- a c t I X

509 86 63
                                    

ZWEITSON THEGAR

"Rencana, Son. Kita butuh rencana."

Zweitson menelan ludah mendengarkan perkataan Ricky.
Rencana seperti apa yang dapar mereka berdua pikirkan, dalam kondisi yang tidak menguntungkan seperti ini?

Tengah mereka berdua sedang berpikir, tiba-tiba terdengar suara ricuh dari luar.

Suaranya terdengar seperti orang-orang yang panik, kalang-kabut akan sesuatu. Benar-benar aneh, secara sedari tadi ruangan ini hanya diliputi oleh keheningan yang amat sangat. Sebenarnya, ada kejadian apa yang telah menyebabkan keriuhan ini?

Zweitson pun memutuskan untuk mengintip ke luar, lewat satu celah yang ada di meja tempatnya dan Ricky berlindung sejak tadi.

Dan ia sontak membelalakkan mtanya, saat melihat pemandangan itu.

Ia melihat salah satu dari perampok itu, yang sedang bergelut dengan seorang pemuda. Ia asumsikan bahwa pemuda itu merupakan salah satu dari pengunjung bank ini. Pemuda itu, tanpa rasa takut, mencengkram kerah baju sang perampok dan menatapnya dengan penuh amarah. Rupanya, tindakan nekat dari pemuda itulah yang menyebabkan semua kekacauan ini. Bisa dilihat dari kerumunan orang di sekitar pemuda dan perampok itu, yang memperhatikan mereka tanpa berkedip. Ada yang memasang ekspresi ngeri, namun banyak dari mereka yang malah penasaran akan konflik yang sedang terjadi.

Zweitson pun hanya bisa berpikir satu hal: ada apa dengan pemuda itu? Apa dia sudah gila?

"Kak..."

Zweitson menoleh ke arah Ricky yang berada di belakangnya. Zweitson mengira, bahwa Ricky akan terlihat merasakan perasaan yang sama dengan dirinya. Takut, cemas, gelisah.

Namun, Zweitson dikejutkan oleh ekspresi yang dipasang oleh Ricky di wajahnya saat ini.

Ricky sibuk mendongakkan kepalanya, berusaha mengobservasi kekacauan yang berada di luar sana. Dia bahkan tidak takut kepalanya akan terlihat dari luar meja. Atau setidaknya, tidak terlihat takut. Alih-alih cemas, Ricky malah menyunggingkan bibirnya di salah satu sisi, menghasilkan sebuah seringai tipis yang membingungkan.

"Kak...?" Zweitson menyipitkan matanya, berusaha mencerna maksud dari raut wajah Ricky itu.

Ricky pun menoleh ke arah Zweitson. Saat itulah, Zweitson melihat sinar mata Ricky yang aneh. Sebenarnya, apa yang sedang pria berkacamata kotak ini rencanakan?

"Son," seringai Ricky, "kayaknya, kita nggak perlu capek-capek bikin rencana."

Zweitson lantas terkesiap. Apa? Jangan-jangan, Ricky berpikir untuk...

"Kak Ricky mau ambil laptopnya sekarang?"

Zweitson makin terperangah saat Ricky menjawab pertanyaannya itu dengan anggukan.

"K-kenapa, Kak...? Di tengah situasi yang nggak kondusif kayak gini? K-kita, kan, masih punya waktu untuk bikin rencana lain..."

"Justru karena nggak kondusif, Son," potong Ricky, "ini kesempatan paling bagus buat nyembunyiin pergerakan kita."

Zweitson mengerjapkan matanya. Ia masih tak percaya dengan rencana yang baru saja Ricky utarakan ini.

Namun, Ricky hanya tersenyum simpul. Ia menaruh tangannya ke atas kepala Zweitson.

"Udah, nggak usah khawatir. Soal ini, biar Kakak yang urus," ucap Ricky.

Heist | UN1TY (slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang