementara Rangga yang berada tidak seberapa jauh dari tepi padang rumput, terus mengerahkan aji kesaktiannya hingga semakin dahsyat saja. Akibatnya angin topan yang ditimbulkannya bagai hendak menghancurkan semua yang ada di sekitar padang rumput itu.
"Hiyaaa...!"
Beberapa kali Rangga berteriak keras mengngerahkan aji kesaktiannya semakin bertambah hebat saja. Entah berapa lama Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan 'Aji Bayu Bajra' yang sangat dahsyat, karena disertai pengerahan tenaga dalam penuh dan sempurna. Dan tiba-tiba saja kedua tangannya dihentakkan ke bawah. Maka seketika itu juga, badai topan yang mengamuk sangat dahsyat berhenti tepat ketika kedua tangan pemuda berbaju rompi putih itu sudah kembali terkepal erat di samping pinggang.
"Hmmm..." Rangga menggumam sedikit melihat hasil pengerahan 'Aji Bayu Bajra'.
Sungguh dahsyat luar biasa. Padang rumput itu jadi porak poranda hanya dalam waktu singkat diterjang badai topan buatannya tadi. Bahkan tidak ada satu tenda pun yang terlihat masih berdiri dengan utuh. Namun Rangga jadi heran. Karena tidak melihat ada kerusakan sedikit pun pada bangunan benteng besar yang berdiri di tengah-tengah padang rumput itu. Sedangkan disekelilingnya begitu rusak, seperti baru saja diterjang ratusan gajah liar yang marah, karena kehidupannya terusik tangan-tangan jahil manusia.
Mayat-mayat tampak bergelimpangan di sekitar benteng itu. Mereka mati dengan kepala hancur, atau tubuh remuk terhantam batu-batuan dan pepohonan. Bahkan tidak sedikit yang mati terhimpit pohon atau bebatuan, akibat terjangan angin badai topan ciptaan Pendekar Rajawali Sakti tadi. Tapi ternyata Rangga masih melihat ada yang tetap hidup dan kembali bangkit berdiri lagi.
Hanya saja tak seorang pun yang kelihatannya selamat dari amukan badai topan, yang tidak mendapatkan luka. Mereka yang masih hidup semuanya menderita luka yang tidak bisa dianggap ringan. Melihat kenyataan itu, Rangga jadi tersenyum. Dengan mengerahkan 'Aji Bayu Bajra', jumlah kekuatan lawan sudah bisa dikurangi.
"Sedikit demi sedikit akan kuhancurkan mereka semua...," desis Rangga dengan suara menggumam pelan.
Dari tempat yang cukup tersembunyi, Rangga terus memperhatikan orang-orang berpakaian serba hitam. Dan dari dalam benteng, bermunculan teman-teman mereka. Tampaknya mereka begitu terkejut melihat keadaan di sekitar bagian luar bentengnya. Hanya beberapa saat saja terjadi badai topan, sudah membuat tempat pertahanan jadi porak poranda seperti ini. Saat itu, Rangga melihat Bragata keluar dari dalam bentengnya. Dan tampaknya, hatinya begitu geram melihat orang-orangnya bergelimpangan tak bernyawa lagi, dengan kepala dan tubuh hancur akibat terserang badai topan tadi.
"Keparat...! Ini pasti perbuatan Pendekar Rajawali Sakti. Huh! Akan kubunuh dia dengan tanganku sendiri...!" dengus Bragata, geram setengah mati.
Kedua bola mata pemuda itu tampak memerah, menerawang nyalang beredar ke sekelilingnya. Seakan-akan ada yang tengah dicarinya. Dan tidak lama kemudian, pandangannya tertuju langsung ke tempat Rangga berada, di balik lebatnya semak belukar dan batu-batu menjulang cukup tinggi, yang banyak berserakan di sepanjang pinggiran padang rumput ini.
Saat itu juga seluruh aliran darah di dalam tubuh Rangga jadi berdesir kuat. Seakan dia sudah merasa kalau tempat persembunyiannya sudah diketahui.
"Keluar kau, Pendekar Rajawali Sakti...! Hadapi aku..!" seru Bragata dengan suara keras dan lantang menggelegar, karena disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hm.... Rupanya dia sudah tahu tentang diriku...," gumam Rangga dalam hari. Tapi Rangga sengaja tidak segera keluar memenuhi tantangan Pemimpin Partai Tengkorak Hitam. Hanya diperhatikannya saja pemuda itu dari tempat persembunyiannya.
Sementara itu Bragata sendiri terus melangkah semakin mendekati tempat persembunyian Pendekar Rajawali Sakti. Seakan-akan dia sudah tahu tempat persembunyian Rangga. Tapi dari kedua bola matanya yang begitu tajam nyalang ke sekeliling, Rangga tahu kalau Pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu belum tahu tempat persembunyiannya.
"Phuih...! Aku tahu di mana kau bersembunyi, Pendekar Rajawali Sakti! Keluarlah kau kalau tidak ingin seluruh tubuhmu kuhancurkan...!" bentak Bragata geram, bernada mengancam.
Tapi Rangga tetap saja diam di tempat persembunyiannya dengan bibir mengulum senyum. Dia tahu, Pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu belum tahu tempat persembunyiannya. Dan sepertinya Rangga memang sengaja ingin mempermainkannya dulu, seperti ingin membuat kesabaran Bragata hilang.
Sementara Bragata sendiri sudah berhenti melangkah, tidak jauh dari pinggiran padang rumput ini. Kedua bola matanya tetap nyalang menyorot tajam mencari Rangga. Dan pendengarannya tampak ditajamkan. Tapi memang tidak mudah mengetahui keberadaan Pendekar Rajawali Sakti, walaupun jarak mereka cukup dekat. Dan Rangga sendiri mengerahkan pemindahan jalan napas melalui perut. Sehingga sulit bagi Bragata untuk mengetahui tempat persembunyiannya. Dan ini tampaknya membuat Bragata semakin geram saja. Dia benar-benar merasa dipermainkan kali ini. Namun ketika Bragata baru saja kembali mengayunkan kakinya beberapa langkah, tiba-tiba saja....
"Khraaagkh...!"
"Heh...?!" Cepat sekali Bragata berpaling ke belakang. Dan kedua bola matanya jadi terbeliak lebar, ketika tiba-tiba saja seekor burung rajawali raksasa menukik cepat bagai kilat ke arah benteng pertahanannya, sambil mengeluarkan suara sangat keras bagai guntur membelah angkasa.
Bukan hanya Bragata saja yang terkejut melihat kemunculan burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu. Bahkan Rangga sendiri sampai terlonjak keluar dari tempat persembunyiannya. Sungguh burung rajawali raksasa tunggangannya tidak diperintahkan untuk menyerang benteng pertahanan Partai Tengkorak Hitam. Tapi tidak ada kesempatan lagi untuk mencegah. Rajawali Putih sudah mengamuk, menghajar pengikut Partai Tengkorak Hitam yang berada di luar benteng.
Gerakan-gerakannya sungguh cepat luar biasa, hingga tidak ada seorang pun yang sanggup mengelakkannya. Dan saat itu juga, terdengar jeritan-jeritan melengking tinggi yang begitu menyayat, dari mereka yang terkena sambaran kedua sayap burung rajawali raksasa itu. Hingga dalam waktu sebentar saja, sudah puluhan orang yang ambruk bergelimpangan dengan tubuh atau kepala remuk berlumuran darah.
"Keparat...! Kubunuh kau burung setan...!" geram Bragata.
Tapi baru saja Bragata berbalik, Rangga sudah melesat cepat sekali, hingga melewati atas kepala pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu. Dan manis sekali tepat sekitar lima langkah lagi di depan Bragata. Kemunculan Rangga yang begitu tiba-tiba itu, tentu saja membuat Bragata jadi tersentak kaget setengah mati. Sehingga dia sampai terlompat ke belakang tiga langkah.
"Phuih...! Akhirnya kau muncul juga, Pendekar Rajawali Sakti...!" desis Bragata sambil menyemburkan ludah dengan sengit.
Sementara itu, di sekitar benteng Rajawali Putih terus mengamuk menghajar orang-orang berbaju serba hitam itu. Jeritan-jeritan kematian terus terdengar saling sambut, disertai teriakan-teriakan dari mereka yang berusaha menghadang. Kegaduhan itu membuat hari Bragata jadi bimbang. Terlebih lagi ketika melihat orang-orangnya sama sekali tak mampu menghadapi serangan burung rajawali raksasa yang bergerak bagai kilat. Setiap gerakannya selalu menimbulkan korban tidak sedikit. Hingga mayat-mayat pun semakin banyak bergelimpangan tanpa dapat dicegah lagi. Sedangkan di depannya berdiri tegak seorang pendekar muda yang menjadi punggung Kerajaan Karang Setra.
"Seharusnya memang kau dulu yang kumusnahkan, Pendekar Rajawali Sakti. Baru kerajaanmu kuhancurkan...!" dengus Bragata dingin menggetarkan.
"Kau hanya bermimpi bisa menghancurkan Karang Setra," balas Rangga tidak kalah dingin.
"Akan kubuktikan, kalau aku yang terkuat di seluruh jagad raya ini!" bentak Bragata lantang.
Rangga hanya tersenyum tipis mendengar keangkuhan itu. Dan kedua tangannya sudah terkepal, dengan kaki sedikit direntangkan. Sementara Bragata sendiri sudah meloloskan pedangnya, dan dikebutkan dengan gerakan cepat sekali, hingga tersilang di depan dada. Kilatan pedang itu memang bisa membuat jantung siapa saja yang melihatnya jadi bergetar. Tapi Rangga hanya tersenyum saja.
"Cabut pedangmu, Keparat...!" bentak Bragata sengit.
"Menghadapimu, tidak perlu menggunakan senjata," sahut Rangga kalem.
Tapi sambutan Pendekar Rajawali Sakti yang datar itu malah membuat seluruh darah dalam tubuh Bragata jadi bergolak mendidih. Gerahamnya bergemeletuk menahan kemarahan yang sudah memuncak sampai ke ujung kepala. Dan seluruh wajahnya memerah seperti terbakar.
"Tahan seranganku, Pendekar Rajawali Sakti! Hiyaaat...!" Sambil membentak keras menggelegar, Bragata langsung saja melompat menyerang dengan kebutan pedang yang begitu dahsyat, mengarah langsung ke batang leher Pendekar Rajawali Sakti.
Bet! "Haiiit.!"
Namun hanya sedikit saja Rangga mengegoskan kepala, sabetan pedang lawan hanya lewat sedikit di depan tenggorokan. Dan dengan gerakan manis sekali Rangga memutar tubuhnya, dan langsung dibungkukkan sedikit. Kedua tangannya langsung dikibaskan dengan mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
"Yeaaah...!"
Wut!
"Heh...?! Hup!"
Bragata sama sekali tidak menduga mendapat serangan balik yang sangat cepat luar biasa itu. Cepat tubuhnya melenting ke belakang, sambil berputar dua kali. Namun baru saja kedua kakinya menjejak tanah, Rangga sudah melepaskan serangan lagi dengan melompat sambil memberikan satu pukulan dahsyat bertenaga dalam sempurna dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Hingga. Angin pukulannya saja menimbulkan semburat cahaya merah bagai api yang hendak melumat seluruh tubuh lawannya.
"Hup!"
Cepat-cepat Bragata melenting tinggi-tinggi ke atas, menghindari serangan Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga pukulan Rangga yang begitu dahsyat hanya menghantam tanah kosong belaka. Seketika itu juga terdengar ledakan dahsyat, akibat kilatan cahaya merah yang memancar dari kepalan tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti yang menghantam tanah.
Tampak tanah yang terkena pukulan dahsyat terbongkar, membuat debu beterbangan ke angkasa, membentuk sebuah jamur raksasa. Sementara Bragata sudah kembali menjejakkan kakinya di tanah, setelah melakukan beberapa kali putaran di udara.
Seketika itu juga kedua bola matanya jadi terbeliak lebar, melihat tanah yang terkena pukulan maut Pendekar Rajawali Sakti tadi terbongkar, membentuk sebuah lubang besar bagai kuburan gajah. Sulit dibayangkan jika pukulan itu sampai mengenai tubuh manusia. Mungkin akan hancur berkeping-keping seperti tanah!
"Phuih...!" Bragata menyemburkan ludahnya, untuk menghilangkan kegentaran yang tiba-tiba saja menjalar dalam hatinya melihat kedahsyatan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Dan perlahan kakinya bergeser ke kanan sambil mempermainkan pedangnya di depan dada.
Sedangkan Rangga sendiri tetap berdiri tegak, dengan mata tajam memperhatikan setiap gerakan Pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu.
"Hiyaaat..!" Sambil mengeluarkan teriakan keras menggelegar, Bragata kembali melompat menyerang. Dan kali ini pedangnya langsung dikebutkan cepat dan beruntun.
Dan ini membuat Rangga terpaksa harus berjumpalitan menghindarinya. Tapi dengan mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', tidak satu pun serangan Pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu yang bisa menyentuh tubuhya. Gerakan-gerakan Rangga sangat aneh, seperti bukan gerakan-gerakan seorang pendekar. Sama sekali tidak beraturan. Tapi itu yang membuat Bragata semakin sulit memasukkan serangannya.
Jurus demi jurus berlalu. Namun Bragata belum juga bisa mendesak Pendekar Rajawali Sakti. Semua serangan yang dilancarkannya bisa dipatahkan dengan mudah. Dan ini membuatnya semakin geram saja. Maka serangan-serangannya pun semakin diperhebat, beruntun dan cepat gerakan-gerakannya, hingga bentuk tubuh dan pedangnya bagai lenyap dari pandangan. Yang terlihat kini hanya kilatan cahaya pedang yang bergulung-gulung, mengikuti kelebatan bayangan dari pakaian yang dikenakan Bragata.
Sedangkan Rangga sendiri masih tetap menggunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' yang semakin sulit diikuti arah gerakannya. Dan tingkatan jurus juga semakin naik, mengikuti perkembangan jurus-jurus yang di gunakan lawannya.
"Phuih! Hiyaaat..!" Bragata benar-benar geram mendapati lawan yang hanya bisa menghindar, tanpa balas serangan sedikit pun juga. Sedangkan dia sendiri sudah menghabiskan lebih dari dua puluh lima jurus, namun belum juga bisa mendesak. Apalagi membuat lawannya tidak berdaya. Semakin gencar serangannya dilancarkan, semakin sulit saja untuk mendekati Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara gerakan gerakan Rangga juga semakin tidak beraturan saja, seperti orang yang kebanyakan menenggak arak memabukkan.
"Hup...!"
Hingga pertarungan sudah mencapai tiga puluh jurus, Bragata melompat keluar menghentikan serangan Lalu manis sekali kakinya menjejak kembali di tanah. Tampak keringat bercucuran deras membasahi sekujur tubuhnya. Dan napasnya juga mulai terdengar memburu dan tersengal.
Sedangkan Rangga tampak seperti tidak melakukan pertarungan saja. Sedikit pun tidak terlihat keringat di wajahnya. Bahkan tarikan napasnya juga semakin tetap teratur perlahan. Tampak seulas senyum tipis mengukir bibirnya, sehingga membuat seluruh darah di tubuh Bragata jadi bergolak mendidih.
"Aku bosan bermain-main seperti anak kecil, Pendekar Rajawali Sakti. Sebaiknya kita tentukan saja siapa di antara kita berdua yang lebih dulu masuk lubang kubur," desis Bragata dingin menggetarkan dengan napas masih terdengar memburu cepat.
"Hm, baik... Aku terima tantanganmu, Bragata," sambut Rangga kalem.
"Phuih...!"
Cring!
Bragata memasukkan pedangnya kembali ke dalam warangka di pinggang. Kemudian dilakukannya gerakan-gerakan perlahan dengan kedua tangan disertai liukan tubuh yang begitu indah sekali. Seakan dia sedang melakukan sebuah tarian yang sangat indah.
Sementara, Rangga sendiri masih tetap berdiri tegak memperhatikan tiap gerakan lawannya. Tapi tiba-tiba saja kakinya ditarik ke belakang beberapa langkah, dengan kening berkerut. Saat itu juga Pendekar Rajawali Sakti merasakan adanya hawa racun yang menyebar keluar dari gerakan-gerakan kedua tangan Bragata. Racun itu semakin terasa kuat dan mematikan. Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti memindahkan jalan pernapasannya ke perut. Dan dia segera bersiap melayani tantangan Pemimpin Partai Tengkorak Hitam ini dengan lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti' yang digabungkan.
"Haaap! Yeaaah...!"
"Hiyaaat...!"***
![](https://img.wattpad.com/cover/232797788-288-k526952.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
133. Pendekar Rajawali Sakti : Tengkorak Hitam
ActionSerial ke 133. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.