Prolog

798 112 7
                                    

Suara tapak kaki terdengar samar dari arah pintu berbahan kayu tersebut, kakinya terus berlari menerjang setiap menit yang berharga untuk dia gunakan melarikan diri. Semilir angin membuat rambut panjang dan hitam kecokelatan miliknya mengambang di udara. Sebentar lagi akan hujan deras dan kesempatannya semakin menipis.

Cahaya lampu tiba-tiba menyilaukan kedua matanya. Matanya yang menyipit kian membesar kala sosok pria bertubuh kekar menghampirinya, jantungnya berdetak amat kencang. Tanpa aba-aba kedua tangan pria menyeramkan itu sudah menyekap kedua pergelangan tangannya. "Lo pikir mudah untuk kabur dari tempat ini, hah?!" Pria itu menjambak rambutnya, menyeret paksa dirinya agar masuk kembali ke dalam rumah yang dia juluki sebagai neraka.

"Rubianna Jayendra!" Teriak salah satu wanita yang menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Jelas sekali aura di sekitar wanita itu sedang tidak baik-baik saja, ada sorot mata jengkel yang terpancar dari kedua matanya. Dia ketahuan, rencana pelariannya sudah gagal.

"Belum sehari dan lo udah mencoba untuk kabur? Dasar sinting!" Wanita itu menampar pipi kanan Rubi, memberi cetakan merah yang membekas di permukaan wajah perempuan itu sebagai pelampiasan kekesalannya.

"Subuh ini Bos Gio akan datang buat jemput lo, jangan mempersulit tugas kami." Rubi menangis, meminta ampun kepada dua wanita yang sedang menatap marah padanya.

"Mau lo bersujud pun udah ngga ada gunanya lagi, Rubi."

Rubi tetap berusaha melepaskan diri, memberontak sekuat tenaga tidak peduli dengan tatapan remeh orang-orang di sekitarnya. Wanita berbaju merah kemudian menyodorkan lima butir pil ke depan mulutnya. "Telan, awas aja kalau lo sengaja muntahin. Gue siksa lo."

Perlahan kesadarannya menurun, matanya terasa berat. Rubi dengan pasrah membiarkan kedua tangannya diikat dari belakang, lagipula kesempatannya sudah hancur berkeping-keping. Tidak ada jalan lain selain menerima segala konsekuensi dari perbuatannya yang ceroboh. Matanya meredup, waktu tetap berjalan walau dia ingin sekali menghentikannya. Sayup-sayup telinganya mendengar suara mesin mobil yang tampaknya baru saja tiba. Rubi menelan ludahnya, dirinya benar-benar menantikan sebuah keajaiban agar dia dapat lolos dengan selamat dari kungkungan tempat ini.

 Rubi menelan ludahnya, dirinya benar-benar menantikan sebuah keajaiban agar dia dapat lolos dengan selamat dari kungkungan tempat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sihiy, akhirnya cerita ini author publish setelah mendekam di draft selama 2 tahun. Apa nih kesan pertama yang kalian rasain pas baca She's All I Need? Mau tau juga dong kira-kira harapan kalian untuk cerita ini kedepannya apa? Semoga kalian suka dan betah ya menunggu update per chapter nya. Don't forget to leave some comments and give a like okey? Author bakal tambah semangat baca semua antusias kalian. Sampai jumpa di hari Sabtu karena chapter pertama akan dirilis perdana untuk kalian semua, terima kasih sahabat!

*and yes lucky us extra chap akan di publish besok!

She's All I NeedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang