BAGIAN 12

9 1 0
                                    

Pagi ini matahari masih malu menunjukkan sinarnya. Bahkan ada secercah awan gelap tampang mengelilingi. Rintik-rintik air mulai membasahi tanah. Walau cuaca begitu tak bersahabat, lain lagi dengan suasana di kelas IPA 1 yang dipenuhi hiruk pikuk anak-anak yang membentuk lingkaran di meja.

Mereka membahas berita hangat yang baru beredar pagi itu. Tampak Jeno, si manusia kepo juga tak mau kehilangan posisi penting untuk mendengarkan berita tersebut dengan seksama.

Di sisi lain, Reyhan yang sedang sibuk menyetem senar gitarnya dan Mario yang baru saja datang memasuki kelas.

"Udah sehat?" tanya Reyhan.

Mario memicingkan mata seraya berkata, "Lo yang kasih tau alamat rumah gue ke cewek itu ya?"

"Hehe. Iya. Soalnya kemarin gue ada urusan di klub musik yang gak bisa ditinggal dan Jeno juga ada acara di rumahnya. Jadi kita sama-sama gak bisa jengukin lo," jelas Reyhan sambil cengengesan.

"Ya harusnya lo tanya ke gue dulu lah,"

"Iya-iya..maaf. Lainkali nggak."

"Percuma lah. Dia kan udah tau rumah gue,"

"Ya terus lo mau gimana?"

Mario diam. Kemudian mengangkat kedua pundaknya.

"Woyy!!! Berita Terkini!!! Ratu beruang diduga melakukan kekerasan terhadap siluman ular hijau dan kini sedang disidang di ruang iblis!" seru Jeno tiba-tiba dengan suara yang nyaring. Jeno meniru intonasi dari pembaca berita di televisi dengan kecepatan bicara seperti rapper handal.

"Apa sih kodok! Kagak jelas lo!" umpat Reyhan kemudian hendak menendang kaki Jeno, namun cowok yang sadar kakinya terancam itu langsung mengelak dengan mengambil langkah mundur.

"Si Anabel lagi disidang tuh di ruang kepsek," jelas Jeno dengan bahasa manusianya.

"Emang Ana-, eh Abel kenapa?" tanya Reyhan sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang tampak gaduh. 90% dari mereka sedang membahas hal yang sama.

"Katanya abis mukul si Cindy, anaknya kepsek," jelas Jeno lagi.

"Hahahh..gila! Emang pantes ya Abel dijuluki Queen. Itu anak gak ada takut-takutnya ternyata," ujar Reyhan sambil tertawa renyah.

"Lo gak mau nyamperin Abel, Yo?" tanya Reyhan pada Mario.

"Gak," jawab Mario sigap. Cowok itu bahkan menjawab tanpa menoleh ke arah lawan bicara.

Seolah benar-benar tak peduli dan menutup mata dengan keadaan di sekitarnya. Lain dengan Mario, lain lagi dengan kedua temannya. Begitu melihat Hana memasuki kelas, Jeno dan Reyhan langsung menghampiri Hana untuk menanyakan Abel.

"Abel gak akan nyakitin orang kalau dia nggak disakitin duluan," kata Hana pada Reyhan dan Jeno.

"Terus sekarang Abel gimana?" tanya Reyhan.

"Apanya yang gimana? Abel nya aja belum keluar. Jadi gue gak bisa nanyain ke dia," kata Hana.

"Yahh.." desis Jeno.

"Kenapa lo?" tanya Reyhan.

"Kangen sama Abel?" tanya Reyhan lagi.

"Iya,"

"Hah?"

"Kangen sama makanannya,"

Reyhan menjitak kepala Jeno dengan kuat sampai-sampai Jeno meringis kesakitan sambil mengusap-usap kepalanya. Hana geleng-geleng kepala melihat kelakuan dua teman sekelasnya yang kini malah saling adu mulut itu. Dari tempat duduknya, Hana melihat Mario yang tak peduli pada lingkungan sekitar. Selain tubuhnya yang seperti patung karena se-inchi pun tak bergeser, tangannya sibuk mencoret-coret kertas soal di atas meja.

"Itu si Mario ngapain? Cuek banget sih?" tanya Hana dengan agak berbisik.

"Oh. Biarin aja. Dia emang begitu orangnya," jawab Reyhan dengan santai kemudian disambut anggukan Jeno mengiyakan.

"Heran. Kenapa sih Abel bisa suka sama Mario. Ganteng sih. Tapi kalau kelewat dingin begitu sih amit-amit," batin Hana.

***

Sebuah ruangan ukuran 4 x 5 cm yang didominasi oleh warna hitam dan putih. Ada lukisan kepala sapi yang cukup besar. Lukisan itu menempel di dinding belakang kursi Kepala Sekolah. Entah kenapa bagi Abel sekarang lukisan kepala sapi itu mengingatkannya pada guru menyebalkan yang sedang ada di hadapannya sekarang.

Bu Indri, wakil kepala sekolah SMA Andromeda. Wanita yang kesehariannya sering berdandan lebih menor itu menatap Abel seolah ingin memangsa siswinya saat itu juga. Sedangkan Abel masih tampak tenang dan tak terlalu khawatir dengan guru yang ada di hadapannya.

Bu Indri adalah wakil kepala sekolah. Perilakunya pun tak jauh berbeda dengan kepala sekolah yang sering sewenang-wenang dengan kekuasaannya. Sudah jadi rahasia umum kalau Bu Indri itu tangan kanannya Kepala Sekolah.

Jadi kalau ada masalah apapun dengan sekolah dan melibatkan kepala sekolah, Bu Indri lah yang membereskan masalah tersebut atas perintah kepala sekolah. Kebetulan, hari ini Kepala Sekolah ada urusan penting sehingga yang menginterogasinya kali ini diserahkan pada wakil kepala sekolah, Bu Indri.

Jangan tanyakan kenapa Abel tak diinterogasi oleh guru konseling lainnya. Tentu saja hal itu karena orang yang ia hantam kemarin adalah anaknya si kepala sekolah

"Mirip," gumam Abel sambil membandingkan rupa Bu Indri dengan lukisan kepala sapi.

"Apa kamu bilang?" tanya Bu Indri tiba-tiba. Ah, tapi untungnya beliau tak menyadari apa yang digumamkan Abel.

"Nggak ada apa-apa kok, Bu Indri," jawab Abel dengan santai.

"Kamu tahu kenapa kamu dipanggil?" Tanya Bu Indri dengan nada menginterogasi.

"Nggak bu," jawab Abel. Cewek yang rambutnya dikepang dua itu sama sekali tak menunjukkan rasa takut.

"Karena kamu sudah melakukan tindak kekerasan di dalam sekolah," jelas Bu Indri. Abel tersenyum sinis. "Ada apa?" tanya Bu Indri yang heran melihat gelagat Abel.

"Cuma karena itu bu? Bukan karena orang yang saya pukul?" tanya Abel dengan penekananan pada kata orang.

"Kamu tahu tidak siapa yang kamu pukul?" tanya Bu Indri yang agak kesal karena sikap Abel yang dianggapnya tidak sopan.

"Tahu. Siluman ular hijau dan antek-anteknya kan?" jawab Abel dengan santainya.

"Abel!" Seru Bu Indri yang meninggikan suaranya. Walaupun melihat itu, Abel sama sekali tak gentar.

"Canda, Bu. Saya memang memukul Cindy karena dia duluan yang menampar saya," jelas Abel membela dirinya.

"Ibu gak mau tahu. Kamu harus minta maaf sama Cindy dan Kepala Sekolah. Cindy hari ini sampai tidak masuk karena ulah kamu," kata Bu Indri.

"Saya juga gak mau tahu. Karena bukan saya yang salah, jadi saya nggak akan minta maaf pada siapapun termasuk Kepala Sekolah," kekeh Abel.

"Abel! Kamu..."

Bu Indri membetulkan kacamatanya yang melorot. Tampak dari gelagatnya yang sudah mulai lelah karena berdebat dengan Abel yang kekeh dengan pendiriannya. Cindy tak dapat menyembunyikan bibirnya yang tersungging dengan penuh kemenangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

INFALLIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang