6. JATAYU DAN SINTA

3K 72 2
                                        

Sarpakenaka pulang ke Alengkadirja, mengadukan perlakuan Laksmana kepada kakaknya, Rahwana.
"Tunggu, tunggu," potong sang Prabu, "Laksmana adiknya Rama? Yang beristrikan Sinta?"
"Betul, Kanda."
"Ayo, kita berangkat!"

Kakak beradik raksasa itu menuju hutan Dandaka, bahagia dengan pikirannya masing-masing. Sarpakenaka merasa mendapatkan pembelaan kakaknya, sementara Rahwana berangkat dengan penuh kerinduan kepada Sinta.

*

"Kanda Rahwana!" Sinta memeluk dengan kerinduan yang sama.
Rama sedang berburu, Laksmana mencari kayu bakar, tapi baru mencium sekecup dua kecup, hidung raksasa itu mencium bau manusia mendekat.
"Kekasihku, aku akan menjemputmu. Aku akan memancing Rama dengan seekor kijang kencana."
Lalu Rahwana pergi.

Malam itu Sinta tak bisa tidur, memikirkan kekasihnya yang pertama, lelaki yang telah mendapatkan keperawanannya. Laksmana juga tak bisa tidur memikirkan kakak iparnya. Suara erotis dari kamar sebelah sudah lama berhenti, tapi Sinta tak kunjung muncul menemuinya. Mau diapakan pentungan yang teracung ini?

*

Besoknya mereka bertiga sedang bersantai di depan pondok ketika Sinta melihat seekor kijang kencana yang lucu. Ia mendekatinya, ingin mengelus, tapi kijang itu menjauh.
Awalnya hanya berlari sekitar pondok, seperti mengajak gadis itu bermain. Ketika sampai di belakang, di tempat yang tidak kelihatan dari pandangan para ksatria itu, kijang itu berkata, "Putri, hamba utusan Prabu Rahwana. Mintalah Rama dan Laksmana pergi menangkap hamba, supaya beliau bisa menjemput Tuanku Putri."

Memutar ke depan pondok, Sinta terengah-engah mendekati Rama.
"Kanda, tolong tangkap kijang itu," pintanya penuh harap sambil memeluk pinggang suaminya.
Rama langsung luluh hatinya, ia segera berlari mengejar sang kijang, berpesan supaya Laksmana menjaga istrinya.
Kijang kencana yang dikejar Rama bukan sembarang kijang, ia jelmaan Kalamarica, kekasih gelap Sarpakenaka. Rahwana menyuruhnya memancing pemuda itu pergi dari pondok, sejauh-jauhnya. Karena itu ia bersikap jinak-jinak merpati, ketika Rama berhenti mengejar karena capai, iapun berhenti sambil merumput. Namun saat pemuda itu mendekat diam-diam, di waktu yang tepat Kalamarica berlari lagi. Tak terasa Rama sudah sangat jauh masuk ke dalam hutan.

"Kanda Sinta, mengapa tadi malam tidak pindah kamar?" gugat Laksmana.
"Eh, oh, itu, anu ...," Sinta tergagap tidak bisa menjawab.
Laksmana mendekat, menarik tangan Sinta digeserkan ke area sensitifnya. Gadis itu merasakan ada yang menggeliat.
Pemuda itu meremas pinggangnya, "sekarang ...?"
Kuatir setiap saat Rahwana bisa muncul, Sinta tak mau diajak masuk ke dalam pondok.
"Sudah lama sekali kita tak bercinta di alam terbuka," katanya.
Namun iapun tak mau membuka seluruh pakaiannya, hanya menyingkapkan kain, dan menungging menyodorkan pantatnya. Laksmana yang sudah terangsang tak berpikir panjang, ia menyatukan tubuh mereka dari belakang, menggerakkan pinggulnya pelan, membuat Sinta berteriak-teriak, "cepat! Cepatlah, Laksmana! Lebih cepat!"

Tergeletak berdampingan setelah melewati puncak, Laksmana mengatur napas. Satu ronde tidak cukup baginya, pusakanya masih keras mengacung, siap ditancapkan lagi.
Dalam kondisi biasa Sinta dengan senang hati melayani, tapi ia melihat kelebat Rahwana. Kekasihnya telah datang menjemput.

"Susullah Kanda Rama, Dinda," pinta Sinta.
Laksmana mengernyitkan kening, hasratnya belum tuntas. Haruskah ia ke hutan dengan senjata teracung? Bisa-bisa kelincipun ia perkosa.
Selain itu, Rama menyuruh menjaga istrinya. Melihat adik iparnya ragu-ragu tak segera pergi, Sinta marah.
"Sengaja tidak mau menyusul ya? Supaya bisa memiliki aku sepenuhnya kalau terjadi sesuatu kepada Kanda Rama?"
Jiwa ksatria Laksmana terusik.
"Kanda, hamba memang mencintaimu, tapi tak akan hamba berpangkutangan bila Kanda Rama dalam bahaya."
Sinta melirik adik iparnya merapikan pakaian, ia tahu ada hasrat yang belum tuntas, tapi tak mau Rahwana menontonnya tidur dengan lelaki lain, akan sangat menyakitkan.

Laksmana membuat lingkaran di tanah dengan pedangnya, dan berpesan supaya Sinta tidak melewati garis itu. Lalu ia berlari ke hutan, ke arah Rama pergi.
Begitu pemuda itu hilang dari pandangan, Rahwana muncul berlari mendekat. Namun ia menghantam dinding tak kasat mata di sekeliling Sinta, tepat di lingkaran yang dibuat Laksmana.
"Aduh!" teriaknya kesakitan, lalu menyumpah-nyumpah.
Sinta duduk di tanah, masih mengembalikan tenaga setelah berolahasmara dengan Laksmana. Ia hanya mengamati kekasihnya berusaha melewati pagar gaib itu.

"Dinda, keluarlah dari lingkaran itu. Kanda tak bisa menembusnya."
Sambil tertawa genit Sinta melangkah mendekati Rahwana.
"Nakal! Mengapa tidak dari tadi?" gerutu Rahwana.
"Dinda ingin melihat kesaktian Kanda."
"Menghabiskan tenagaku saja!" Raksasa itu memeluk dan mulai menggerayangi tubuh molek kekasihnya.
"Ooo ... sudah tak bertenaga lagi?" goda Sinta, membuat Rahwana gemas. Dengan agak kasar melucuti pakaian mereka berdua, lalu merekapun melepas rindu dengan menyatukan tubuh mereka. Beralaskan rumput beratapkan langit, dibelai angin senja.

Fajar menyingsing, Sinta bangun di pelukan sang raksasa dengan badan pegal-pegal. Sebelum menjadi istri Rama, mereka berhubungan diam-diam, skidipapap hanya satu kali lalu Rahwana akan pergi, takut ketahuan. Semalam tak ada rasa takut, Rama dan Laksmana sangat jauh dari pondok, mereka bebas bercinta berkali-kali.
Bangkit untuk berpakaian, tapi Rahwana menariknya, tak mau menyia-nyiakan si kecil yang sudah bangun.
"Kanda, jangan," Sinta berusaha menolak, "inipun Dinda tak yakin bisa berjalan."
Raksasa tidak menerima penolakan.
"Jangan kuatir, Dinda, Kanda akan menggendongmu," kata Rahwana, memasuki lorong sempit gadis itu dengan posisi spooning. Tangannya meremas payudaranya, kemudian meremas pinggangnya, Sinta hanya bisa mengerang nikmat.

Matahari sudah tinggi ketika Rahwana memanggul Sinta yang tertidur di pundaknya, berlari menjauhi pondok, menuju Alengka.
Belum jauh, Jatayu melihat mereka. Ia mengenali istri sahabatnya, dan mencegat, bermaksud merebut Sinta.
Terjadilah pertarungan. Rahwana tidak menurunkan gadis itu, getakannya membuat kainnya tersingkap, bukan hanya memamerkan tungkai yang ramping, tapi juga ceruk tubuh yang menantang. Jatayu menelan ludah diam-diam, tapi Sinta melihatnya. Gadis itu langsung melirik ke titik pusat tubuhnya, dan menyadari ada geliat di situ.
Bertarung dengan menggendong Sinta, gerakan Rahwana menjadi tidak leluasa. Jatayu memukulnya, ia jatuh ke jurang, gadis itu terpental jauh. Jatayu mengubah dirinya menjadi seekor rajawali dan menyambar Sinta sebelum terhempas ke dasar jurang.

Tak memperdulikan nasib Rahwana, burung itu yakin raksasa itu pasti mati. Dibawanya Sinta kembali ke hutan Dandaka.
Mendarat di depan pondok, Jatayu kembali ke wujud manusia, Sinta di punggungnya, ke dua lengan memeluk lehernya, kedua kaki memeluk pinggangnya. Ia berusaha mengurai pelukan itu, merasakan gairahnya bangkit merasakan payudara gadis itu menekan tubuhnya. Posisi kaki Sinta membuat kainnya naik jauh ke atas, sekali lagi Jatayu menelan ludah melihat semak yang menutup gua garba gadis cantik itu.

"Terima kasih, Jatayu," kata Sinta, menyadari siluman burung itu teramgsang melihatnya.
"Senyampang suamjku belum pulang, bolehkah aku menyampaikan terima kasihku dengan melayanimu?" rayunya sambil melepaskan pakaian Jatayu.
Tak bisa menguasai diri melihat kemolekan Sinta, Jatayu tak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Namun, di saat ia mencapai puncak, Sinta menusukkan belati ke perutnya.
"Ke ... kenapa?" tanyanya tak mengerti.
"Itu karena kau menyetubuhi istri sahabatmu!"

Tepat Sinta berpakaian lengkap, Rahwana datang.
"Ka ... kau masih hidup?" Jatayu menatap tak percaya.
Raksasa itu tertawa menggelegar. Ia punya ajian Rawerontek yang bisa menghidupkan dirinya lagi. Dipanggulnya Sinta, lalu ia berlalu dari situ, meninggalkan Jatayu menanti ajal.

Surabaya, 16 Juli 2020
#NWR

SINTA JALANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang