4 - Amarah

8 1 0
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

USAI berziarah kemakam Abahnya dengan Zahid. Nurul diminta menunggu dipelataran Masjid yang seketika berubah menjadi area parkir motor dan mobil. Menunggu Zahid usai shalat jum'at. Untung saja, Zahid datang pada saat adzan. Jadi, tidak banyak laki-laki yang dijumpainya. Kalau tidak, sangat malulah.

Sebenarnya ia meminta Zahid mengantarnya pulang. Daripada harus menunggu dengan kemungkinan terburuknya. Ia akan jadi pusat perhatian laki-laki. Tapi, Zahid berkata ingin mengajaknya menemui seseorang usai shalat jum'at. Nurul pasrah.

Tangan meraba tenggorokan. Terasa sakit. Apalagi ia usai menangis sesenggukan dimakam abahnya. Sudah diputuskan ia akan membeli botol air. Melihat raka'at kedua baru dimulai.

Tubuhnya turun dari atas motor. Ia berjalan melewati banyaknya motor. Pandangan terus ia edarkan mencari toko terdekat. Naasnya, toko itu diseberang alun-alun dan jalan raya. Artinya, ia harus melewati alun-alun yang berhektar itu. Anggap saja berolahraga.

Terdengar suara Imam melantunkan ayat suci Al-qur'an. Suara dari toa Masjid saja terdengar menenangkan apalagi mendengarnya langsung. Berderas air mata.

Santai Nurul berjalan membelah alun-alun. Menikmati murottal Imam dengan pemandangan yang baru ia lihat. Dan mencoba menyimpan untuk lebih mengenal daerah tempat lahir almarhumah Uminya.

Alun-alun berumput hijau ini. Biasa digunakan untuk bermain sepak bola. Selain pedagang kaki lima mengelilingi alun-alun. Namun, lebih menarik lagi. Alun-alun ini dikelilingi pohon palem yang dilukis gambar kartun. Warna-warni menyegarkan mata. Bahkan tong sampahpun dicat. Memperindah lingkungan dan menarik orang berdatangan.

Sudah dilakukan. Ternyata tidak terasa lelah. Terbayar dengan pemandangan barunya. Karena selama ini Nurul dipesantren saja. Untuk pertama kalinya ia bebas menikmati dunia luar sendirian.

Kepala tengok kanan-kiri. Sebenarnya lenggang dengan pengendara. Kebanyakan mereka sedang shalat jum'at. Nurul memastikan saja.

Langkah ia hayun. Pandangan kedepan. Konyolnya. Ia menatap toko dihadapannya seperti air terjun jernih mengalir yang segar untuk diminum.

Perasaan tidak sabar untuk menegak minuman. Membuat fokusnya teralihkan. Tidak sadar kalau ia sedang melintas jalan raya.

"Nak!."

BRAAKKK!.

"Aduh!." Keluh Nurul memegang pinggul terasa sedikit nyeri. Tangan satunya memegang siku yang lecet.

Mata Nurul terbuka. Manatap sosok tubuh perempuan paruh baya, yang mendorong dan menyelamatkannya tergeletak tidak berdaya meski matanya terbuka. Nurul mencoba bangun menghampiri, meski masih terasa nyeri.

Beberapa orang mulai mendekati sosok itu. Mencoba membawanya dengan menaikkan diatas motor. Ada satu perempuan kerudung coklat tua, syok sekali melihat keadaan perempuan penyelamat itu sampai menangis. Membuat mata Nurul ikut panas.

Motor yang dikemudikan perempuan itu. Membawa perempuan penyelamatnya dan perempuan syok tadi. Melesap pergi membawanya ke ahli medis. Sejurus, air mata Nurul jatuh. Ia menyalahkan diri.

Perempuan berwajah china menghampirinya. "Koen ora papa?. Mene ndodok dimin (Kamu baik-bauk saja?. Ayo duduk dulu)."

MayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang