prolog

119 19 28
                                    

Pelajaran biologi berlangsung khidmat dikelas sebelas ipa dua. Hanya terdengar suara spidol di papan tulis, kertas yang dibolak balik oleh sang empunya, dan suara tip ex yang dikocok sebelum digunakan. Bukan tanpa alasan kelas ipa rasa ips ini bisa sehening ini. Bu Wati, guru bidang studi biologi sekaligus guru tergalak di Hamish High School. Dia tidak suka jika ada yang berbicara saat dia sedang mengajar, kecuali bertanya. Jika ketahuan berbicara, maka akan mendapat point minus sekaligus dipindahkan ke tempat duduk yang lain. Seperti yang terjadi pada Risma saat ini.

Risma yang sedang asyik mengobrol tentang drama korea terbaru dengan Vindy, dikejutkan dengan lemparan spidol oleh Bu Wati yang hampir mengenai wajah Risma. Kilat kemarahan tampak jelas diwajah Bu Wati, membuat Risma dan Vindy bergidik ngeri. Perlahan, Bu Wati berjalan menuju tempat duduk dua gadis itu.

"ngomongin apa sih mbak Risma dan mbak Vindy?" tanya sang guru dengan nada yang dibuat buat.

Risma menelan ludahnya. Sementara Vindy sudah berkeringat saking takutnya.

Diam. Tak ada satupun dari mereka yang bersuara.

"minus dua point untuk Risma dan Vindy" ucap Bu Wati sembari menuliskan nama dan jumlah point minus di buku catatan kecil yang selalu dia bawa kemana-mana. Buku khusus untuk mencatat point minus siswa.

Baik Risma maupun Vindy kini tak ada yang berani menatap Bu Wati. Keduanya menunduk, masih dengan ekspresi takut. Setelah ini, satu kelas pun tau apa yang akan terjadi.

"Risma, kemasi semua buku-buku kamu. Pindah ke tempat duduknya Fano. Dirga, kamu nggak keberatan kan duduk sama Vindy?"

Dirga yang disebut namanya pun menoleh. Sekalipun dia bilang keberatan, tetap saja dia tidak bisa menolak kan?

"baik, bu" jawab Dirga akhirnya. Lalu bangkit dari tempat duduknya menuju ke meja Risma dan Vindy. Risma pun dengan cepat beranjak dari kursinya dan mendaratkan bokongnya di tempat yang dulunya diduduki oleh Dirga.

"nanti ibu akan bicarakan dengan walikelas kalian. jadi, jangan coba-coba pindah" setelah mengatakan hal itu, Bu Wati pun kembali melanjutkan penjelasan yang sempat tertunda karena pelanggaran dua siswinya.

Kelas kembali hening. Sampai saat pelajaran Biologi selesai, semua orang bernafas lega karena kembali leluasa berbicara dengan teman lainnya.

Risma merasa sangat canggung duduk sebangku dengan orang yang tidak dia kenal. Dua tahun berada dalam satu kelas yang sama dengan Fano, Risma tidak pernah satu kalipun berbicara dengan cowok ini. Bahkan mereka berdua tidak pernah berada dalam kelompok yang sama.

"kalau mau keluar bilang aja, jangan malu" akhirnya Fano membuka suara. Tempat duduk keduanya memang berada di sudut, dekat jendela. Risma duduk tepat di dekat jendela dan Fano disebelahnya. Otomatis, saat Risma ingin keluar, Fano harus memberi jalan dengan menggeser tubuhnya kesamping.

Sedari tadi, dia melihat cewek disebelahnya ini tampak gelisah seperti orang yang sedang kebelet. Walaupun sebenarnya tidak.

Risma mengangguk singkat. Pertama kali mendengar Fano berbicara dengannya. Ternyata cowok itu tidak sedingin yang Risma kira.

***

Jam istirahat yang seharusnya digunakan untuk mengisi perut, malah terbuang sia sia karena Risma dan Vindy dipanggil ke ruang guru untuk menghadap wali kelas. Siapa lagi pelaku yang melapor mereka kalau bukan Bu Wati? Hanya karena ribut saja sampai dibesar-besarkan begini. Dasar lebay.

Disinilah dua sahabat itu berada, di depan ruang guru yang sebenarnya sangat malas untuk mereka masuki. Tapi harus.

Saat sampai di depan meja wali kelas sebelas ipa dua, Bu Hani. Mereka langsung disemprot dengan berbagai nasihat dan peringatan oleh sang wali kelas. Baik Risma maupun Vindy hanya bisa mengiyakan saja. Karena untuk membantah pun, mereka tidak sanggup.

"jangan di ulangi lagi. hari ini kalian hanya pindah tempat duduk, kalau diulangi lagi ibu pindahkan ke kelas lain sekalian. paham?"

"paham, bu"

"ya sudah, kembali ke kelas. lima menit lagi bel masuk dibunyikan"

Mendengar itu, mereka berdua memasang tampang kecewa. Mereka datang ke sini dalam keadaan lapar, bahkan harus menahannya saat Bu Hani mengomeli mereka. Dan sekarang apa? mereka sudah kehilangan jam istirahat yang begitu berharga. Terpaksa, harus menahannya hingga jam istirahat kedua. Yang artinya, harus menunggu tiga jam lagi.

"lebay banget sih, masalah ribut aja dibesar-besarin" Vindy berdecak kesal. Kini mereka berdua sedang berjalan di koridor yang sudah sepi. Kelas kelas pun terlihat sunyi karena sudah ada guru yang mengajar

"lo kaya gak tau Bu Wati aja. dia kan dekat banget sama Bu Hani, apa apa di aduin deh. dasar ember"

Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju kelas.

Saat sampai di kelas, untunglah belum ada guru yang masuk. Risma bernafas lega lalu mendudukkan bokongnya di bangkunya. Kebetulan Fano tidak ada di tempat duduknya entah kemana. Risma menenggelamkan wajahnya dalam lipatan tangan yang sudah ia letakkan di atas meja. Dia ingin tidur saja untuk menahan laparnya.

Tak lama, dia pun terlelap.

***

"Ris, bangun. Pak Jaka udah datang tuh"

Suara seseorang yang sangat dikenalinya perlahan membuatnya kembali ke alam sadarnya, Fano. Untungnya Risma tipe orang yang mudah dibangunkan, jadi hanya satu kali dipanggil dia otomatis akan terbangun. Risma menggeliat, lalu mengikat rambutnya yang ia biarkan tergerai sejak tadi.

Saat hendak mengeluarkan buku, matanya tak sengaja melihat dua bungkus roti yang tergeletak manis diatas mejanya. Sejak kapan dia punya roti? Risma refleks menatap ke arah Fano yang kini juga sedang menatapnya sambil tersenyum.

"buat lo. belum makan kan?" ucap Fano dengan nada super lembut yang membuat siapapun yang mendengarnya pasti meleleh.

"iya, belum. makasih ya, No"

Fano hanya mengangguk dan tersenyum. Manis sekali.

"Ras, tolong kasi ke Vindy dong." Risma berbalik ke belakang, lalu menyodorkan sebungkus roti ke Rasti untuk diberikan kepada Vindy.

"oke"

"thanks, Ras"

"sama-sama"

Risma pun mulai memakan rotinya dengan lahap. Walaupun hanya sebungkus, yang penting bisa mengganjal perutnya yang sudah kelaparan.

Tepat setelah Risma selesai memakan rotinya, Pak Jaka masuk diikuti Dirga dibelakangnya yang menenteng setumpuk buku paket bahasa Indonesia.

Kelas menjadi hening saat pelajaran dimulai.

Tanpa Risma sadari, sederet kejadian hari ini merupakan awal dari kisah barunya.

***
TBC

sabtu, 18 Juli 2020

G A P A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang