Siang ini teramat panas. Tanah kelihatan merekah kekurangan air. Rerumputan meranggas kering kerontang. Bangkai-bangkai binatang tampak bergeletakkan di sepanjang jalan tanah berdebu yang panas terbakar matahari. Entah sudah berapa lama kemarau ini berlangsung, seolah tidak akan pernah berakhir. Langit selalu terlihat bening, tanpa sedikit pun awan menggantung. Angin yang bertiup, menyebarkan udara kering. Sehingga tidak ada satu makhluk pun yang bisa bertahan hidup di daerah ini.
Namun di bawah sengatan matahan yang panas dan tanah merekah ini, terlihat sepasang kaki kekar melangkah tegap menelusuri jalan tanah berdebu yang pecah terbakar teriknya sang mentari. Sepasang kaki kekar milik seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahun itu, seakan tidak peduli pada keadaan sekelilingnya. Kakinya terus melangkah terayun mantap, dengan tatapan mata tajam tertuju lurus ke depan. Seakan-akan ada satu harapan yang sedang dituju laki-laki berbadan tegap dan berbaju dari kulit binatang itu di depan sana.
Wajah yang seharusnya tampan, tidak lagi terlihat ketampanannya karena tertutup debu yang melekat bercampur keringat. Entah sudah berapa hari tubuhnya tidak pernah dibersihkan lagi. Rambut-rambut kasar sudah terlihat hampir memenuhi seluruh wajahnya. Tapi keadaan dirinya sama sekali tidak dipedulikan. Dia terus berjalan dengan ayunan kaki mantap, menapak tanah merekah terbelah dibakar terik matahari. Namun tiba-tiba saja, ayunan langkahnya terhenti. Seketika kepalanya bergerak miring ke kiri.
"Hm.... Aku seperti mendengar suara aliran air dari sebelah kiri...," gumam laki-laki itu perlahan, bicara pada diri sendiri.
Sebentar laki-laki berbaju kulit binatang itu terdiam, menajamkan pendengarannya. Suara gemericik air yang semula hanya sayup-sayup, kini semakin jelas sekali mengusik telinganya. Entah kenapa tiba-tiba saja bibirnya yang sudah kering dan pecah-pecah menyunggingkan sebuah senyum tipis. Kemudian kakinya kembali terayun menghampiri arah gemericik air yang terdengar tadi. Semakin jelas suara itu terdengar, semakin cepat saja ayunan langkah kakinya.
"Ah! Tidak salah pendengaranku. Ada sungai di depan sana...," desah laki-laki itu gembira. Tanpa membuang-buang waktu lagi, laki-laki muda berbaju kulit binatang berbulu putih itu langsung berlari cepat, menghampiri sungai kecil yang berada tidak begitu jauh lagi di depannya. Namun belum juga sampai ke sungai itu, tiba-tiba saja....
"Wusss...!"
"Heh...?! Hup!"
Cepat pemuda itu melompat sambil memutar tubuhnya ke belakang, begitu tiba-tiba terlihat sebatang tombak panjang melesat begitu cepat dari depan. Dan tombak itu menancap tepat di tanah, tempat dia berdiri tadi. Lalu kakinya manis sekali menjejak kembali di tanah. Namun belum juga bisa menarik napas, dari balik bebatuan yang ada di tepian sungai kecil itu berlompatan lima orang laki-laki berusia lanjut, dengan pakaian sudah compang-camping tidak berbentuk lagi.
Mereka semua menggenggam tombak kayu yang cukup panjang ukurannya. Gerakan-gerakan mereka begitu ringan. Dan tanpa menimbulkan suara sedikit pun juga, kaki mereka menjejak secara bersamaan, sekitar tujuh langkah lagi di depan pemuda ini. Lima orang tua itu seperti gelandangan saja. Tapi dari cara bergerak tadi, sudah bisa dipastikan kalau mereka bukanlah orang-orang sembarangan. Ilmu meringankan tubuh mereka sudah cukup tinggi tingkatannya. Hingga tidak menimbulkan suara sedikit pun saat melompat dari balik batu, dan menjejakkan kakinya di tanah tadi.
"Siapa kalian? Kenapa tiba-tiba menyerangku..?" tanya pemuda berbaju kulit binatang itu dingin nada suaranya.
"Pergilah, Orang Asing! Kami tidak mengharapkan kedatanganmu di sini!" bentak salah seorang, kasar.
"Maaf.... Apakah kedatanganku mengganggu kalian?" tanya pemuda itu, mencoba ramah. Namun tetap terdengar dingin nada suaranya.
"Semua orang yang datang ke tempat ini hanya akan membawa bencana. Sebaiknya cepat pergi, sebelum kami bertindak keras padamu!" bentak orang tua itu lagi, masih dengan suara kasar.
"Aku tidak akan mengganggu kalian. Aku hanya ingin melepaskan dahaga saja. Boleh minta sedikit air sungai itu...?"
"Air itu milik kami. Tidak ada seorang pun yang boleh menyentuhnya. Sebaiknya cepat pergi, Anak Muda. Jangan membuat kesabaran kami hilang!"
Kening pemuda berbaju kulit binatang itu jadi berkerut. Walaupun masih bisa bertahan tanpa air, tapi untuk menempuh perjalanan yang sangat jauh dan harus melintasi daerah sangat kering ini, rasanya dia tidak akan mungkin bisa bertahan lebih lama lagi. Sekarang pun tenggorokannya sudah terasa begitu kering. Mungkin hanya dengan setetes air saja, bisa menambah daya tahannya dalam melanjutkan perjalanan, agar bisa keluar dari daerah yang sangat gersang ini. Tapi tampaknya tenggorokannya yang kering tidak mudah begitu saja disegarkan. Lima orang tua ini sudah tentu tidak akan membiarkan air sungai itu tersentuh olehnya.
"Kisanak! Aku hanya menginginkan sedikit saja air sungai itu. Dan aku akan segera pergi dari sini tanpa harus membuat kerugian pada kalian," kata pemuda itu lagi, masih mencoba tidak bermain kasar.
"Sudah kukatakan, tidak ada air untukmu. Anak Muda! Cepatlah pergi, sebelum kepalamu terpisah dari leher!"
"Hm..." Kembali kening pemuda itu jadi berkerut, mendengar ancaman yang tidak bisa dipandang main-main lagi. Dan tampaknya lima orang tua ini juga tidak suka berbaik hati untuk membagi airnya. Sedikit pemuda itu mengangkat bahunya, kemudian melangkah menuju sungai, tanpa mempedulikan lima orang tua yang langsung mendelik.
"Anak muda keparat...! Rupanya kau keras kepala juga, heh...?!" bentak salah seorang dari lima orang tua itu geram.
Tapi pemuda berbaju kulit binatang berbulu putih itu tidak lagi mempedulikannya. Kakinya terus saja melangkah, melewati kelima orang tua itu. Tapi belum juga sampai ke sungai, lima orang tua itu sudah cepat berlompatan menghadangnya. Malah salah seorang langsung saja memberi sodokan tangan kiri yang sangat cepat dan keras ke arah dada.
"Haiiit...!" Namun dengan gerakan gesit sekali, pemuda itu berhasil menghindari sodokan orang tua berbaju compang-camping dan kotor itu. Dan sambil memutar tubuhnya, dilepaskannya serangan balasan berupa satu pukulan keras, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi pada orang tua yang menyerangnya tadi
"Hap!"
Namun orang tua itu tidak berusaha berkelit menghindarinya. Bahkan pukulan itu langsung ditangkis dengan tangan kiri, hingga pukulan tangan kanan pemuda ini jadi menghantam tangan kiri orang tua ini dengan keras.
Plak!
"Ikh...?!"
Pemuda itu jadi terpekik kaget. Cepat dia melompat ke belakang beberapa langkah. Tapi orang tua itu juga tersentak kaget setengah mati. Sungguh tidak disangka kalau kekuatan tenaga dalam yang dimiliki pemuda ini sungguh luar biasa. Malah bibirnya sampai meringis ketika tubuhnya melompat ke belakang dan berputaran di udara tiga kali, sebelum menjejak tanah.
Empat orang tua lainnya juga tampak terkejut melihat adu kekuatan tenaga dalam tadi. Mereka juga tidak menyangka kalau pemuda itu memiliki kekuatan tenaga dalam tinggi.
"Seraaang...!"
Belum lagi lenyap teriakan orang tua yang tadi mengadu kekuatan tenaga dalam, empat orang tua lainnya langsung cepat berlompatan menyerang secara bersamaan. Namun pemuda berbaju kulit binatang itu memang bukanlah pemuda sembarangan. Dengan gerakan-gerakan tubuh yang begitu indah, semua serangan dari empat orang tua ini berhasil dielakkannya. Bahkan cepat bisa melancarkan serangan balasan yang tidak kalah dahsyatnya. Akibatnya orang-orang tua itu jadi terkejut setengah mati. Sungguh tidak disangka kalau mereka akan mendapat balasan yang begitu hebat.
"Beri dia pelajaran! Hiyaaat...!"
"Yeaaa...!"
Kini pemuda itu dikeroyok lima orang tua yang semuanya menggunakan senjata tombak. Tentu saja dia juga tidak mau mati konyol di tempat gersang yang sangat asing bagi dirinya. Maka pedangnya yang sejak tadi tersandang di punggung cepat dicabut. Kini kilatan cahaya putih keperakan dari pedang itu tampak bergulung-gulung cepat sekali, menyambar setiap hujaman tombak yang mengancam tubuhnya.
Tring! Trang!
"Ikh...?!"
Pemuda itu jadi terkejut setengah mati, ketika pedangnya beberapa kali berbenturan dengan tombak-tombak lawannya. Sungguh tidak disangka kalau tombak-tombak yang kelihatannya terbuat dari kayu rapuh, ternyata memiliki kekuatan tidak kalah dari besi baja. Dan setiap kali terjadi benturan, tangan pemuda itu terasa jadi bergetar. Saat itu juga cepat disadari kalau lima orang tua yang menjadi lawannya ini, memiliki kepandaian yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Awas kaki...!" Tiba-tiba saja, salah seorang laki-laki tua itu membentak nyaring. Dan tombaknya langsung dikebutkan berputar, menyambar ke arah kaki. Namun pemuda itu manis sekali melompat menghindarinya. Dan pada saat itu juga, tanpa diduga sama sekali orang tua lainnya sudah melompat sambil melepaskan satu pukulan keras dengan tangan kiri dari arah samping kanan.
"Huphs...!" Cepat-cepat pemuda itu menarik tubuhnya ke belakang, hingga pukulan orang tua itu hanya lewat di depan dada. Namun ketika satu tendangan lawan lain meluncur deras dari arah belakang tidak bisa lagi dihindarinya. Hingga...
Dugkh!
"Akh...!"
Keras sekali tendangan yang mendarat di punggung pemuda itu, hingga membuatnya jatuh tersungkur. Tubuhnya langsung bergulingan di tanah yang kering dan berdebu ini, namun cepat bisa bangkit berdiri kembali. Dan belum juga bisa menegakkan tubuhnya, salah seorang lawan sudah melompat cepat bagai kilat. Bahkan langsung melepaskan satu tendangan menggeledek, disertai teriakan keras menggelegar.
"Hiyaaat..!"
Begitu cepat serangan itu berlangsung, hingga pemuda berbaju kulit binatang yang belum juga siap ini tidak dapat lagi menghindarinya. Dan....
Duk!
"Akh...!"
Kembali pemuda itu memekik keras, begitu tendangan bertenaga dalam cukup tinggi mendarat telak di dadanya. Seketika tubuhnya terpental cukup jauh ke belakang, dan jatuh menghantam tanah dengan keras. Maka kembali terdengar suara pekikan agak tertahan. Beberapa kali tubuhnya bergulingan di tanah.
Dan pada saat itu juga, lima orang tua ini sudah berlompatan secara bersamaan. Dan bersamaan pula, mereka menjejakkan kaki di sekeliling pemuda berbaju kulit binatang itu. Ujung tombak mereka yang runcing dan terhunus, langsung menempel di dada yang terbuka dan menggeletak menelentang di tanah. Namun tidak seorang pun yang menghujamkan tombak, sehingga pemuda itu jadi tak mengerti tanpa bisa berbuat sesuatu. Dan dia hanya bisa mendelik matanya memandangi wajah-wajah tua keriput yang siap menghujamkan tombak ke dadanya.
"Kenapa tidak membunuhku...?! Ayo, lakukan! Kalau itu yang kalian inginkan!" bentak pemuda itu, pasrah.
Tapi tetap saja tidak ada seorang pun yang menghujamkan tombaknya. Malah mereka menarik kakinya ke belakang, dan menarik tombak dari dada pemuda itu. Sikap orang-orang tua itu membuat pemuda ini jadi tidak mengerti. Dia beringsut sedikit, lalu perlahan-lahan bangkit berdiri. Sambil meraih pedangnya yang tergeletak di sampingnya, perlahan dia kembali berdiri tegak. Kedua bola matanya yang tajam, memandangi wajah lima orang tua yang kini sudah kembali berada di depannya, berjarak sekitar lima langkah saja. Mereka juga memandangi pemuda itu dengan sinar mata tidak kalah tajamnya.
"Kenapa kalian tidak membunuhku? Apa kalian tidak berani lagi membunuh orang kalah...?" desis pemuda itu, dingin bernada mengejek.
"Kau memang keras kepala, Anak Muda. Tapi kepandaianmu sangat kami hargai. Dan orang sepertimulah yang kami tunggu-tunggu sejak lama," kata orang tua yang berdiri di tengah-tengah.
"Apa maksudmu...?" tanya pemuda itu jadi tidak mengerti.
"Dengar, Anak Muda. Kami adalah lima orang tua yang sudah kehilangan masa kejayaan, dan tidak bisa lagi menikmati indahnya dunia. Kami terpaksa harus mengasingkan diri ke tempat yang kering dan mematikan ini. Terus terang, kami berlima membutuhkan seorang anak muda sepertimu. Berbakat, keras kepala, dan punya keberanian yang tidak dimiliki orang lain."
Pemuda itu hanya diam saja mendengarkan. Namun masih belum juga bisa dipahami kata-kata orang tua yang mengenakan baju wama hitam, kotor, dan compang-camping itu. Sedangkan empat orang tua lain hanya diam saja. Seakan, mereka tidak punya hak untuk bersuara.
"Sudah beberapa orang yang datang ke sini dan membutuhkan air dari sungai ini. Tapi mereka semua langsung lari tunggang langgang begitu mendengar ancaman kami. Dan ternyata, kau tidak. Anak Muda.... Kau malah menentang kami, dan bisa menahan lima jurus. Pemuda sepertimulah yang diharapkan bisa mewarisi ilmu-ilmu kami, dan meneruskan cita-cita kami untuk menguasai seluruh rimba persilatan," lanjut orang tua itu.
"Apa...?!" Pemuda itu jadi tersentak kaget setengah mati, mendengar kata-kata orang tua yang tadi menjadi lawannya bertarung. Sungguh tidak disangka kalau lima orang tua yang memiliki kepandaian sangat tinggi ini, sebenarnya sedang mencari seorang murid yang bisa mewarisi ilmu-ilmunya. Entah perasaan apa yang ada dalam dada pemuda itu. Dipandanginya wajah-wajah tua itu satu persatu. Sinar matanya seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Berlututlah kalau kau memang ingin mewarisi ilmu-ilmu dari lima Pemimpin Partai Tengkorak Hitam yang pernah menguasai lima penjuru dunia persilatan," kata orang tua berbaju hitam compang-camping itu dengan suara agak berat.
"Oh...?!" Entah kenapa, pemuda itu jadi terlongong bengong. Seakan tidak dipercayai kalau sekarang benar-benar menghadapi sebuah kenyataan. Bukan hanya mimpi belaka! Tidak pernah terlintas dalam angan-angannya bisa bertemu lima Pemimpin Partai Tengkorak Hitam yang namanya sangat ditakuti semua tokoh persilatan di lima penjuru rimba persilatan di muka bumi ini.
Namun memang sudah sepuluh tahun ini nama Partai Tengkorak Hitam menghilang dari rimba persilatan. Tidak ada seorang pun yang tahu, apa sebabnya. Semua orang hanya tahu kalau kakuatan Partai Tengkorak Hitam dilima penjuru rimba persilatan sudah dihancurkan para pendekar golongan putih yang bergabung menjadi satu. Dan selama sepuluh tahun ini, tidak ada seorang pun yang pernah lagi mendengar keberadaan mereka. Tapi sekarang, mereka berada di tempat ini, di daerah gersang yang sedikit pun tidak ada napas kehidupannya. Dan mereka kini berhadapan dengan seorang pemuda tangguh, yang diharapkan bisa mewarisi ilmu-ilmu mereka.
"Bagaimana, Anak Muda...? Kau bersedia menjadi murid kami dan mewarisi ilmu-ilmu gabungan dan lima Pemimpin Partai Tengkorak Hitam?" tanya orang tua itu, setelah cukup lama terdiam membisu.
"Aku... aku tidak tahu...,'' ujar pemuda itu jadi tergagap. Pemuda berbaju kulit binatang itu memang kelihatan kebingungan sekali. Sulit untuk langsung bisa memutuskan, menerima atau menolak tawaran lima orang tua yang dalam waktu sepuluh tahun lalu menguasai seluruh rimba persilatan ini.
Memang sulit untuk bisa memutuskan, karena semua orang tahu, siapa orang-orang tua ini. Mereka tentulah orang-orang yang sangat kejam. Bahkan kekejamannya melebihi iblis-iblis neraka. Mereka tidak segan-segan membunuh siapa saja yang tidak disukai. Bahkan kesalahan yang hanya sedikit saja, membuat nyawa manusia melayang.
Itulah sebabnya, kenapa para pendekar golongan putih begitu membenci. Tak heran kalau para pendekar bergabung menjadi satu, menghancurkan partai mereka di lima penjuru dunia persilatan. Malah tak sedikit dari pengikut Partai Tengkorak Hitam yang memberontak, karena tidak tahan menerima perlakuan kejam kelima orang tua ini. Mereka memang tak segan-segan membunuh anak buahnya sendiri, walau hanya sedikit saja kesalahan yang dilakukan.
"Bagaimana, Anak Muda...? Kau bersedia menerima tawaranku?" desak orang tua itu lagi.
"Kalau aku menerima, apa yang harus kulakukan?" pemuda itu malah balik bertanya.
"Membangun kembali masa kejayaan Partai Tengkorak Hitam."
"Lalu...?"
"Hanya kau pemimpin tunggalnya. Karena tidak lama lagi kami berlima akan meninggalkan dunia ini. Kau bisa mengumpulkan sisa-sisa pengikut setia kami yang kini tercerai berai."
"Hm.... Bagaimana mereka tahu aku yang menjadi pemimpinnya nanti?"
"Kau akan mendapatkan sebuah tanda kepemimpinan tertinggi dari kami berlima. Dengan tanda itu, mereka semua tidak ada yang berani lagi menentang semua perintahmu. Kau akan kami jadikan seorang pemimpin besar. Bukan hanya menguasai lima penjuru rimba persilatan, bahkan seluruh dunia persilatan. Kau akan menguasai semua raja yang ada di muka bumi ini. Partai Tengkorak Hitam akan kembali bangkit di tanganmu, Anak Muda."
Pemuda itu jadi terdiam membisu Keningnya tampak berkerut. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Sedangkan lima orang tua yang dikenal sebagai Pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu masih tetap sabar menunggu jawaban.
"Baiklah. Tawaran kalian kuterima," kata pemuda itu akhirnya.
"Bagus...." Lima orang tua itu tersenyum cerah, mendengar kesediaan anak muda ini menjadi muridnya. Seketika pemuda itu langsung menjatuhkan diri, berlutut di depan lima orang tua Pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu.
"Guru... Terimalah sembah hormat muridmu"
"Ha ha ha...!"
Lima orang tua itu tertawa terbahak-bahak, melihat sikap murid tunggal mereka. Suara tawa keras mereka menggema bagai hendak meruntuhkan langit. Sedangkan anak muda berbaju kulit binatang itu masih tetap berlutut, dengan kedua telapak tangan merapat di depan dada. Dan tubuhnya baru bangkit berdiri setelah diperintahkan salah seorang guru barunya.
"Mulai sekarang, kau menjadi pewaris tunggal Partai Tengkorak Hitam," kata laki-laki tua berbaju hitam yang pada bagian punggungnya bergambar kepala tengkorak berjumlah lima.
"Siapa namamu?" tanya orang tua yang pakaiannya bergambar kepala tengkorak berjumlah empat.
"Bragata."
"Dengar, Bragata. Kau tidak boleh tahu nama kami yang sebenarnya. Kau hanya boleh memanggil kami dengan sebutan Eyang, berdasarkan urutan. Aku Eyang Lima..."
"Aku Eyang Empat."
"Dan aku...,"
Lima orang tua itu masing-masing menyebutkan nama panggilannya. Sementara pemuda yang mengaku bernama Bragata hanya memandangi saja satu persatu. Tidak sulit untuk membedakan, walaupun semua mengenakan baju warna hitam. Karena di punggung mereka tertera gambar kepala tengkorak yang jumlahnya berlainan. Mungkin. Gambar itu yang menunjukkan tingkatan kepemimpinan mereka. Semakin banyak jumlahnya, semakin tinggi tingkatannya.
"Aku bersumpah akan selalu mematuhi perintahmu, Eyang," ucap Bragata.
"Ha ha ha...!"***
KAMU SEDANG MEMBACA
133. Pendekar Rajawali Sakti : Tengkorak Hitam
AcciónSerial ke 133. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.