Puasa Pertama

32 4 1
                                    


Matahari mulai bergeser ke upuk barat. Setengah matahari tertutup awan, memberi sedikit keteduhan dalam langkah Faiz menuju rumahnya. Sebenarnya dia ada undangan ke rumah Pak Abdul, seorang kiyai besar yang dulu sempat menjadi gurunya. Rumahnya tak berada jauh dari komplek. Namun, dengan rasa hormat tiada terkira, Faiz menolaknya. Bukan persis menolak. Akan tetapi ia menerima undangan itu nanti malam saja setelah shalat terawih. Siang ini ia ada niat akan mengajari istri barunya mengaji.

Faiz mengucapkan salam tiga kali. Tak ada yang menyahut dari dalam. Faiz langsung masuk, tidak mendapati Anna di ruang tengah. Kaki Faiz melangkah menapaki anak tangga, ia masuk ke dalam kamarnya dan mendapati istrinya tengah tertidur pulas.

Pria bertubuh tinggi putih bersih itu tidak tega membangunkannya. Mungkin karena ini hari pertama puasa, Anna merasa lemas dan memilih tidur.

Faiz akan pergi ke rumah Kiyai Abdul untuk memenuhi undangan silaturahminya. Soal mengajari Anna mengaji bisa dilakukan ketika Anna bangun saja. Sekalian, Faiz juga akan membeli makan dan ta'jil untuk berbuka puasa. Mengharapkan Anna yang menyiapkannya, Faiz tidak tega dengan kondisi Anna yang lemah fisik juga masih lemah iman. Bisa-bisa, bukannya untuk maghrib malah nanti ia makan sendiri pas masak.

Ketika Faiz sampai di rumah Kiyai Abdul, dirinya di sambut girang olehnya. Pria berisi dengan jubah putih itu menampakan gigi grahamnya saat memeluk Faiz.

Mereka mengobrol di luar sambil merasakan angin sore. Bebrapa saat kemudian wanita dengan balutan hijab datang memberi surat undangan pernikahan pada ayahnya dan Faiz tanpa senyuman.

Wanita itu bernama Hanwa, putri Kiayi Abdul. Ada apa dengan Hanwa sebenarnya? Sepertinya ia tidak suka melihat kedatangan Faiz. Tetapi, sebelumnya. Ia adalah orang pertama yang menyambut kedatangannya apabila berkunjung. Kue-kue serta sirup selalu ia hidangkan di kala itu, dan senyuman indah pun selalu nampak di wajahnya. Kali ini berbeda, matanya menyorot sinis serta bibir sedikit melengkung ke bawah. Ia hanya memberikan kertas undangan itu setelahnya kembali masuk ke dalam.

***

Sebelum pulang ke rumah. Faiz menyempatkan shalat asar di mesjid. Baginya shalat berjamaah adalah hal yang paling utama, terlebih lag di mesjid, ia bisa bertemu orang-orang yang selalu ingin diberi nasihat atau dirinya pula yang akan meminta nasiha. Faiz ini orangnya sangat rendah hati. Selain itu ia juga sangat dermawan. Memberikan sebagian hartanya untuk pembangunan mesjid di kompleknya. Mungkin karena itulah Faiz disegani banyak orang dibelahan Semarang ini.

Ketika sampai rumah, Faiz mendengar suara piring berbenturan di arah dapur. Pria itu berjalan ke sana ingin memeriksanya. Betapa terkejutnya ia saat melihat Anna tengah sibuk membuka lemari sana sini. Wanita itu seperti kucing garong yang sedang kelaparan.

"Anna apa yang kau lakukan?" Anna menoleh sepintas saat mendengar suara Faiz.

"Aku cari makanan Faiz. Aku tidak tahan lagi, aku sangat lapar sekali." Anna masih sibuk mengobrak-abrik beberapa lemari.

Sebelum Anna menyadari makanan yang ada di kantong plastik yang berada di tangan Faiz ini. Cepat-cepatlah ia menyembunyikan di bawah meja makan. Bisa brabe urusannya, jika wanita itu melihat makanan yang dibawa Faiz.

"Apakah kamu sudah berbuka, Anna?" Faiz berjalan mendekati istrinya. Satu persatu lemarinya Faiz tutup kembali.

"Aku baru saja bangun. Akhh ... kenapa tidak ada makanan sama sekali."

"Waktu berbukanya masih dua jam lagi. Tunggu saja Anna! Tahan sedikit saja."

"Kalau tidak ada makanan. Aku akan minum saja. Kalo begitu aku bersedia menunggu sampai maghrib."

"Astaghfirullah, puasa itu menahan haus dan lapar. Kalo kamu minum, sama saja kamu tidak puasa. Sudahlah, biasakan untuk puasa full Anna."

"Lihat aku Faiz! Aku seperti mayat hidup saja, dan mungkin aku benar-benar akan mati menjadi mayat sungguhan kalau kamu bersikap sekejam ini. Aku tidak pernah puasa sampai maghrib, tolong mengertilah." Mohon Anna dengan bibir pucat serta mata melasnya.

"Aku yakin kamu bisa Anna. Tadi malam kita sudah sahur. Berhentilah berbuat ulah! Aku akan mengajarimu mengaji, ayok!"

"Kamu ini ustadz atau dukun santet. Senang sekali menyiksaku! Aku sedang lapar begini malah kamu nyuruh aku mengaji? Ah ... mending aku tidur kembali," peotes Anna sambil berjalan ke arah kamarnya dengan bibir melengkung ke bawah.

Faiz menyusul istrinya itu ke dalam kamarnya. Benar saja, Anna kembali berbaring di atas kasur berukuran lebar itu.

"Anna, kamu sudah shalat asar?"

"Diamlah Faiz! Aku tidak nafsu untuk shalat."

"Bangunlah, masih ada waktu untuk shalat asar."

"...." Tak ada sahutan dari Anna.

"Kalau kamu tidak shalat, kamu hanya akan merusak pahala puasamu Anna. Sayang, 'kan. Kamu sudah bertahan hampir 14 jam malah puasamu hanya sia-sia saja."

"...." Anna lagi-lagi tidak menanggapi.

"Anna!"

Wanita itu berlonjak dan mengagetkan Faiz. "Kalo begitu puasaku sudah batal dong Faiz?"

"Astaghfirullah'aladzim." Faiz mengelos dada.

"Tidak batal Anna, dengarkan aku baik-baik. Meninggalkan shalat dapat menjadi perantara seseorang menjdi kafir. Memang meningglkan shalat tidak membatalkan puasa tapi dengan meninggalkan shalat itu dapat merusak pahala puasa."

"Iya-iya, baiklah. Aku akan shalat. Tapi dengan satu syarat."

"Apa itu?"

"Jangan menyuruhku mengaji."

Sekali lagi Faiz bergeleng untuk istrinya. "Baiklah."

***

Waktu sore telah tiba. Langit menunjukan keindahannya dengan bergantinya awan putih pada warna oren yang menawan. Faiz dan Anna sudah duduk di meja makan. Makanan terhidang membuat mata Anna tak bisa berpaling darinya.

"Ini sudah sore kenapa belum maghrib juga?"

"Bersabarlah, Anna. Tiga menit lagi."

"Bagiku tiga menit seperti 10 tahun. Pergilah ke mesjid dan adzanlah untukku Faiz. Aku sudah sangat menderita menahan lapar dan hausku."

Mendengar itu Faiz terkekeh pelan. Hingga suara yang paling dirindukan pun terdengar indah pada telinganya.

"Alhamdulillah," ucap Faiz sambil mengusap lembut wajahnya.

Tidak menunggu lama, Anna langsung menyomot kue yang ada di hadapannya namun segera ditepis lembut oleh Faiz.

"Baca doa dulu, kamu ini sangat bersemangat sekali."

Faiz memimpin doa setelah itu mengambil satu biji kurma.

"Kurma dulu Anna. Sunah," titah Faiz membuat Anna berkali-kali mengumpatinya dalam hati.

Anna mengambil lima biji kurma dan langsung memakannya dengan rakus. Sambil melihat wajah Faiz dengan kesal. Biar pria itu puas. Pikirnya demikian.

Setelah selesai dengan acara berbuka puasanya. Mereka menunaikan shalat maghrib. Sesudah itu Anna buru-buru mengambil handphone-nya untuk menghubungi sang ibu. Wanita itu memberitahukan bahwa ia berpuasa full untuk yang pertama kalinya. Mendengar itu sang ibu sangat bangga dan memuji Anna habis-habisan. Dulu mana pernah Anna puasa sampai full sehari, wanita itu selalu bersembunyi di bawah meja untuk berbuka di siang hari. Bahkan di jam 10 pagi. Ibunya beberapa kali memergokinya. Wanita paruh baya itupun menutupi kelakuan anaknya dari sang ayah. Jika ayah Anna tahu kalau dirinya tidak puasa, bisa-bisa ia dicincang habis oleh ayahnya. Ayah Anna memang sangat keras dan tegas pada Anna.

***

Romansa Cinta AnnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang