BAGIAN 8

294 17 7
                                    

Pertarungan antara Pendekar Rajawali Sakti melawan Pemimpin Partai Tengkorak Hitam kembali berlangsung sengit. Kali ini Rangga memang tidak hanya berkelit dan menghindari serangan saja. Juga diberikannya serangan-serangan dahsyat yang membuat Bragata jadi kelabakan.
Dalam beberapa jurus saja, sudah tiga kali Bragata terpaksa harus merasakan pukulan Pendekar Rajawali Sakti yang keras dan bertenaga dalam tinggi. Tapi Pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu masih mampu memberi perlawanan gigih, walaupun dari sudut bibirnya sudah mengalirkan darah segar.
Dan pada saat pertarungan sedang berlangsung sengit, terdengar hentakan-hentakan kaki kuda yang dipacu cepat dari dalam hutan. Tidak lama kemudian, terlihat pasukan gabungan prajurit dari Kerajaan Karang Setra dan kerajaan-kerajaan lain yang ditambah orang-orang rimba persilatan, tengah memacu kuda dengan cepat ke padang rumput yang menjadi pusat pertahanan Partai Tengkorak Hitam. Di antara mereka terlihat Danupaksi, Pandan Wangi, dan Panglima Wirasaba.
"Seraaang...!"
"Hancurkan mereka...!"
Teriakan-teriakan keras bernada perintah terdengar, mengalahkan hentakan-hentakan kaki kuda yang dipacu cepat disertai teriakan-tenakan pembangkit semangat bertempur, seketika pecah memenuhi angkasa di atas padang rumput yang luas ini. Pasukan prajurit gabungan dari beberapa kerajaan, ditambah orang-orang rimba persilatan itu langsung meluruk, menyerang benteng Partai Tengkorak Hitam. Maka pertempuran pun tidak dapat dielakkan lagi.
Serangan dari para prajurit yang dibantu orang-orang rimba persilatan, membuat Bragata yang sedang bertarung jadi lengah. Dan kelengahan yang hanya sekejap saja, tidak disia-siakan Pendekar Rajawali Sakti. Dengan gerakan cepat laksana kilat, pendekar yang juga Raja Karang Setra ini langsung melompat sambil melepaskan satu pukulan dahsyat dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir, disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Begitu cepat pukulannya, hingga Bragata tidak sempat lagi berkelit menghindarinya. Dan...
Begkh! "Aaa...!"
Bragata jadi menjerit keras, begitu pukulan Rangga tepat menghantam dadanya. Seketika tubuh Pemimpin Partai Tengkorak Hitam kontan terpental jauh ke belakang deras sekali, bagai dilemparkan sepasang tangan raksasa. Dan dengan keras pula tubuh pemuda itu menghantam sebongkah batu sebesar kerbau, hingga batu itu hancur berkeping-keping. Bragata jatuh bergulingan di tanah berumput yang sudah dibasahi darah ini. Di antara mayat-mayat yang bergelimpangan saling tumpang tindih.
"Hoeeekh...!"
Segumpal darah kental berwarna agak kehitaman terlempar keluar dari mulut Pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu. Beberapa kali kepalanya digeleng-gelengkan, mencoba mengusir rasa pening yang menyerang kepala akibat pukulan dahsyat menggeledek yang mendarat di dadanya tadi. Perlahan dicobanya bangkit berdiri lagi. Dengan bertumpu pada ujung pedangnya yang ditancapkan ke tanah, Bragata berhasil berdiri lagi. Tampak pada dadanya sudah menghitam hangus seperti terbakar, bekas pukulan dahsyat yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti tadi.
"Phuuuh...!" Segumpal darah kembali menyembur keluar, ketika Bragata memuntahkannya sambil mendenguskan napas berat. Perlahan tubuhnya ditegakkan kembali sambil menarik napas dalam-dalam. Dan tiga kali kepalanya menggeleng lagi. Dadanya yang terasa begitu sesak, membuat kepalanya jadi berkunang-kunang. Tapi tampaknya dia tidak mau menyerah begitu saja, menghadapi lawan yang sangat tangguh ini. Meskipun dalam pertarungan tadi semua jurus yang diterima dari para Pemimpin Partai Tengkorak Hitam terdahulu sudah dikeluarkan, tapi tetap saja sulit untuk bisa menandingi tingkat kepandaian Pendekar Rajawali Sakti.
Bet! Wut...!
Bragata kembali memainkan pedangnya di depan dada, setelah merasakan tarikan napasnya kembali seperti semula. Kemudian mata pedangnya ditempatkan sejajar garis hidungnya sendiri. Begitu tajam tatapan matanya menyorot ke bola mata Rangga yang berada sekitar tujuh langkah di depannya. Dan perlahan-lahan pedangnya diangkat tinggi-tinggi hingga seketika itu juga dari ujung mata pedangnya meluruk secercah cahaya merah bagai api yang begitu cepat ke arah Rangga.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat sekali Rangga melenting ke atas, menghindari serangan mendadak dari lawannya. Maka cahaya merah seperti api yang meluncur keluar dari ujung pedang Bragata, lewat sedikit saja di bawah telapak kaki Rangga. Sementara, pemuda berbaju rompi putih itu masih berjumpalitan, berputaran beberapa kali di udara, kemudian kedua kakinya kembali menjejak tanah. Tapi belum juga tubuhnya bisa ditegakkan kembali, sudah datang lagi serangan dari Pemimpin Partai Tengkorak Hitam.
Claaarkh!
"Haiiit...!"
Rangga cepat membanting tubuhnya ke tanah, langsung bergulingan beberapa kali menghindari serangan dahsyat itu. Dan cepat Pendekar Rajawali Sakti melopat bangkit berdiri kembali, tepat di saat Bragata sedang menyiapkan serangan berikutnya.
"Hap!" Rangga cepat-cepat merapatkan kedua telapak tangan di depan dada, dengan kedua kaki merentang lebar ke samping. Cepat dilakukan gerakan tubuh yang indah sekali. Dan ketika tubuhnya kembali tegak, tampak semburat cahaya biru terang menyilaukan mata memancar di antara kedua telapak tangan Rangga. Jelas, Rangga akan menghadapi lawannya ini dengan ilmu kesaktian pamungkas yang sangat dahsyat dan belum ada tandingannya.
"Hiyaaa...!" Tiba-tiba saja Bragata kembali melancarkan serangan, dengan mengebutkan pedang ke depan sambil berteriak keras menggelegar bagai guntur. Dan seketika itu juga, seleret cahaya merah meluncur deras bagai kilat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Dan pada saat itu pula....
"Aji Cakra Buana Sukma...! Yeaaah...!" Sambil berseru nyaring, Rangga menghentakkan kedua tangannya ke depan, dengan kedua kaki berdiri tegak terbuka lebar. Dan seketika itu juga dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti meluncur secercah cahaya biru terang yang menyilaukan mata. Begitu cepatnya hingga kedua sinar yang berlawanan berbenturan tepat di titik tengah. Seketika terdengar ledakan dahsyat menggelegar.
Glarrr...!
"Akh...?!"
Bragata jadi terpekik dan terdorong ke belakang beberapa langkah, begitu serangannya dihadang Pendekar Rajawali Sakti. Ledakan keras akibat benturan cahaya berkekuatan tinggi itu membuat cahaya merah yang memancar dari pedang Bragata seketika lenyap, setelah berpendar ke segala arah.
Sementara cahaya biru terang yang memancar dari kedua telapak tangan Rangga terus meluruk deras ke arah Pemimpin Partai Tengkorak Hitam ini. Begitu cepat lesatan cahaya biru terang itu, membuat Bragata tidak sempat lagi menghindarinya.
"Akh...!"
Pekikan agak tertahan langsung terdengar, ketika cahaya biru yang memancar dari kedua telapak tangan Rangga menggulung seluruh tubuh Pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu. Tampak Bragata menggeliat-geliat di dalam selubung cahaya biru yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Sekuat tenaga dicobanya untuk melepaskan diri dari selubung cahaya biru terang ini. Tapi semakin kuat berusaha, semakin besar pula tenaganya mengalir keluar.
Hingga akhirnya Bragata tidak dapat lagi menguasai kekuatannya sendiri yang terus mengalir keluar tanpa dapat dicegah lagi. Keadaan ini tentu saja membuatnya jadi kelabakan. Tapi apa yang terjadi sebenarnya belum juga disadari. Dan dia terus berusaha melepaskan belenggu cahaya biru yang semakin lama semakin menyakitkan. Seluruh tubuhnya bagai dihimpit bongkahan batu. Bahkan kekuatannya yang terus mengalir keluar deras semakin sulit dikendalikan.
"Ugkh...!" Bragata jadi mengeluh. Sekujur tubuhnya sudah dirasakan semakin melemas dan tidak bertenaga lagi. Gerakan-gerakannya pun semakin melemah juga. Sedangkan kekuatan dalam tubuhnya terus mengalir keluar tanpa dapat dicegah lagi.
Sementara, Rangga sudah mulai melangkah mendekati perlahan-lahan. Malah cahaya biru yang memancar dari kedua telapak tangannya semakin banyak menggulung seluruh tubuh Pemimpin Partai Tengkorak Hitam ini.
"Hooop...! Yeaaah...!" Tiba-tiba saja Rangga berteriak keras menggelegar. Dan seketika itu juga, bagaikan kilat Pendekar Rajawali Sakti melompat sambil mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti dari dalam warangka di punggung. Begitu cepat sekali kebutan pedang itu, hingga yang terlihat hanya kilatan cahaya biru yang berkelebat bagai kilat menebas batang leher Bragata.
Cras!
"Hegkh!"
Hanya sedikit keluhan keluar dari mulut Bragata dengan tubuh berdiri mematung dan kedua bola mata terbeliak serta mulut ternganga lebar. Sementara di bagian batang lehernya terlihat guratan kecil berwarna merah yang melingkari. Sedangkan Rangga sudah berada sejauh lima langkah di depan, dengan pedang pusaka yang bercahaya biru terang tetap tergenggam di tangan kanan.
Bruk!
Tiba-tiba saja tubuh Bragata ambruk ke tanah. Tampak kepalanya menggelinding, terpisah dari batang lehernya. Dan seketika itu juga darah muncrat keluar dengan deras sekali dari batang leher yang sudah tidak berkepala lagi. Sedikit pun tidak ada gerakan pada tubuh Pemimpin Partai Tengkorak Hitam itu. Dia tewas seketika, begitu lehernya tersambar Pedang Pusaka Rajawali Sakti tadi.
"Bragata mati...!"
Entah siapa yang meneriakkannya. Dan teriakan itu terdengar keras seperti berada dekat di samping Rangga, sehingga membuat orang-orang berpakaian hitam yang tergabung dalam Partai Tengkorak Hitam jadi tersentak kaget. Akibatnya, semangat bertempur mereka seketika lenyap.
Sementara, Rangga masih berdiri tegak memandangi tubuh lawannya yang sudah tergeletak tidak bernyawa lagi dengan kepala buntung di depannya.
"Hhh...!"
Cring!
Sambil menghembuskan napas panjang, Rangga memasukkan kembali Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke dalam warangka di punggung.
Sementara pertempuran masih terus berlangsung di sekitar benteng Partai Tengkorak Hitam. Tapi sudah terlihat jelas, kalau pasukan gabungan dari beberapa kerajaan yang membantu Karang Setra kini menguasai jalannya pertempuran. Sementara sebagian orang-orang Partai Tengkorak Hitam sudah mulai berusaha melarikan diri keluar dari medan pertempuran. Tapi sulit bagi mereka untuk melarikan diri, karena kini sudah sangat jauh berkurang jumlahnya.
Dan di saat semuanya serba kacau, terlihat tiga orang keluar dari dalam benteng bagian belakang dengan menunggang kuda. Mereka tentu saja si Tiga Iblis Pedang Ular. Karena begitu melihat keadaan tidak mungkin bisa dipertahankan lagi, mereka memilih meninggalkan pertempuran menyelamatkan nyawa sendiri. Sementara orang-orang terus berusaha bertahan, walau tidak mungkin lagi bisa memenangkan pertempuran, setelah pemimpinnya tewas di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Kepala Rangga tampak mendongakkan ke atas, melihat Rajawali Putih melayang berputar-putar di angkasa. Rupanya burung rajawali raksasa itu langsung meninggalkan pertarungan, ketika para prajurit datang menyerang markas Partai Tengkorak Hitam. Pandangan Pendekar Rajawali Sakti segera beralih pada Pandan Wangi yang berkuda menghampirinya, keluar dari kancah pertarungan.
Gadis cantik dan digdaya yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu langsung melompat turun dari punggung kuda, setelah berada dekat di depan Pendekar Rajawali Sakti ini. Dan dia berdiri tegak di samping kiri pemuda yang juga kekasihnya sambil memegangi tali kekang kuda.
"Bagaimana kau bisa membawa mereka semua ke sini, Pandan?" tanya Rangga langsung ingin tahu tentang kedatangan para prajurit ke padang rumput yang menjadi pusat pertahanan Partai Tengkorak Hitam.
"Aku melihat Rajawali Putih turun, Kakang. Dan kudengar jeritan-jeritan dari sini. Aku langsung tahu kalau kau sedang menggempur mereka dengan bantuan Rajawali Putih. Makanya aku langsung mengajak Danupaksi ke sini. Tapi ternyata mereka semua malah ingin ikut," jelas Pandan Wangi.
Rangga mengangguk-angguk bisa menerima alasan Pandan Wangi membawa semua prajurit menyerang Partai Tengkorak Hitam.
"Kau sendiri tidak apa-apa, Kakang?" tanya Pandan Wangi sambil memperhatikan wajah tampan di sampingnya yang bersimbah keringat.
"Tidak. Aku tidak apa-apa," sahut Rangga sambil memberi senyum sedikit.
"Aku tadi melihat pertarunganmu dengan Bragata. Sangat dahsyat! Aku sendiri sempat cemas, sebelum kau mengeluarkan 'Aji Cakra Buana Sukma'," kata Pandan Wangi langsung mengeluarkan isi hatinya.
"Dia memang tangguh, Pandan. Tapi sayang, kepandaiannya tidak digunakan pada jalan yang benar," ujar Rangga setengah mendesah.
Sementara pertarungan sudah tidak lagi sehebat tadi. Sudah banyak orang Partai Tengkorak Hitam yang menyerah. Dan tidak sedikit pula yang berhasil melarikan diri. Tapi banyak pula yang tewas dengan tubuh bermandikan darah.
Tampak Danupaksi, Panglima Wirasaba, dan para raja yang membantu prajurit Karang Setra, sudah tidak lagi bertarung. Tinggal para prajurit saja yang masih terus merangsek, tanpa kenal ampun lagi. Hingga semua orang Partai Tengkorak Hitam yang tersisa menyerah, pertarungan baru berhenti.

***

TAMAT

133. Pendekar Rajawali Sakti : Tengkorak HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang