Lovatic

291 10 3
                                    

HAPPY NEW YEAR!!!!

Nggak kerasa udah setahun lebih lima hari nggak apdet (padahal baru lima hari) wkwkwk

Ini bonus awal tahun dariku untuk kalian yang setia membaca baik yang memberikan apresiasinya maupun yang tidak.

Cerita ini sama sekali nggak ada hubungan dengan cerita manapun dan ini murni hasil karya ku sendiri, jadi bagi kalian para pembaca setia, tolong hargai cerita jelekku ini dengan tidak mengcopas.

Cerita disini juga nggak ada hubungan dengan ceritaku yang judulnya Vasha, cuma nama tokohnya aja yang sama.

Sekali lagi, SELAMAT TAHUN BARU 2015!!

Semoga ditahun ini kita diberikan yang terbaik dan bisa menjalaninya dengan baik.

Oh iya, bagi yang mengerti alur cerita ini aku ucapkan selamat, kalian hebat!

tapi bagi kalian yang nggak ngerti aku ucapkan selamat juga karena aku nggak mau memaksakan kalian untuk mengerti, dengan membaca cerita ini aja aku udah berterima kasih. Jujur aja cerita ini nggak gampang dicerna dan harus jeli bacanya.

Happy reading my beloved readerss!! :* {}

Vasha memandangi Nate dengan penuh sayang. Laki-laki itu sibuk berteriak dan tertawa sambil lompat-lompat dengan para sahabatnya sehingga tak sadar bahwa ada yang tak henti tersenyum memandang tingkahnya.

“Lo hebat Sha.”

Tanpa mengalihkan pandangannya Vasha tau siapa yang sedang berkata padanya, “aku nggak sehebat yang kamu pikir Nia.”

Terdengar helaan nafas disampingnya, lalu dirasakan seseorang menggenggam tangannya dan tentu saja itu Vania.

“Gue bener-bener berterima kasih sama lo Sha, kalo bukan karena lo, Nate-“

Vasha menghempaskan tangan Vania lalu berdiri dari duduknya, “cukup Nia! Aku minta kamu jangan bahas itu lagi. Jangan buat aku menyesal dengan keputusanku sendiri!”

Plakk!

Suara tamparan yang cukup keras membuat Vasha tercengang. Tanpa sadar air matanya mengalir deras dan ia menatap laki-laki didepannya tak percaya.

Lalu ia pun berlari tanpa arah. Suara-suara bising disekitarnya tiada didengarnya. Hatinya sakit. Rasanya perih dan sangat pedih.

Ia terus berlari dan berlari. Lelah seakan hilang darinya karena tertutup kekecewaan.

Seakan ikut merasakan kesedihan, langit ikut berderai  air mata. Air mata yang cukup menyamarkan air mata Vasha sendiri.

“YA TUHAN, semarah itu kah Kau padaku? Tak ada sedikitkah celah bagiku untuk merasakan kebahagiaan yang dulu Engkau limpahkan?”

Akhirnya lelah pun datang, Vasha langsung bersimpuh dengan berlinang air mata.

Teringat semua kejadian yang menimpanya sebulan yang lalu.

Mulai dari kepulangannya dari Singapura.

Bendera kuning yang ia jumpai saat sampai rumah.

Kesibukan papanya yang bertambah karena kepergian mamanya.

Kakak sulungnya kritis karena percobaan bunuh diri.

Berita kehamilan kakaknya oleh laki-laki tak bertanggung jawab.

Cerita singkat langsung -end-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang