Chapter 7 - Rook as Rock

1 0 0
                                    

Sekolah pun dimulai. Aiden dan Ilda kelas yang sama. Mereka duduk berdampingan karena Ilda yang memintanya. Ilda memberikan jimat dan selalu mempertkuat jimatnya. Aiden hanya bisa mengikuti kata Ilda. Mereka juga satu asrama karena tempat tinggal mereka cukup jauh dan tempat sekolahnya lebih terpencil dibandingkan arena kemarin.

Sebelum itu beberapa hari yang lalu. Ilda datang ke rumah Aiden. Di rumah yang kecil namun nyaman. Ilda melihat seorang wanita masuk ke dalam. Dia seperti Aiden dan warna alirannya sama hanya lebih pudar. Ilda duduk sementara Aiden membawakan minum. Ilda menyuruh kakak Aiden untuk duduk sebentar.

Mereka duduk kemudian Ilda memperkenalkan diri. "Perkenalkan, saya Ilda Thremore. Saya temannya Aiden yang memberikan kartu siswanya"
"Aku, Fressa Reonelas, kakaknya Aiden. Terima kasih sudah menjaga adik saya"
"Ah, bisakah saya membaca telapak tangan kakak ?"
"Fressa saja, kau tidak perlu formal" Dia memperlihatkan kedua telapak tangannya. Ilda membacanya kemudian terhenti sejenak.
"Kak Fressa ?"
"Ada apa ? Kau melihat sesuatu"
"Kakak... punya pacar... akan menikah dalam waktu dekat. Dia pria yang..."
"Woaaaah berhenti ! berhenti !"
"Kenapa kau membaca jodoh orang ?" Aiden terlihat malu.
"Ah maafkan saya. Seharusnya aku membaca yang lain" Ilda lanjut membaca lagi hingga selesai. "Aku melihat aliran yang sama dengan Aiden namun pudar. Itu karena trauma masa lalu. Kakak bertahan dan membangun ini semua serta membesarkan Aiden sendiri. Kakak adalah Flame Fencer namun aku ingin bertanya... kenapa kakak seperti ini ?"

Fressa menatap semuanya kemudian bercerita. Dia adalah anak yang cerdas. Namun saat kedua orang tuanya meninggal dia harus hidup di rumah peninggalan neneknya yang dulu merawatnya selama dua tahun. Keduanya dibunuh oleh seseorang sewaktu dia sekolah dan mendapati adiknya yang masih selamat. Lalu saat neneknya meninggal dia diberi jimat.

"Jimat ?! Bisa kakak tunjukkan ?"
"A... ada apa ?" Aiden terlihat serius kemudian berdiri dan mengambil jimat itu.
"Ini... sudah dipenuhi oleh aura jahat" Ilda mengeluarkan korek api. "Kalian tidak keberatan jika aku membakarnya ?"
"Mem...membakarnya ? Ta...tapi ?"
"Percayalah dengannya kak" Seraya menepuk pundak kakaknya. "Memang itu kenang-kenangan yang diberikan yang tersisa dari nenek kita tapi... dia lebih tau"
"Haaah, jika kakak tidak mau..." Ilda mengeluarkan sebuah kantung kecil. "Kantung ini berisi beras. Kalian tanam ini dan letakkan jimat itu disana. Jimat itu akan pulih dan bisa digunakan kembali dan kalian memiliki persediaan beras untuk dimakan"

Fressa sedikit bingung dengan pernyataan Ilda. Kemudian hening sejenak dan Fressa langsung mengulurkan tangannya ke arah Ilda. Ilda memberikan bungkusan beras kemudian dia mulai menyiapkan tempat. Aiden tampak kebingungan namun ternyata berhasil.

Jam istirahat tiba. Semuanya tampak sibuk di dalam kelas. Aiden berdiri dan pergi ke luar dan diikuti dengan Ilda. Tiba – tiba ada suara bisikan dari dalam kelas sesaat Aiden keluar dari kelas. Aiden melangkah dengan cepat dan Ilda terus mengikutinya.

"Hei, Ilda !" Aiden berhenti melangkah. Ilda berhenti dibelakangnya. "Apakah kau tidak sadar dengan pandangan orang – orang di kelas ?"
"Kenapa kau harus peduli ? Aku hanya akan membuat kelompok kita menjadi kuat" Ilda kemudian berjalan dan menghadap ke arah Aiden dengan menatap mukanya. "Kau tidak perlu mendengarkan kata mereka. Karena kita masuk lebih berat dari mereka"

Suara gaduh muncul dari di dalam toilet sekolah. Mereka berlari kemudian menemukan seorang pria yang tampak culun dan imut sedang bertengkar dengan beberapa siswa lain. Aiden mencoba melerai tetapi Ilda melarangnya.

"Dia yang kita cari..." Bisiknya. "Sebaiknya kita menghindari dulu atau kita akan mendapatkan masalah"
Aiden dengan tidak rela mengangguk kemudian pergi menjauh dan bersembunyi. "Kenapa kita bersembunyi" Tanyanya.
"Kau tidak akan percaya kalau dia sedang mengumpulkan energi untuk meledakkan orang-orang itu" Ilda mengeluarkan sebuah bola ukuran bola basket kemudian memunculkan beberapa informasi. "Dia adalah Maiden. Namun identitasnya tidak boleh terbongkar. Siapapun yang berani melukainya. Orang itu akan lenyap semalam"
"Lalu kenapa kita tidak kita lerai ? Kita hanya ingin sebuah perdamaian"
"Itulah masalahnya. Baik atau jahat dirimu. Dia akan memburumu hingga fajar. Jika tidak berhasil penandanya akan menghilang" Ilda menyimpan kembali bola itu. "Kau tau kan, seberapa penting dirimu bagiku dan kakakmu. Jika kau ingin mati aku tidak akan menghalangi tapi hanya kau tersisa dari kaummu"

Magia : Returning The QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang