Journal: Confuse

390 8 0
                                    

Tak satu hari pun ku lewati tanpa gundah. Selalu ada detik-detik berlalu yang kuisi hanya dengan kegelisahan tak berarti. Ah, benarkah tak berarti? Lalu untuk apa aku bersuram muram? Kau bilang, sih, aku hanya perlu bersikap biasa. Tapi--astaga, kau hanya tidak mengerti aku. Sama sekali tidak dalam hal ini.

Aku benci saat saat itu, karena aku akan jadi sok banyak masalah--well ya memang banyak sih, tapi masih ada orang lain yang masalahnya lebih pelik, but at least mereka punya teman, aku tidak--yang menyebabkan aku ditanyai kiri kanan, 'kau kenapa?', 'kenapa diam saja?' Tapi tidak ada yang benar menawarkan diri untuk mendengarkan keluhan ku yang bila dibuat list mungkin akan lebih panjang dari jarak rumahku ke sekolah--kuharap kau tahu.

Aku tidak punya teman, anggapannya begitu. Tak ada teman untuk berbagi, tak ada waktu yang memahami, tak ada.

Aku bahkan tidak ingat kapan aku benar-benar berteman dengan seseorang.

Bukannya aku anti-sosial, tapi seperti yang telah kukatakan sebelumnya, aku abu-abu. Entah kau paham atau tidak definisi abu abu yang kumaksud. Intinya, aku sebenarnya menganggap siapa saja teman, namun entah dengan mereka. It's been a long long time for someone telling me their story. Aku selalu menghargai mereka yang menceritakan kisah mereka padaku. Aku merasa.. Dipercaya?

Saat ditanyai olehmu, dalam keadaan bodoh dan super-sok-kuat, aku tetap bilang tak apa.

Kau tahu, tak sekali-duakali aku tertidur karena hanyut dalam kegalauan. Aku tidak menangis. Menangis itu membosankan, membuang-buang energi. Dengan tidur aku bisa bermimpi jika beruntung. Bodohnya, mimpi itu selalu tentangmu--dan aku tak mau bosan denganmu!

When The Heart SpeaksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang