Ara yang sudah ingin masuk ke alam mimpinya terganggu oleh suara telpon yang berdering. Ia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelponnya malam-malam begini.
Cowok sok kenal, itulah nama yang tertera di layar ponselnya sekarang.
Ara menaruh ponselnya kembali lalu menutupi dirinya dengan selimut, tidak mempedulikan ponselnya yang terus berdering.
Di seberang sana, Arka kesal karena panggilannya tidak diangkat. Apa dia sudah tidur?
Tapi bukan Arka namanya kalau menyerah begitu saja. Ia memutuskan untuk menelpon Ara lagi, lebih tepatnya ia ingin memastikan apakah Ara memang sudah tidur atau hanya tidak ingin menjawab panggilannya.
Dia nelpon lagi. Pantang menyerah juga nih cowok, pikir Ara saat mendengar suara dering telepon. Ara kini duduk di tepi ranjangnya sambil memegang ponselnya yang masih berdering.
"Gak usah gue angkat deh." Ara menaruh ponselnya lalu kembali berbaring di kasurnya yang empuk. Tapi kali ini Ara tidak ingin memejamkan matanya. Ia menunggu lebih tepatnya ia yakin kalau Arka akan meneleponnya lagi. "Gue hitung sampai tiga, pasti ponsel gue bakalan bunyi lagi," ucapnya yakin bahkan sangat yakin. Entah apa yang membuatnya sangat yakin, hanya dia dan Tuhan yang tahu.
"1..."
"2..."
"3..."Dan ternyata benar sekali dugaan Ara. Tepat saat ia mengucapkan angka 3, ponselnya kembali berdering.
Ara segera mengambil ponselnya. "Nah kan, bener dugaan gue," ucapnya sembari tersenyum puas.
Arka masih setia menunggu panggilannya diangkat. "Nih cewek kayaknya beneran udah tidur deh," ucap Arka saat panggilannya tidak diangkat-angkat juga.
"Apa?" Arka mendengar suara yang dari tadi sudah ditunggunya, ia tersenyum senang.
"Cepetan ngomong. Kalau nggak gue matiin nih," ucap Ara tidak ingin basa-basi.
"Iya, iya. Gue ngomong nih," ucap Arka. "Gue cuma mau nanya. Lo mau nggak, besok gue antar ke sekolah?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Arka. Padahal ia dari tadi tidak ada pikiran sama sekali untuk mengantar Ara besok.
"Tumben nanya dulu. Biasanya juga langsung datang gitu aja ke rumah gue tanpa minta ijin ataupun nanya."
"Gue cuma mau lebih sopan aja."
"Emang kalau gue bilang nggak mau, lo nggak bakal datang ke rumah gue?" tanya Ara.
"Gue tetap datang lah, karena gue nggak mau terima yang namanya penolakan."
"Terus ngapain nanya?"
"Cuma mau denger suara lo," jujur Arka.
Ara diam sejenak mendengar jawaban Arka. Begitu juga dengan Arka, ia diam saja menunggu apa yang akan diucapkan Ara selanjutnya.
"Sudah berapa banyak cewek yang lo telepon malam-malam dan bilang cuma mau denger suaranya?" tanya Ara.
"Baru dua," jujur Arka lagi.
"Siapa?"
"Lo dan..." Arka menggantungkan ucapannya.
"Dan siapa?" tanya Ara penasaran.
"Rahasia," jawab Arka yang membuat Ara semakin penasaran.
"Terserah lo. Gue juga gak mau tahu," ucap Ara. Ia segera mematikan sambungan teleponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ara & Arka
Teen FictionMutiara atau sering dipanggil Ara itu, sangat heran dengan sikap teman sekelasnya yang bertingkah seperti teman lamanya. *** "Hey, lo Ara kan?" tanya cowok itu saat Ara sudah sampai di depan pintu kelasnya. Ara mengernyitkan keningnya, ia...