Chapter~5

29 5 0
                                    

Happy Reading 💙

🌸

"Papa berangkat dulu ya" Suara bariton milik Fero menggema ke ruas-ruas ruangan itu, Fero saat ini berdiri di ambang pintu dengan stelan jas hitam pekat dan dasi biru tua yang melekat di tubuhnya. Disampingnya juga sudah tertata rapi koper silver miliknya.

Hari ini Fero harus segra meninggalkan rumahnya di Jakarta, karna harus kembali ke Surabaya untuk mengelola perusahaan pertambangan miliknya.

Zasya, Tifanni maupun Reygan juga sudah berdiri di ambang pintu berornamen perak itu, mengisyaratkan mereka sudah siap melepas kepergian Fero. Padahal hari ini minggu, namun Fero harus kembali hari ini juga.

"Hati-hati pa" Zasya terlebih dahulu bersuara. Gadis berkulit putih pucat, tinggi semampai ,bermata bulat, rambut se bahu dengan anak rambut yang hampir menutupi alisnya itu menyalimi ayahnya, menatap dengan mata lentik bermanik hitam bersinar miliknya, ada kesedihan di dalam mata itu, kerinduan akan Fero belum sepenuhnya terobati, namun sekarang rindu itu kembali menabung kepada awan.

Hanya senyum hangat Fero yang kembali di dapat zasya. Lagi dan lagi, meski agak kecewa Zasya kembali menarik lengkungan pelangi di bibirnya menjadikan senyuman yang walau terkesan dipaksakan namun masih mampu menunjukkan pesonanya.

Tifanni yang sedari tadi hanya menyaksikan salam perpisahan antara ayah dan anak itu kini kembali menghancurkan keheningan yang tercipta diantara mereka. Tifanni berjalan mendekati Fero dan sedikit menyenggol Zasya sehingga zasya sedikit terdorong ke belakangnya meski tidak jatuh membentur lantai.

Tifanni memeluk Fero, hanya sebentar kemudian tersenyum lebar dihadapan Fero.
"Cepat pulang ya pa" katanya.

Fero menyentuh puncak kepala Tifanni dan mengacak halus rambut Tifanni.
"Iya ma" ujar Fero dengan membeberkan susunan gigi rapinya.

"Tu kan, papa mama kalo udah romantisan gitu anaknya di lupain nih" Reygan menyela disela-sela situasi itu. Fero dan Tifanni seketika menoleh ke arah Reygan. Mereka tertawa beriringan.

Fero membentangkan tangannya mengisyaratkan Reygan mendekat dan dan juga memeluknya, Reygan yang menerima sinyal itu langsung mempercepat langkah mendekati Fero dengan tangan yang sudah mengacung ke depan.

"Keluarga bahagia" batin zasya yang menyaksikan itu, ketiga orang di depannya saling berbagi tawa dan saling memberi kehangatan, sedangkan dirinya seolah tak dianggap dan ditiadakan. Sendiri menikmati tontonan ketiga keluarganya itu, menyakitkan dan menyesakkan.

"papa liat zasya" zasya membatin seolah berteriak, bibir pink pucat itu bungkam hanya membentuk garis lurus, Manik hitam berbinar itu kini digenangi  cairan bening yang siap jatuh kapanpun ia mau.

Zasya memperkuat genggaman tangannya, menguatkan perasaan dan menguatkan hatinya, Semuanya harus ia tahan walau tak terelakkan.

Selepas itu, Fero mulai melangkah menjauh dari rumah itu dan memasuki mobil bewarna silver miliknya pribadi. Tak sampai 5 menit, mobil itu tak terlihat lagi dari pekarangan rumah mereka.

Rumah itu kembali suram lagi, kehangatan yang sekejap kembali dibekukan sang waktu.

Zasya masih mematung di tempat masih menatap kepergian Fero matanya tak lepas dari tempat mobil ayahnya semula berada.

Tifanni memutar tubuhnya menatap Zasya, yang lebih pendek darinya. Zasya tak menatap balik, malah lebih menatap rapatan kakinya yang terbungkus oleh sendal bulu berbahan gabus miliknya. Sedangkan reygan malah memilih tidak ikut campur dan langsung pamit undur diri ke rumah temannya.

Because of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang