Chapter 8 - Pertemuan Sederhana

3 0 1
                                    

Merian berjalan dan mengingat-ingat kejadian kemarin yang membuatnya geram. Dia berhenti didepan ruangan. Dia membuka pintu kemudian tampak sebuah ruangan rapih dengan sebuah meja, beberapa kursi, sebuah sofa dan beberapa peralatan masak. Aiden sedang membaca buku dan Ilda sedang melipat-lipat kertas. Kertas-kertas yang terlipat kemudian bergerak seperti makhluk hidup.

Merian duduk kemudian menatap tajam mereka berdua. Dia mulai kesal kemudian memukul meja. "Aaah.. kau mengganggu latihanku..." Ilda menatap balik Merian membuat dia terdiam. Dia tidak mengerti apa yang dilakukan mereka berdua. "Seharusnya kau memanfaatkan kekuatanmu disini, ruangan ini tidak akan hancur kecuali kau membuat sebuah lubang hitam"

Merian berdiri dan mulai menghancurkan barang-barang disekitar dan memang barang tersebut utuh kembali. Dia melampiaskan kekesalannya hingga dia kelahan dan tidur di sofa. Aiden menutup bukunya dan berdiri.

"Sepertinya dia sudah tenang" sambil mendekat. "Kau jahat juga membiarkan dia kelelahan"
"Aku tidak jahat, dia sendiri ingin melampiaskan semuanya" Ilda menepuk tangan sekali dan kertas tersebut tidak bergerak lagi. "Apa kau penasaran dengan isi mimpinya ?"
"Sedikit... tapi..." Ilda langsung menggenggam tangannya dan mulai memegang kepala Merian lalu mereka tertidur.

Aiden dan Ilda berada disebuah ruangan dengan banyak pintu. Setiap pintu adalah memori dari Merian. Tidak ada emosi baik yang muncul dan hanya amarah dan keinginan membunuh yang menyelimuti setiap pintu.

Suara merintih muncul disalah satu pintu mengundang mereka untuk membukanya. Aiden mulai membuka dan tiba-tiba mereka muncul disebuah ruangan gelap dan lembab. Tampaknya mereka berada dibawah tanah. Dari kejauhan terdengar suara lonceng mengarah ke bawah.

Mereka berjalan dengan perlahan dan menemukan sebuah tempat persembahan yang disana terdapat orang-orang dengan pakaian tertutup dan menghentakan tongkat berlonceng. Suara bisikan mantra juga mengiringi suara lonceng. Tiba-tiba dari belakang mereka terdengar suara langkah kaki.

"Kita tidak perlu bersembunyi karena ini hanya ingatan dia..." Aiden mengangguk kemudian mendekat.
"Sebaiknya kalian cepat menekan kekuatan didalamnya. Kekuatan ini sangat berbahaya. Semakin dia bertambah usia, kekuatannya juga semakin kuat. Kita perlu menyegelnya dengan kuat hingga tidak ada yang terluka... Ini demi kebaikannya"
"Sebaiknya kita juga harus keluar..."
"H...hei tu..tunggu... !"

Mereka kembali sadar. Aiden ingin mengatakan sesuatu tetapi dihalangi oleh tangan Ilda. Dia menyuruh Aiden untuk bersembunyi. Aiden mengangguk kemudian bersembunyi. Merian kemudian sadar dan menatap tajam ke arah Ilda. Tanpa ada kata-kata dia mulai menyerang Ilda.

Setelah sekian lama bertarung dengan tangan kosong akhirnya mereka berhenti sambil terengah-engah. Merian menunduk "Kenapa kau mengintipnya... ? Bahkan melihat kenyataan aku disiksa belum saja cukup untukmu !" Dia kembali memukul tetapi dengan sigap Aiden menahan pukulan Merian sambil menggenggam erat tangannya. "Cih... menyebalkan !" Merian menepis tangannya kemudian berbalik.

"Aku pikir aku bisa menyelesaikan ini..." Kata Ilda kemudian muncul lingkaran sihir di bawah Merian kemudian menghilang. "Huft... kau bisa berterima kasih lain kali..." Katanya sambil berbalik dan duduk.
Merian berbalik kemudian berjalan kearah Ilda dan menarik kerah bajunya. "A...apa yang kau lakukan... ? Apa itu tadi ?!"
"Haaah, kau seharusnya mengerti tapi akan aku perjelas lagi. Kita memiliki kemampuan mempelajari kekuatan lain yang bukan spesifik. Misalnya Aiden, dia adalah Flame Fancer namun juga seorang Enchanter. Aku seorang Chronomancer, juga Trickster"
"T... Trickster... Ta...tapi..." Ilda menatap Aiden dengan tajam.
"Kau menyembunyikan sesuatu ?!"
"Haaah, ini gara-gara kau..." Ilda menatap tajam Aiden lagi. "Jika kau ingin penjelasan silahkan duduk, jika tidak keluarlah dari sini..."

Magia : Returning The QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang