part 1 : kakak

7 3 0
                                    


Budayakan vote sebelum baca ya
😉😉😉
.
.
.
.
.

Derap langkah kaki jenjang seorang gadis terlihat lincah menapaki setiap anak tangga yang terlihat rapi. Bulir keringat terlihat kian membasahi dahi mulusnya. Rambut panjang yang di kuncir ekor kuda kini tampak lepek, tak ada indah - indahnya sama sekali.

Ingin sekali rasanya dia memaki orang yang memintanya mendatangi rooftop rumah susun berlantai 15 ini. Bukan masalah berapa lantai yang harus ia tempuh, melainkan tidak ada akses alternatif menuju puncak gedung selain melewati tangga. Belum lagi ramainya kawasan rumah susun yang membuat langkahnya semakin tak leluasa.

Mata hitamnya sesekali melihat kearah arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.29, itu artinya satu menit lagi ia akan terlambat dari waktu yang dijanjikan.

Gadis berlesung pipi ini kian mempercepat langkahnya, ia tidak boleh terlambat. Ini kesempatan bagus demi mewujudkan mimpinya. Mimpi yang selama ini hanya jadi bahan lelucon teman - teman satu kampusnya.

Dengan napas nyaris terputus akhirnya ia tiba di puncak gedung. Namun apa yang ia temui ternyata sangat jauh dari ekspektasinya. Tak ada siapa - siapa di sana, hanya ada deretan jemuran yang berbaris dan melambai - lambai di hembus angin pengantar senja.

Sepasang matanya terlihat sayu memandangi naskah cerita yang sudah di jilid rapi, yang sejak tadi ada dalam genggaman.

Kemana orang yang meneleponnya tadi? Kemana pimpinan penerbitan yang harus ia temui sore ini? Kemana orang yang bisa memberinya jalan untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang penulis terkenal? Kemana-.

Lamunan itu pecah saat gelak tawa seseorang membentur gendang telinganya, ia menoleh cepat ke sumber suara dengan tangan terkepal. Ia kenal suara itu, seorang bocah yang senang melihatnya seperti ini. Melihatnya jatuh dan kehilangan semangat untuk mimpi - mimpinya. Bukan bocah dalam artian sesungguhnya, melainkan dalam artian sifat laki - laki itu yang menurutnya sangat kekanak - kanakan.

Laki laki jangkung berkacamata yang kini tepat dihadapannya ini, selalu jadi tersangka utama untuk setiap moment menyebalkan dalam kehidupan sejak kecil.

"Jadi ini kerjaan lo?" Hardiknya yang di sambut dengan senyum meledek dari
laki - laki itu. Ia semakin kesal, bolehkah ia memaki orang yang akan ia temui sekarang?

"Lo bisa nggak sih, nggak ngusilin gue sehari aja" Kesalnya dengan tatapan marah.

"Bisa, asal lo mau jadi pacar gw"

Lagi, kata - kata yang sama yang selalu ia dengar sepanjang tahun ini. Membosankan.

"Jadi pacar lo? Nggak akan pernah, bahkan dalam mimpi lo sekalipun."

Hening kemudian menguasai keduannya, tak ada yang membuka suara terkecuali tatapan salin mengintimidasi satu sama lain yang mereka lapangkan saat ini. Hingga beberapa saat kemudian suara berat seseorang menghentikan kegiatan keduanya.

"Pada ngapain?" Tanya cowok yang punya sorot mata teduh itu, yang kini berdiri tegak persis di antara keduanya. Tumpukan pakaian kering ada dalam dekapan tubuh tegapnya. Iris mata hitam pekat miliknya mikirin ke kiri dan ke kanan, menanti jawaban dari dua orang ini.

"Kak Reza" Seru keduanya kompak dengan mata membelalak kaget.

Entah malu atau kesal karena kehadiran Reza yang tiba - tiba, keduanya saling membuang pandangan ke sembarang arah.

Gadis berlesung pipi itu yang terlihat sangat gusar dengan kehadiran Reza, ia memilih berdiri memunggungi Reza daripada harus bertemu tatap denganya. Terlalu mengerikan dan membuat lidahnya kelu. Kakaknya itu pasti akan sangat, sangat, sangat marah melihat kelakuannya saat ini, kaos hitam rangkap kemeja kebesaran, topi baseball buluk dikepalanya serta celana jeans sobek yang membungkus kaki jenjangnya, membuatnya terlihat seperti preman jalanan ketimbang adik satu - satunya seorang Reza Vegar Raditya, yang terkenal cerdas dan berperangai baik baik malaikat. Apa yang ia kenakan saat ini, sudah cukup menjadi alasan untuk Reza mengomelinya habis - habisan.

comienzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang