BAGIAN 2

302 15 0
                                    

Dunia persilatan memang sejalan dengan warna kehidupan. Hitam dan putih. Ada kejahatan dan kebaikan. Tidak pernah damai dan tenteram sepanjang zaman. Walaupun sudah banyak partai besar golongan hitam yang hancur, tapi masih saja ada yang tumbuh kembali. Bahkan partai kecil beraliran hitam pun tidak sedikit jumlahnya, membuat dunia persilatan terus bergolak.
Di sisi lain, tidak sedikit bermunculan pendekar muda beraliran putih yang berkepandaian tinggi. Dan semua pertentangan itu membuat dunia persilatan semakin ramai, penuh segala macam persaingan. Sehingga membuat tanah tidak pernah kering oleh siraman darah yang selalu tumpah setiap saat.
Dan kini dunia para pendekar penegak keadilan kembali digemparkan oleh munculnya Partai Tengkorak Hitam yang pada masa dua puluh tahun lalu pernah pudar namanya. Kelompok itu semakin hari semakin bertambah besar dan kuat. Bahkan, mereka kini sudah menguasai empat penjuru rimba persilatan, dengan jumlah yang semakin bertambah besar.
Kelompok-kelompok kecil golongan hitam satu persatu mulai menggabungkan diri dengan Partai Tengkorak Hitam, selalu membuat keonaran di mana-mana. Mereka selalu bertindak kejam, tidak peduli yang dihadapi. Siapa pun yang mencoba menentang, tidak pernah diberi kesempatan hidup lagi. Bahkan dalam waktu tidak begitu lama, sudah tidak terhitung lagi, berapa jumlah pendekar yang mati di tangan pemimpin tunggal mereka. Lebih jauh lagi, tidak sedikit padepokan silat yang dihancurkan!
Munculnya Partai Tengkorak Hitam yang semakin bertambah kuat, tentu saja membuat semua tokoh persilatan golongan putih jadi resah. Bahkan kabar tentang partai aliran hitam itu juga sampai di Karang Setra. Raja Karang Setra yang juga dikenal dengan nama Rangga yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti kelihatan gelisah mendengar kekuatan Partai Tengkorak Hitam. Walaupun belum menjarah sampai ke Karang Setra, tapi kemunculan mereka yang semakin kuat itu cukup menggegerkan juga. Dan ini harus diwaspadai.
"Beberapa hari ini kau kelihatan gelisah saja Kakang. Apa yang membuat hatimu resah....'' tegur Pandan Wangi, ketika sore itu melihat Rangga duduk sendiri di dalam taman Istana Karang Setra.
Memang sudah sejak pagi tadi Rangga duduk menyendiri di sana. Bahkan tidak mengisi perutnya barang sedikit pun juga. Pendekar Rajawali Sakti yang juga Raja Karang Setra ini memalingkan kepala sedikit, mencoba tersenyum saat melihat Pandan Wangi yang sudah berada di sampingnya. Duduknya segera bergeser sedikit, memberi tempat pada gadis cantik yang dikenal berjuluk si Kipas Maut.
Pandan Wangi mengambil tempat di samping Rangga. Diperhatikannya wajah Pendekar Rajawali Sakti yang tampak gelisah sekali. Jelas ada sesuatu yang membuatnya jadi resah begitu.
"Kau sudah mendengar apa yang sedang terjadi di luar sana, Pandan...?" ujar Rangga, malah balik bertanya.
"Maksudmu...?" Pandan Wangi tidak mengerti.
"Kabar yang selama beberapa hari ini membuat semua orang dilanda ketakutan," kata Rangga mencoba menjelaskan pertanyaannya tadi.
"Tentang munculnya Partai Tengkorak Hitam itu, Kakang...?" Pandan Wangi ingin memperjelas.
Rangga hanya mengangguk sedikit saja. Dan Pandan Wangi menghembuskan napas panjang. Gadis itu kini tahu apa yang menjadi penyebab keresahan hati Raja Karang Setra itu. Rupanya kemunculan Partai Tengkorak Hitam-lah yang membuatnya jadi gelisah seperti ini.
Memang dalam beberapa hari saja, Partai Tengkorak Hitam yang dalam waktu dua puluh tahun lalu sudah musnah, kini kembali bangkit menjadi sebuah partai golongan hitam yang teramat kuat. Bahkan jumlah pengikutnya lebih besar daripada jumlah prajurit sebuah kerajaan besar sekalipun.
"Aku juga sudah mendengar banyak tentang mereka, Kakang. Dan kabarnya Partai Tengkorak Hitam sekarang ini hanya dipimpin satu orang saja. Tidak seperti ketika dua puluh tahun lalu. Ada lima orang pemimpinnya. Tapi tampaknya mereka sekarang lebih besar lagi. Bahkan hampir menguasai seluruh penjuru rimba persilatan," jelas Pandan Wangi.
"Itulah yang membuatku jadi tidak tenang, Pandan. Tindakan mereka terlalu kejam. Walaupun aku sendiri belum melihat, tapi terus terang saja, aku tidak bisa tinggal diam terus di sini. Aku harus keluar menghancurkan mereka sebelum semuanya semakin bertambah parah," kata Rangga agak bergetar nada suaranya.
"Kapan kau akan pergi?" tanya Pandan Wangi ikut semangat.
"Malam ini," sahut Rangga langsung, tanpa berpikir lagi.
"Kalau begitu, aku menyiapkan kuda dulu, Kakang," kata Pandan Wangi.
Belum juga Rangga bisa bersuara, Pandan Wangi sudah bangkit berdiri. Dan kakinya langsung melangkah, meninggalkan Pendekar Rajawali Sakti sendiri di dalam taman. Sebentar saja gadis itu sudah tidak terlihat lagi bayangannya. Dan Rangga segera bangkit berdiri, lalu melangkah meninggalkan taman ini. Tampak ada perubahan pada raut wajahnya. Kini pada wajahnya tidak lagi terlihat kegundahan.
Rangga terus melangkah tegap memasuki istananya yang megah ini. Dua orang prajurit penjaga pintu taman segera membungkukkan tubuh memberi hormat. Pendekar Rajawali Sakti langsung menuju kamarnya, dan segera mengunci pintu kamar itu setelah berada di dalam. Entah apa yang dilakukannya di dalam kamar itu.
Sementara itu dari ujung lorong, terlihat Cempaka dan Danupaksi berjalan beriringan menuju kamar peristirahatan Raja Karang Setra itu. Mereka berhenti melangkah, setelah tiba di depan pintu kamar yang tertutup. Dua orang penjaga di samping pintu kamar itu segera membungkuk memberi hormat. Dan Danupaksi langsung mengetuk pintu kamar itu.
"Siapa...?"
"Hamba, Gusti Prabu. Danupaksi dan Cempaka."
"Masuk."
Kedua adik tiri Pendekar Rajawali Sakti itu segera membuka pintu kamar, lalu melangkah masuk ke dalam. Mereka melihat Rangga sudah kembali mengenakan pakaian pengembaraannya, dengan Pedang Pusaka Rajawali Sakti sudah tersandang dipunggung. Mereka tampak heran melihat Raja Karang Setra ini sudah siap hendak melakukan pengembaraannya kembali. Padahal baru satu pekan berada di istana ini.
"Kakang akan pergi...?" tanya Cempaka langsung.
"Iya. Malam ini juga aku akan pergi," sahut Rangga seraya merapikan diri.
"Tapi baru tujuh hari Kakang berada di sini. Kenapa sekarang akan pergi lagi...?" ujar Cempaka seakan ingin mencegah kepergian kakak tirinya.
Rangga hanya tersenyum saja, lantas melangkah menghampiri kedua adik tirinya. Kemudian diajaknya mereka duduk, melingkari meja kecil yang terbuat dari kayu jati berukir. Dipandanginya mereka satu persatu dengan bibir terus menyunggingkan senyum.
"Ada sesuatu yang harus kukerjakan di sana, Cempaka. Dan ini kurasakan sangat penting dan tidak bisa ditunda lagi," kata Rangga coba menjelaskan.
"Tapi Kakang...."
"Aku sama sekati tidak mengkhawatirkan kerajaan ini, selama kalian berdua masih tetap tinggal di sini. Kalian tentu bisa memahami tugasku di dunia persilatan. Aku sama sekali tidak bisa berpangku tangan dan berdiam diri di balik dinding Istana ini, sementara di luar sana begitu banyak orang yang membutuhkan bantuan. Pahamilah aku, Cempaka.... Aku memang bukan seorang raja yang baik. Jiwaku memang tidak berada dalam istana ini. Dan aku lebih bisa merasakan kedamaian jiwa, bila berada di luar istana. Di sanalah kehidupanku, Cempaka. Bukan di dalam istana ini...," kata Rangga mencoba meminta pengertian adik tirinya.
Cempaka hanya diam saja membisu. Walaupun sebenarnya ingin selalu bersama-sama kakak tirinya, tapi dia harus bisa menyadari kedudukan Rangga yang sebenarnya. Sebagai seorang pendekar, sudah barang tentu Rangga tidak mungkin terus menerus berada dalam istana, walaupun sebenarnya seorang raja. Dan kedudukannya di istana ini, sudah dilimpahkan pada kedua adik tirinya. Mereka berdualah yang selama ini memimpin Karang Setra. Sedangkan Rangga sendiri, lebih banyak hidup dalam pengembaraan, daripada tinggal dalam istananya yang megah.
"Aku pergi malam ini," kata Rangga sambil bangkit berdiri.
"Bersama Kak Pandan, Kakang...?" selak Danupaksi yang sejak tadi diam saja.
"Ya," sahut Rangga, seraya tersenyum.
"Ke mana tujuanmu sekarang, Kakang? Kalau ada sesuatu yang mendesak di sini, aku bisa lebih mudah menghubungimu," tanya Danupaksi.
"Ke arah matahari terbit," sahut Rangga.
"Tidak ada tujuan yang pasti?" desak Danupaksi.
"Aku akan terus berjalan ke arah matahari terbit, sampai kembali lagi ke sini," sahut Rangga kembali tersenyum.
Danupaksi kembali terdiam. Memang sulit bisa dipastikan, ke mana seorang pengembara pergi melangkah. Dan biasanya, seorang pengembara tidak pernah punya tujuan pasti. Tapi memang seperti biasa, tidak akan sulit menghubungi Rangga, walaupun tidak jelas tahu ada di mana. Danupaksi cukup mengirimkan utusan untuk menghubungi Pendekar Rajawali Sakti. Dan biasanya sebelum utusan itu bisa menemukannya, justru Rangga yang menemui utusan itu lebih dulu.
"Aku pergi dulu," pamit Rangga.
Danupaksi dan Cempaka tidak bisa lagi mencegah. Mereka mengantarkan Pendekar Rajawali Sakti sampai ke bagian belakang istana ini. Ternyata di sana Pandan Wangi sudah menunggu dengan dua ekor kuda tunggangan masing-masing yang sudah siap pelananya. Sementara saat itu, malam sudah jatuh menyelimuti seluruh wilayah Kerajaan Karang Setra ini. Rangga dan Pandan Wangi keluar dari istana itu melalui jalan rahasia di belakang istana, diantar kedua adik tiri Pendekar Rajawali Sakti.

133. Pendekar Rajawali Sakti : Tengkorak HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang