Kembali dengan cerita gajeku. Ini asli pengalamanku saat kelas dua sma. Dengan perubahan seperlunya karena nggak semuanya aku inget.
Semoga setelah membaca ini kalian lebih menghargai mereka yang berkebutuhan khusus bukannya malah mengejek mereka. Karena mereka juga manusia. *apalah bahasanya #plak
Aku harap kalian suka dan mendapat hikmah dari cerita ini.
Selamat membaca.. :)
Anak autis?
Pasti kalian langsung berpikir pada anak-anak yang memiliki gangguan mental dan sindrom down atau lainnya.
Tapi beda sama aku.
Awalnya aku juga berpendapat yang sama.
Tapi pemikiran itu berubah saat aku ditugaskan untuk membuat suatu karya ilmiah.
Aku yang memang lagi nggak ada ide pun hanya nurut aja pas salah satu temanku ngasih ide buat neliti anak autis.
Dan disini aku mulai tertarik.
Dengan jerih payah dan usaha kami berlima, akhirnya kami diberi izin untuk melakukan penilitian itu di jam sekolah karena kami mau neliti di sekolah yang khusus nampung anak-anak berkebutuhan khusus.
Sebelumnya kami menyiapkan kuesioner untuk kami isi sendiri mengenai sikap-sikap dugaan kami yang akan muncul pada mereka.
Tentu saja kuesioner itu kami yang isi, nggak mungkin mereka kan?
Karena anak-anak yang kami teliti tidak terlalu banyak, kami pun membagi kelompok.
Teman saya yang memang begitu semangat untuk penelitian ini sebut aja namanya Dian, berinisiatif sendiri dan yang lain dibagi jadi dua kelompok.
Aku dan temanku sebut aja namanya Vita pun masuk ke kelas yang akan kami teliti.
Dan kalian tau?
Di kelas itu hanya ada satu murid dengan satu guru.
Seperti privat bukan?
Guru itu pun berkata pada anak yang akan kami teliti, “Upi, ini kakak-kakaknya mau lihat aja, nggak papa kan?”
Anak itu tadinya menunduk pun mengangkat kepalanya, “boleh, kakak namanya siapa?”
Dan kami pun berkenalan satu sama lain.
Aku yang bertugas memperhatikan sifatnya pun mulai meneliti semuanya dan memastikan tak ada yang tertinggal.
Dia pintar dan polos.
Itu pendapat pertamaku pada anak pertama yang dipanggil Upi.
Saat itu dia sedang diajar bahasa inggris.
Padahal ia sudah kelas dua smp tapi dari pelajaran yang diajarkan seperti pelajaran kelas dua sd.
Setelah aku tanya pada gurunya, hal itu memang sengaja karena mereka tidak terlalu mementingkan prestasi akademik mereka.
Memaksakan mereka untuk belajar hal yang sama seperti anak normal bisa dibilang sulit.
Jadi mereka lebih mementingkan bakat yang terpendam yang ada di dalam anak tersebut.
Hanya beberapa anak yang sudah diketahui bakat dan kelebihannya, sedangkan yang lainnya masih belum dapat dipastikan.
Contohnya Aga.
Aku benar-benar takjub sama kemampuannya.
Dia bisa menebak hari saat kita menyebut tanggal dari tahun 1945 sampai 2045 *kalo nggak salah, lupa aku*.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita singkat langsung -end-
Romansacerita pendek tentang manis dan pahitnya cinta. Love is......