BAGIAN 3

10 1 0
                                    

            Seperti biasanya, suasana kantin saat pagi lebih sepi daripada saat istirahat. Sebagian besar pelajar pasti lebih memilih untuk sarapan di rumah bersama keluarga. Abel menyangga kepala dengan tangannya sambil menatap cowok yang duduk di hadapannya. Moodnya sedang bagus karena usahanya satu minggu terakhir membuahkan hasil.

"Jangan lihatin gue terus." Kata Mario yang merasa risih dengan tatapan yang ditujukan padanya sejak tadi.

"Kenapa?" tanya Abel pura-pura tak tahu.

"Risih," jawab Mario cuek.

Bibir Abel mengerucut. Tangannya diletakkan di atas meja seperti murid teladan. Ia tak mau ambil pusing karena penolakan Mario. Jika ia lebih agresif, mungkin saja untuk mendekati Mario jadi lebih sulit.

"Dua bubur kacang hijau sudah siap.." kata Mbak Siti, penjual bubur kacang hijau di kantin sekolah. Wanita paruh baya itu membawakan dua mangkuk bubur kacang hijau dan meletakkannya di atas meja Abel dan Mario.

"Tumben mbak Abel sama pacarnya. Biasanya sendirian?" tanya Mbak Siti dengan tersenyum ramah. Senyum Abel mengembang mendengar ucapan Mbak Siti. Apa ia dan Mario terlihat seperti pasangan ya?

"Kita nggak pacaran Mbak," jawab Mario kemudian memilih untuk menyantap bubur kacang hijau di depannya. Cowok itu seolah mendirikan dinding pembatas agar tak terlibat lebih jauh lagi dengan Abel. Abel sendiri malah tersenyum geli. Entah kenapa penolakan Mario jadi terdengar manis di telinganya.

"Loh.Bukan?" tanya Mbak Siti dengan perasaan tidak enak.

"Bukan pacar mbak. Masih proses," jawab Abel.

"Owalah, masih proses. Oke, semangat mbak Abel!" ucap Mbak Siti memberikan semangat. "Makasih mbak," ucap Abel. Mbak Siti pun meninggalkan mereka berdua dan melanjutkan pekerjaanya.

"Udah kenyang. Gue balik ke kelas duluan," kata Mario. Cowok itu tak peduli dengan bubur kacang hijau yang masih tersisa separuhnya.

"Kok udah sih? Gue kan belum sarapan sesuap pun," keluh Abel.

"Gue udah lakuin yang lo mau. Jadi besok jangan tungguin gue lagi di parkiran!" tegas Mario. Cowok itu membalikkan badannya. Setelah membayar semangkuk bubur kacang hijau ke Mbak Siti, ia meninggalkan Abel tanpa sepatah kata pun lagi.

Abel menghela nafas panjang. Melihat punggung yang semakin menjauh itu membuatnya kesal sendiri. Padahal selama satu minggu ini ia sengaja melewatkan sarapan di rumah supaya bisa sarapan bersama Mario. Selama satu minggu itu juga ia selalu memesan bubur kacang hijau d warung Mbak Siti karena warung yang lainnya belum ada yang buka pagi-pagi.

Terlalu sering sarapan dengan menu yang sama, melihat semangkuk bubur kacang hijau yang belum tersentuh itu pun membuatnya tak berselera. Ah, sial.

***

Kelas 11 IPA 4. Di bangku nomor tiga dari pintu baris ke tiga. Seorang cewek dengan rambut yang dicepol sedang duduk termenung. Pandangan matanya kosong, namun ada sesuatu yang berkecamuk di pikirannya.

"DORRR!!!" Seorang cewek berambut pendek sebahu tiba-tiba muncul dan mengejutkan Abel. Mata Abel membelalak karena saking terkejutnya karena cewek berkacamata yang entah muncul dari mana.

"Mia!!!" pekik Abel. Abel menoyor kepala Mia. "Gila ya. Kalau gue jantungan gimana?" omel Abel.

"Dih. Kenapa sih pagi-pagi udah ngomel?" tanya Mia heran melihat raut wajah Abel yang tampak kesal. Abel memalingkan wajahnya. Cewek itu merasa malas untuk membahas tentang usaha kerasnya yang sia-sia.

"Gue tahu nih. Pasti ada hubungannya sama Mario kan?" duga Mia. Lagi-lagi Abel enggan untuk membahasnya dan lebih memilih diam sambil sesekali menghela nafas.

"Lagian lo aneh banget. Ada cowok kayak si ketos yang udah pasti suka sama lo, eh malah milih ngejar cowok dingin macem Mario." Kata Mia.

"Mia. Gimanapun, cowok dingin itu lebih menggoda tau!" ujar Abel dengan mantap.

Mia membenarkan kacamatanya yang melorot seraya berkata, "Ya udah, kejar aja sana sampai bumi jadi datar!" kata Mia yang tak habis pikir dengan pola pikir Abel. Sebagai teman lamanya, Mia pun sudah tau dengan watak keras Abel. Jika temannya itu sudah menginginkan sesuatu, ia akan mengejarnya sampai dapat.

"By the way, Hana mana?" tanya Abel. "Di kelasnya. Lagi nyalin tugas." Jawab Mia.

Abel mengangguk-angguk seraya membulat kan bibirnya. Berbeda dengan Abel dan Mia yang di kelas IPA 4, Hana terdampar sendirian di kelas IPA 1. Padahal mulanya mereka berdua satu kelas, tapi karena sekolah tahun ini menerapkan untuk mengacak kelasnya mereka jadi terpisah.

INFALLIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang