- a c t V I I

404 83 34
                                    

FIKI AULIA

Fiki menarik napas dalam-dalam, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, seakan ia sudah tidak bernapas selama beberapa bulan. Pernapasannya telah terhalang oleh topeng rajut hitamnya selama beberapa lama. Jadi, terang saja dia merindukan udara segar di balik topeng tersebut.

Sesekali, ia mengedarkan pandangannya ke kerumunan orang yang masih bersimpuh di atas lantai. Kebanyakan dari mereka merunduk, ada yang menangis, bahkan ada yang terlihat sedang berdoa. Namun, tak ada satu orang pun yang berani untuk sekedar mendongakkan kepalanya, menatap keadaan sekitar.

Benar, kan, apa pikir Fiki tadi. Meskipun wajah Fiki sekarang tidak tertutupi oleh apapun, tidak ada seorang pun yang peduli. Fiki menarik senyum tipis, diam-diam menertawai orang-orang bodoh itu. Kok, bisa, mereka sama sekali tidak sadar kalau perampok ini sedang terang-terangan menunjukkan identitasnya?

Setelah merasa cukup menghirup udara segar, Fiki pun kembali bersiap memakai topeng rajutnya. Semuanya terasa berjalan lancar.

Hingga, tiba-tiba ada sesuatu.

Satu orang terlihat menerobos kerumunan orang yang terduduk di lantai, berlari menuju ke arah Fiki.

Gerakan tiba-tiba yang dahsyat dari orang itu, membuat orang-orang di sekitarnya kalang kabut. Jeritan panik pun terdengar ke segala penjuru ruangan, seolah mengatakan: apa yang orang gila ini sedang lakukan? Mengapa ia berlari menuju perampok itu, seakan-akan ujung dunianya berada di sana?

Fiki menoleh ke arah keributan itu, dan benar-benar terkejut dengan apa yang ia lihat. Orang itu kini sedang berlari kencang ke arahnya, tak mengindahkan teriakan orang-orang yang takut melihatnya, atau pekikan orang yang tak sengaja terinjak olehnya. Seberani itukah dia melawan perintah untuk diam? Apakah ia tidak takut mati?

Fiki pun segera melupakan topeng rajut yang tadi hendak dikenakannya. Satu hal yang terpikir oleh Fiki adalah, mengambil pistolnya dan mengarahkannya pada orang itu, untuk menggertaknya supaya dia berhenti. Namun, orang itu ternyata bergerak lebih cepat daripada jalannya pikiran Fiki.

Dengan satu hentakan, orang itu mencengkram kerah baju Fiki, yang kini kaget bukan main.

"Apa-apaan, lo, Fik? Lo jadi begini sekarang?? Hah???"

Orang itu menatap Fiki bengis. Sorot matanya tak kenal takut. Yang terlihat hanyalah amarah, kekesalan, rasa tidak percaya, dan...sedikit rindu.

Seketika, mata Fiki membelalak saat melihat wajah orang itu.

Jantungnya berdegup amat kencang. Keringat dingin membasahi tengkuknya. Sekelibat pertanyaan bermunculan di benaknya, membuat kepalanya berputar. Namun, dari semua pertanyaan itu, ada satu yang paling menyesakkan pikirannya: kenapa orang ini bisa ada di sini?

"B-Bang San...?"

Saat Fiki mencicitkan nama orang itu, dirinya berusaha mati-matian untuk menahan tangis, serta gejolak perasaan campur aduk yang kini memenuhi dadanya.

• • •

FENLY CHRISTOVEL

Fenly kini telah berdiri di lantai dua.

Suasana di sini masih sama dengan di lantai satu tadi. Mencekam, dengan seluruh orang duduk bersimpuh di lantai, ketakutan sembari menunggu pertolongan datang. Ada yang tak berhenti memanjatkan doa, ada yang menggigiti kuku dengan penuh kecemasan, ada yang hanya menatap pasrah.

Heist | UN1TY (slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang