3. Makasih

640 414 304
                                    

     "Ara, awas!!!"

     Ara terkejut mendengar teriakan Rafka. Ia langsung menatap ke depan dan melihat kok yang sudah sangat dekat dengannya. Ara tidak bisa lagi menghindar, ia hanya bisa memejamkan matanya.

     Ara tidak merasakan sesuatu mengenainya, tetapi ia merasakan hembusan nafas seseorang yang sangat memburu mengenai wajahnya. Ara membuka matanya perlahan, saat matanya sudah terbuka sempurna, Ara terkejut melihat ada Arka di sampingnya. Wajah Ara dan wajah Arka sangat dekat sekarang. Ara melihat Arka menggenggam kok tersebut tepat di depan wajahnya.

     Mereka mematung di tempat masih dalam posisi yang sama. Ara dan Arka saling tatap sekarang.

     Seisi kelas sedang memperhatikan mereka berdua tanpa berkedip. Dhita yang tersadar duluan langsung berdehem. "Hmm."

     Arka tersadar dan langsung menjauhkan wajahnya dari Ara. Ia berjalan mendekati Rafka. Arka menatap Rafka tajam. Yang ditatap malah nyengir nggak jelas memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

     Sedangkan Ara masih terkejut, kejadian itu sangatlah cepat, bahkan ia tidak tahu sejak kapan Arka ada di sampingnya. Dhita yang melihatnya langsung khawatir.

     "Lo nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Dhita yang melihat wajah terkejut Ara.

     Ara menarik nafas panjang lalu membuangnya. "Gue nggak papa," jawab Ara. Ara sudah mulai tenang sekarang. Sebenarnya Ara terkejut bukan karena kok itu, tetapi wajah Arka sangat dekat dengan wajahnya yang membuatnya terkejut. Nafas Arka yang sangat memburu itu sampai mengenai wajah Ara.

     "Kenapa tiba-tiba ada Arka?" bingung Ara. Ia berbicara pelan. Dhita dapat mendengar suara Ara, karena ia duduk di dekatnya.

     "Biar gue jelasin deh," tawar Dhita yang mendapat anggukan dari Ara.

     "Jadi gini, pas Rafka teriak, Arka sepertinya udah nyadar duluan kalau pukulan Rafka itu mengarah ke lo, terus...," Dhita berhenti sebentar untuk menarik nafas, ia juga sebenarnya sengaja mau membuat Ara penasaran.

     "Terus apa Dhit?" ucap Ara tidak sabar.

     "Sabar dong, gue bernafas dulu kali," jawab Dhita. "Kayaknya lo nggak sabaran banget," tebak Dhita sembari tersenyum memperlihatkan giginya.

     "Terus apa Dhit? Cepet lanjutin!" suruh Ara tanpa menjawab Dhita.

     "Ya, ya, gue lanjutin," Dhita memilih untuk mengalah.

     "Terus saat lo nutup mata, Arka langsung lari secepat mungkin untuk nangkap kok itu. Kalau Arka telat sedetik aja, mungkin wajah lo udah kena," jelas Dhita.

     Setelah mendengar penjelasan Dhita, Ara menatap Arka dari belakang. "Gue harus bilang terima kasih ke dia," ucapnya.

***
     "Lo mau buat Ara celaka?" tanya Arka kepada Rafka. Arka menatap tajam Rafka.

     "Gue nggak sengaja tadi, Ka," jujur Rafka. Ia tidak tahu kenapa Arka bisa marah seperti ini cuma gara-gara Ara.

     Arka tidak menjawab Rafka, ia hanya menatapnya.

     "Gue emang salah, gue minta maaf," ucap Rafka lagi.

     "Lo harusnya minta maaf ke Ara, bukan gue," ucap Arka. Tatapan Arka tidak setajam tadi lagi. Arka pun langsung meninggalkan Rafka tanpa mengatakan sepatah katapun.

     Arka keluar dari kelas untuk menenangkan pikirannya. Ia berniat akan ke toilet untuk cuci muka. Sepanjang perjalanan ke toilet Arka terus memikirkan kejadian tadi, dimana wajahnya dan wajah Ara sangatlah dekat. Tidak sadar, ternyata Arka sudah sampai di depan pintu toilet. Saat Arka masuk ke toilet, ia menabrak seseorang lebih tepatnya dialah yang ditabrak oleh orang itu.

Ara & ArkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang