7. AKHIR CERITA

3K 78 9
                                    

Setelah sehari semalam mengejar kijang kencana, Rama kehilangan kesabarannya, diambilnya busur dan anak panah, dan sekali panah kijang itu tersungkur mati, berubah ke wujud aslinya, Kalamarica yang seorang raksasa.
Pemuda itu sadar, ada yang tidak beres, ada yang mengunginkannya meninggalkan Sinta. Cepat ia kembali ke arah kedatangannya, menembus hutan lebat Dandaka.
Setengah hari kemudian ia bertemu Laksmana, tidak jadi marah karena adiknya mengatakan telah membuat perlindungan gaib di sekeliling Sinta.

Sampai di depan pondok, tak melihat Sinta di situ, Laksmana berteriak memanggil-manggil sambil mencari di sekelilingnya. Sementara Rama mendekati Jatayu yang sekarat.
"Ram ... Rama ... istrimu ... diculik ... seorang ... raksasa ...," hanya itu yang sempat diucapkannya sebelum ajal menjemputnya.
Kesedihan melihat sahabatnya mati, membuat pemuda itu mengabaikan hal penting, Jatayu telanjang bulat, pakaiannya berserakan. Pertarungan macam apa yang membuatnya melepaskan pakaian?

"Ampuni hamba, Kanda," kata Laksmana, merasa bersalah, "tak seharusnya hamba meninggalkan Kanda Sinta."
"Tak apa, adikku, cinta seorang adiklah yang membuatmu menyusulku."
"Kanda, apakah ini ada hubungannya dengan Sarpakenaka? Kijang itupun jelmaan raksasa."
Mereka berdua menuju ke pondok tempat tinggal sang raksesi.

Sarpakenaka tak ada di situ, tapi mereka berhasil menginterogasi raksasa lain, mengetahui tempat asalnya, sebuah negeri di seberang lautan, Alengkadirja.
Ke sanalah mereka berdua menuju.

*

Dalam perjalanan, Rama dan Laksmana bertemu dengan Sugriwa, membantunya merebut kerajaan dan istrinya yang direbut Subali, kakaknya. Manusia kera itu membawa pasukan ke Alengka untuk membantu Rama.
Mereka juga bertemu dengan Hanoman, yang kemudian bergabung membawa pasukan keranya.

*

Sementara itu Rahwana dan Sinta di Alengka bak pengantin baru berbulan madu, setiap hari memadu cinta.
"Aku ingin membunuh Rama dan Laksmana," kata raksasa itu geram sambil mencumbu kekasihnya.
"Mengapa?" desah Sinta menggeliat di bawahnya.
"Karena mereka menyetubuhimu!" Rahwana menghentak dengan kasar, ada kemarahan dalam setiap gerakannya.
"Rama kan suamiku, dia berhak ... aahh ...."
"Tapi, Laksmana?"
Sinta tertawa genit, dengan Rahwana ia tak perlu mencengkeram, raksasa itu telah memenuhi relung tubuhnya.
"Laksmana membantuku supaya tidak frustasi, Rama tidak bisa memberikan kepuasan."
"Laksmana bisa?"
"Lebih baik daripada kakaknya."
"Dan Jatayu?"
"Aku memancing kelengahannya, supaya bisa membunuhnya. Kupikir dia telah membunuhmu, Kanda Rahwana."
"Perempuan jalang!" geram Rahwana.

Seisi kaputren Alengka geger, seorang selir Rahwana ditemukan mati di kamarnya bersama seorang pemuda.
"Kanda yang membunuhnya?" tanya Sinta.
"Ya!"
"Mengapa Kanda tak membunuhku? Aku juga tidur dengan lelaki lain?"
"Aku mencintaimu, Sinta, bagaimana mumgkin aku menyakitimu?"
"Kanda tidak mencintainya?"
"Mereka hanya pemuas nafsu selama kau tidak ada. Sejak Dinda di sini, aku tak pernah menyentuh mereka."
"Itulah ... mereka juga punya gairah yang harus disalurkan ...." Sinta tertawa.

*

Singkat cerita, butuh dua belas tahun bagi Rama untuk merebut Sinta kembali. Masalah alam, negeri Alengka terletak di sebetang lautan. Masalah pasukan, monyet melawan raksasa.

Sinta kelihatan sama cantiknya seperti ketika pertama kali Rama melihatnya di Mantili.
Perasaan ksatria itu tidak enak, tak ada tanda-tanda istrinya menderita selama berpisah dengannya. Ada gurat kedukaan di wajahnya, tapi secara keseluruhan tampak berseri.

Malam itu mereka memadu cinta, Rama kecewa.
Dulu di malam pengantin ia mendapati Sinta sudah tidak perawan. Dan setelah dua belas tahun, seharusnya relung tubuhnya sempit seperti perawan, tapi yang dirasakannya sama seperti selirnya.
Selir? Ya! Ksatria itu butuh penyaluran hasratnya, dan ia mengambil seorang selir. Kali inipun ia tak berbagi dengan Laksmana, adiknya punya selirnya sendiri.

"Apakah Rahwana menidurimu?" tanya Rama curiga.
"Astaga, Kanda! Pantaskah pertanyaan itu diajukan?"
"Dua belas tahun Dinda bersamanya. Tahankah Dinda hidup tanpa sentuhan lelaki?"
"Jangan karena Kanda tidak tahan hidup tanpa perempuan, dan mengambil selir, lalu mempertanyakan kesetiaan Dinda."
"Kalau begitu buktikan kesucianmu."

Laksmana berusaha menghalangi niat Rama meminta Sinta terjun ke lautan api. Sejak keluar dari Ayodya, kakak iparnya telah selingkuh dengannya. Pemuda itu yakin ada seseorang, mungkin lebih, yang memuaskan hasrat seksualnya di Alengka.
Malam itu Laksmana merayu selir Rama dan menidurinya.

*

Api unggun telah dibakar membara, Sinta berjalan ragu di panggung. Sebelum melompat, ia melirik adik iparnya, Laksmana mengangguk.
Istri Rama berjalan kembali ke arah suaminya, "Kanda meragukan kesucianku karena aku jauh. Bagaimana dengan selir Kanda? Yakin ia suci karena selama ini selalu di samping Kanda?"
"Tentu saja!"
"Kalau begitu, ia tentu tak ragu membuktikan kesuciannya juga."
Selir Rama langsung pucat, ia menoleh ke arah Laksmana mencari perlindungan. Namun pemuda itu berpura-pura asyik bercengkerama dengan selirnya.

Selir itu langsung berlutut di depan Rama, "mohon ampun, Kanda, hamba tidak bisa menjaga kesucian. Kiranya Kanda mengijinkan hamba pergi, dan tidak menghukum mati."
Rama menutup mata menahan emosi, mengibaskan lengannya, "pergilah."
"Dinda pamit, Kanda," bisik Sinta lirih.
"Tunggu!" Suaminya menarik tangannya, lalu memeluknya, "maafkan Kanda."

Sama seperti ketika menikahi Sinta, Rama tidak menceraikannya walaupun tidak perawan. Kali inipun ia tak menuntutnya membuktikan kesucian.

*

Laksmana tersenyum, muslihatnya berhasil menyelamatkan nyawa Sinta. Sekarang perlu memikirkan cara menyingkirkan selirnya.
Musuh paling berbahaya adalah perempuan yang cemburu, pemuda itu tak mau mengambil resiko.

TAMAT

Surabaya, 17 Juli 2020
#NWR

SINTA JALANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang