1 - Niat

21 1 0
                                    


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"PAK Salim. Pak Hadi jual berapa?."

"Tujuh belas kwintal. Ada tiga puluh empat karung padi kering sedang dimasukkan kedalam gudang. Dengan uang, tujuh juta tujuh ratus ribu rupiah cash diterimanya." Nada gemetar mendeskripsikannya. Menakutkan juga aura bos mudanya ini.

Rizqon mengecilkan mata melihat nota pembelian yang diserahkan oleh Pak Salim. Cukup mengherankan jika uang tertulis genap, dengan pembelian kwintal ganjil. Langsung ia ambil handphone disaku celananya. Mencoba menghitung kembali.

Nafas ia hela melihat nominal angka dikalkulatornya. Bagaimana bisa hasilnya Rp7.700.000. Bila satu kwintalnya saja Rp450.000. Jika pembelian dengan angka genap, pasti uang yang akan diberikanpun genap.

Ini menjual 17 kwintal atau 1,7 ton. Rumus otomatisnya pasti uang yang akan diberikanpun ganjil. Untung ia jeli walau ada kesalahan Rp50.000 saja.

Delapan tahun Rizqon dipercaya bekerja mengurusi satu pabrik penggilingan padi milik H.Karyadi. Modal kelulusan jurusan Akuntansi dan Lembaga di SMKnya. Langsung H.Karyadi menariknya untuk mengurus pabrik di Kecamatan Haurgeulis, karena beliau akan fokus dicabang Kecamatan Anjatan setelah pabrik penggilingan baru berjalan lima tahun.

Kota Indramayu, memang terkenal dengan lumbung padi, buah mangga, dan minyak bumi. Apalagi ditempat Rizqon yang terletak di bagian Indramayu Barat. Berdekatan dengan batas kota Subang. Dimana kebanyakan lahan digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Malah minim pemukiman penduduk. Karena belum ada pemekaran kota disini.

"Pak Salim mau korup lima puluh ribu rupiah?." Tegas Rizqon menatap datar.

Salim mengerjap mata tidak percaya. Air liur susah ia telan jika ditatap sebegitunya. Matanya melebar melihat nominal dikalkulator yang Rizqon perlihatkan tidak jauh didepan wajahnya. Kepala ia dekatkan. Agar jelas nominal yang ditunjukkan bosnya.

"Tujuh juta enam ratus lima puluh ribu rupiah?." Desis Salim.

Rizqon kembali menyimpan handphonenya disaku celana. "Pak punten. Sebelum Pak haji tau, sebaiknya bapak selesaikan perkara ini. Ambil balik uang itu. Kalau pak Hadi tidak mau memberikannya, kabari saya. Saya akan mengurusnya."

Salim mengangguk faham. Kakinya melangkah pergi. Bibirnya kelu untuk mengucapkan sesuatu pada Rizqon yang memiliki aura menakutkan karena ketegasannya.

Rizqon menyugar rambutnya. Masalah dipabrik sudah menjadi makanannya. Tapi, kali ini fikirannya terus terfokus pada misteri meninggalnya Ustadz Abdu. Bagi Rizqon, Ustadz Abdu sudah ia anggap ayahnya sendiri.

Apalagi Ustadz Abdu akan membantunya dan H.karyadi dalam permasalahan dipabriknya. Niatnya, ba'da dzuhur ini akan menyelesaikannya. Kehendak Allaah siapa yang tahu.

"Sebenarnya ini sudah lama Tadz. Bahkan sebelum Rizqon bekerja pada saya. Tapi, saya diam saja. Karena tidak mau membahayakan keluarga. Lebih baik mereka merusak usaha saya daripada keluarga saya. Saat kenal Ustadz Abdu yang ilmu Tauhidnya lebih. Dan saya juga suka ceramah Ustadz. Saya ingin meminta bantuan Ustadz. Karena sampai sekarang kejadian itu terus terjadi. Dampaknya, hati saya tidak tenang. Memikirkan keluarga dan pekerja saya. Ikhtiar ini semoga membuahkan hasil."

H.Karyadi menjelaskan maksudnya pada Ustadz Abdu. Rizqon diam dengan mencoba memikirkan penyelesaian untuk masalah ini.

MayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang