BAGIAN 10

12 1 0
                                    

Mario masih berdiri diam di ambang pintu rumahnya. Membiarkan cewek yang masih lengkap dengan seragam sekolahnya memaksa masuk ke dalam rumahnya. Mario menghela nafas berat kemudian mengikuti Abel yang sudah duduk manis di sofa ruang tamu.

"Lo sendirian?" tanya Abel. Cewek itu daritadi celingukan mencari sosok penghuni rumah lantai dua yang dua kali lebih luas dari rumahnya.

"Ya." Jawab Mario singkat. Cowok itu bahkan tak punya tenaga untuk meladeni tamu, apalagi tamunya seperti Abel.

"Papa mama lo gak ada di rumah?" tanya Abel lagi.

"Gak." Jawab Mario lagi.

"Memangnya mereka ke mana? Kerja? Kerjanya apa?" tanya Abel bertubi-tubi. Mario hanya diam dan tak ada niat untuk menjawab pertanyaan Abel kali ini. Kepalanya sungguh pening. Rasanya ia ingin segera kembali ke kamarnya.

Abel beranjak dari duduknya kemudian menghampiri Mario yang duduk berseberangan dengannya. Abel menempelkan telapak tangannya untuk mengecek suhu tubuh Mario.

Tak seperti kemarin saat Mario menepis tangan Abel, kali ini Mario hanya diam saja dan menatap cewek dengan raut wajah cemas di depannya.

"Udah makan?"

"Udah"

"Udah minum obat?"

"Udah"

Mario beranjak dari tempat sofa seraya berkata, "Gue mau tidur. Lo pulang aja sekarang.". Setelah berkata seperti itu, Mario meniti tangga menuju kamarnya di lantai dua. Meninggalkan Abel yang masih memasang raut wajah cemas.

***

Sebuah kamar yang didominasi oleh warna hitam dan putih. Meja belajar yang tertata rapi di sudut kamar. Rak buku tiga tingkat dengan tingkat pertama yang dipenuhi oleh miniatur-miniatur iron man dan tinggat dua dan tiga terisi penuh dengan buku-buku sekolah.

Sebuah ranjang king size dengan seseorang yang tengah berbaring di atasnya. Abel hanya bisa memandangi cowok itu tertidur pulas setelah mengganti kain di kening Mario untuk mengompres. Suasana kamar yang hening itu hanya diisi oleh dentingan jarum jam dan suara air kompresan silih berganti.

Saatnya mengganti kainnya. Abel hendak mengambil kain dari kening Mario untuk menggantinya. Namun tiba-tiba pergelangan tangan Abel dicengkeram kuat oleh Mario yang baru saja membuka matanya. Sakit. "Mario." panggil Abel.

Mario beberapa kali mengerjapkan matanya. Cowok itu memperjelas pandangannya dan seketika melepas cengkeraman tangannya dari pergelangan tangan Abel. "Lo? Lo masih di sini?" tanya Mario yang sudah dalam posisi duduk.

Mario mengedarkan matanya ke jam dinding yang terletak di atas meja belajarnya. Jam 7 malam. Mario mengacak-acak rambutnya, mengingat kejadian sebelumnya. Seingatnya, ia sudah menyuruh Abel untuk pulang tadi siang.

Abel menempelkan telapak tangannya lagi untuk mengukur suhu tubuh Mario. "Panasnya udah turun!" kata Abel dengan raut wajah gembira. Cewek itu tak dapat menyembunyikan lesung pipinya saking senangnya.

"Lo pasti lapar. Ayo makan malam!" ajak Abel. Cewek itu membereskan kain dan baskom berisi air kompresan. Mario mengernyitkan dahinya karena heran. "Di sini gak ada makanan." kata Mario.

"Ada." Kata Abel. Cewek itu membawa kain dan baskom keluar dari kamar Mario. Mario yang merasa badannya sudah lebih bugar daripada tadi siang langsung beranjak dari ranjangnya.

Semangkuk bubur ayam sudah tersaji di atas meja makan lengkap dengan sendoknya. Mario masih terdiam menatap Abel yang sedang menuangkan air mineral di gelas. "Jangan terharu dulu. Ini kan baru permulaan." Kata Abel. Cewek itu senang bukan main melihat Mario yang bahkan tak protes lagi karena keberadaannya di sini.

Mario dengan wajah datarnya kemudian duduk setelah dipaksa duduk oleh Abel. "Selamat makan!" kata Abel sambil memasang senyum manisnya. Abel menatap Mario. Cewek itu memberi isyarat pada Mario untuk mencoba bubur ayam di hadapannya lebih dulu.

"Gimana? Enak?" tanya Abel. Mario mencerna sesuap bubur ayam yang baru masuk ke dalam mulutnya. Wajah datar itu membuat Abel bingung. Kenapa cowok itu tak memberikan respon apapun setelah mencicipi masakannya? Enak atau tidak?

Namun, melihat cowok itu dengan santai menyuapkan sendok demi sendok ke dalam mulutnya, Abel pun ikut mencicipi bubur ayam yang ia buat. Kebetulan tadi ia belum sempat mencicipinya setelah selesai membuat bubur ayam itu.

Abel membelalakkan matanya seraya berkata, "Asin!".

Abel beranjak dari kursinya. Cewek itu dengan sigap mengambil mangkuk milik Mario. "Jangan dimakan. Gue bikini yang baru. Eh, gue beliin aja di luar." Kata Abel. Cewek itu bicara dengan cepat seperti orang nge-rap karena panik sendiri setelah mencicipi bubur ayam buatannya.

"Gak bisa bikin lagi. Di kulkas gak ada bahan masak lagi." Kata Mario dengan tangan yang masih memegang sendok.

"Ya kalau gitu gue beliin aja di luar. Lo tunggu di sini." Kata Abel. Cewek itu segera mengemasi peralatan makan di meja makan. Ia hendak keluar dan mencari makan malam untuk Mario.

"Lama. Gue lapar." kata Mario. Cowok itu kemudian mengambil kembali semangkuk bubur ayam dan meneruskan makannya.

"Mario. Itu asin banget!" ujar Abel. Wajah cewek itu kembali panic melihat Mario memakan dengan lahap bubur yang baginya tak layak disebut bubur. Niat hati membuatkan bubur agar Mario yang sakit bisa lebih mudah menikmati makanannya. Tapi yang ia suguhkan malah racun berkedok bubur ayam.

Abel menghela nafas berat. Bubur ayam yang tadi sudah lenyap dari mangkuk. Cewek itu masih menatap Mario yang masih meneguk segelas air mineral yang tadi sempat ia tuangkan.

"Asin." Kata Mario.

Oh God! Rasanya Abel ingin menyembunyikan wajahnya saja. Cewek itu panik dan merasa malu sendiri karena menyajikan makanan tak layak untuk Mario.

"Maaf." Ucap Abel dengan kepala tertunduk.

"Buat?"

"Karena Asin,"

Mario diam sejenak. Cowok itu menatap lekat wajah cewek yang tampak merasa bersalah hanya karena memberinya makanan yang sedikit asin. Oh, bukan sedikit sih. Sangat asin lebih tepatnya.

Mario menaikkan sudut bibirnya. Cowok itu tak kuasa menahan tawanya lagi. Abel tersentak. Ia mendongakkan kepalanya dan melihat seorang Mario menatapnya sambil tersenyum. Abel yang heran, mengernyitkan dahinya. Apa mungkin bubur ayamnya tadi memiliki efek samping hingga membuat es seperti Mario yang selalu memasang wajah datar kini sedang tersenyum. Bahkan tersenyum padanya. Apa sih? Memangnya makanan asing bisa seberbahaya ini ya? Makanannya asin, tapi kenapa cowok di hadapannyamalah terlihat manis?

INFALLIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang