Budayakan vote sebelum baca ya
😉😉😉
.
.
.
.
.
Pekatnya malam dan dinginnya angin yang menusuk kulit menjadi teman penantian Alana saat ini.Ia tampak sabar menanti kepulangan kakaknya di halte yang terletak persis di depan cafe tempat Reza bekerja. Rasanya sudah lama ia tidak melakukan ini. Menunggu Reza hingga selesai bekerja namun selalu berakhir tertidur di kursi halte. Dan selalu terbangun keesokan harinya saat ia sudah tiba di rumah. Tapi ia bisa pastikan hal itu tidak akan terjadi kali ini, karena ada hal yang harus ia bicarakan dengan Reza malam ini juga. Ia tidak boleh tertidur, walau rasa kantuk kian menyiksanya saat ini.
Alana tersenyum memandangi kesibukan kakaknya dari kejauhan. Dinding cafe yang di dominasi dengan jendela kaca, membuat Alana kian leluasa mengamati setiap inci pergerakan Reza yang sibuk meracik kopi dengan mesin yang Alana tidak tau apa namanya. Cafe juga tampak ramai saat ini. Lucunya, pengunjung cafe hanya di dominasi kaum hawa. Penyebabnya apa lagi kalau bukan karena kehadiran Reza di sana.
Rasanya Alana mulai setuju dengan penilaian teman - temannya di kampus. Reza itu manusia tanpa cela. Dia tampan, hidungnya yang mancung, rahangnya yang tegas, dan mata teduh yang menenangkan, serta senyum manis yang terlihat semakin manis dengan kedua lesung pipi di wajahnya.
Reza juga baim, bahkan tak pernah sekalipun Alana mendengar kakaknya berpikiran jelek terhadap orang lain. Di mata Reza semua manusia itu baik.
Soal agama? Jangan di tanya, Reza salah satu cowo yang ibadahnya bisa dibilang jempolan. Sholat? Nggak pernah absen. Baca Al - Qur'an? Reza adalah qori terbaik di mata Alana. Tidak heran kenapa reza punya hati sebaik malaikat, hubungan dekatnya dengan sang Pencipta yang menjadi penyebabnya.
Memang tidak ada manusia yang sempurna, tapi bagi Alana Reza berhasil menjadi kakak terbaik dan sempurna untuknya. Lagi - lagi Alana berpikir, apa benar ia adil kandung dari seorang Reza Vegar Raditya? Kenapa tak ada satupun sifat baik Reza yang menurun padanya?
"Alana?" Suara serak seorang wanita membuat lamunan Alana buyar.
Wanita cantik berkulit pucat dengan rambut panjang indah tergerai berjalan kian mendekat ke arahnya. Sepertinya ia telah mengamati gadis itu dari kejauhan dan baru berani menyapa setelah yakin jika ia tidak salah orang.
Alana masih terdiam memandangi wanita dress hitam tanpa lengan itu.
"Benar Alana kan?" Tanyanya lagi dan bergerak duduk di samping Alana, aroma parfumnya yang cukup tajam langsung menerobos Indra penciuman Alana. Entah wangi apa, yang jelas Alana tidak suka dengan aromanya.
Lupakan soal parfum itu, Alana sedang berusaha mengingat siapa wanita ini? Apa mereka saling kenal? Apa mereka pernah bertemu sebelumnya? Tapi dimana? Alana tidak ingat sama sekali. Ia bukan tipe orang yang handal dalam mengingat sesuatu. Apalagi mengingat seseorang yang hanya satu atau dua kali ia temui.
"Lo siapa?" Tanya Alana akhirnya dengan nada ingin tahu, tak peduli jika kini ia sedang berbicara dengan orang yang terlihat beberapa tahun lebih tua darinya.
"Saya Ningrum, editor yang dulu kamu datangin. Ingat?" Kedua bola mata hitam Alana reflek mendongak ke atas, ia kembali mengulik isi otaknya agar bisa mengingat pertemuan yang Ningrum sebutkan barusan.
Untuk sepersekian detik rau wajah Alana langsung berubah masam, ia ingat siapa perempuan bernama Ningrum ini.
Dia editor rese yang pernah bilang kalau ceritanya terlalu biasa untuk naik terbit. Bahkan ia juga sempat bilang kalau cerita Alana tidak bisa disebut sebuah karya. Mengingat betapa menyebalkan sikap wanita itu dulu, Alana melongos pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
comienza
Teen Fiction[Slow update] Love. Pray. Hope #1 search of ningrum Start : 23 July 2020 End : -