- a c t I V

440 89 6
                                    

RICKY ZAKNO

Takdir memang lucu. Dalam situasi segenting ini pun, ia masih bisa mempertemukan dua orang manusia, dan mengakrabkan keduanya.

"Hahaha, Kak Ricky bisa aja, deh!"

Ricky memandang teduh wajah ceria itu, yang tengah menertawakan lelucon yang tadi ia lontarkan. Wajah itu tampak senang, tanpa ada beban yang menimpanya. Padahal, anak itu tadi hanya bisa meringkuk ketakutan, sebelum Ricky datang dan menenangkannya. Melihat itu, hatinya menghangat, dan ia pun tersenyum tanpa sadar.

Sudah hampir dua jam dirinya, beserta seluruh karyawan dan pengunjung di dalam bank, terperangkap pada situasi yang genting ini. Dua jam yang lalu, sekelompok orang bertopeng dan bersenjata berhasil masuk ke dalam gedung, dan berniat menjarah seluruh pundi-pundi yang tersimpan di dalam bank ini. Kini, mereka menahan seluruh orang di sini sebagai sandera. Mereka bahkan telah menyatakan, bahwa mereka berani mengambil tindakan ekstrim, jika salah satu dari orang-orang ini berani macam-macam. Ricky menahan napas setiap kali melihat perampok-perampok itu berkeliaran, melancarkan misi jahat mereka. Benar-benar suasana yang menegangkan, dan tidak mengenakkan.

Meskipun begitu, ia bersyukur karena ketegangan yang ia rasakan dapat diringankan oleh kehadiran anak itu. Ya, anak yang dua jam lalu berlari dengan panik, saat masuk ke bawah meja tempat Ricky bersembunyi. Anak yang tubuhnya tak akan berhenti gemetaran, kalau saja Ricky tidak menenangkannya. Anak yang tak pernah ia sangka, akan menjadi teman yang nyaman dalam situasi seperti ini.

Dari dua jam perkenalan mereka, Ricky telah mengetahui bahwa anak ini bernama Zweitson Thegar Setyawijaya, dengan Zweitson sebagai nama panggilannya.

"Suit...apa? Suitson? Ah, susah banget, deh, nama kamu," ujar Ricky, saat awal mereka memperkenalkan nama masing-masing.

"Yah, bukan cuma Kak Ricky yang bilang gitu," jelas Zweitson, "akhirnya, aku bebasin, deh, orang-orang manggil aku apa. Mau 'Zweit' doang, mau 'Son' doang, terserah. Atau mau 'Zwitsal' juga gapapa..."

"Hah? Merk sabun, dong! Hahaha..." Ricky tergelak akan pernyataan konyol Zweitson.

"Ya, kan, bebas, Kak..." jawab Zweitson, ikut terkekeh bersamanya.

Selain namanya, Ricky juga telah mengenal latar belakang Zweitson. Anak ini berasal dari sebuah kota yang berada di Jawa Tengah, yaitu Salatiga. Namun, ia pergi ke Jakarta untuk kuliah di sini, sebelum akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan di bidang IT di sebuah perusahaan. Jujur, Ricky kagum dengan Zweitson. Di usianya yang terbilang muda, dia telah mendapatkan pekerjaan tetap, dalam bidang yang tentunya tidak sepele.

Kini, mereka berdua kembali terdiam satu sama lain. Meskipun begitu, tak ada yang rasa canggung di antara mereka. Ya, hubungan mereka terbentuk seperti itu, begitu saja.

"Ngomong-ngomong, Kak..." ucap Zweitson, yang akhirnya memulai pembicaraan kembali, "udah berapa lama, ya...kita di sini?"

Ricky menengadah, memperhatikan jam dinding yang berdetik di bagian atas dinding di depannya. "Hmmm...aku juga nggak tau, Son," timpal Ricky, yang dibalas dengan helaan napas oleh Zweitson.

"Polisi juga nggak dateng-dateng, nih, Kak. Biasanya emang butuh waktu selama ini, ya?" Zweitson mengeluh. Ia tekuk kedua kakinya sampai lututnya mencapai ke depan dadanya, lalu memeluknya.

"Tergantung, sih, Son. Tergantung," balas Ricky, "ngomong-ngomong, Son, kamu tau nggak?"

"Tau apa, Kak?" Zweitson menatap Ricky penasaran.

Heist | UN1TY (slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang