SEMBILAN

16 6 1
                                    

Rayna berjalan keluar dari kantin dengan mengembuskan nafas berat, ia berjalan di koridor dengan diam dan fokus pada suara hujan saat ini.

Ingatan nya kembali beberapa tahun yang lalu ketika askar membonceng dirinya menggunakan sepeda baru milik cowok itu, hingga membuat nya tidak memperdulikan hujan yang saat itu turun begitu deras.

Detik berikut nya ingatan itu hilang di gantikan dengan ingatan di manah diri nya di bonceng oleh Bara menggunakan motor cowok itu, Raynenggelengkan kepala nya berusaha menyingkirkan adegan itu dari kepala nya.

Bara diam di tempat nya dengan pandangan yang terus tertuju pada objek yang sangat menarik perhatian nya, seorang cewek yang sedang asik memandangi hujan.

Bara bisaja saja menerobos hujan untuk menemui cowek itu, namum mengingat saat bukan hanya dirinya yang sedang memandang Rayna dengan diam.

Rayna berbalik untuk melanjutkan langka nya, namun ia harus mengurungkan niat nya ketika dirinya mendapati Gara tengah berdiri tidak jauh dari tempat nya berdiri saat ini.

*****

Sepulang sekolah Rayna langsung ke rumah sakit dan disinilah ia saat ini tengah duduk dengan terus menatap wajah pucat dengan mata yang masih terpejam, ia duduk tampa melakukan apapun selain terus menggenggam tangan wanita itu.

Dirinya telah kehilangan dua sosok yang di sayangi nya dan ia tidak ingin itu terulang lagi.

Apa ini benar-benar ujian untuk nya? Tapi semua yang terjadi terasa tidak adil untuk di rasakan nya seorang diri, Rayna berdiri dari duduk nya ketika kakak dari mama nya telah datang.

Ia memutuskan untuk mencari udara segar sebab dirinya juga tidak akan tahan untuk menatap wajah itu lama-lama hati nya terasa sakit dan perasaan bersalah terus menghantui nya.

Rayna berjalan di koridor rumah sakit yang terlihat ramai dengan lalulalang parah keluarga dan beberapa perawat. Pandangan nya menangkap sosok yang sangat di kenal nya akhir-akhir ini tengah berjalan dengan terburu-buru dan tampa dirinya sadari langka nya mengikuti cowok itu.

Dugaan nya benar ketika Gara memasuki kamar rawat yang beberapa hari yang lalu ia juga melihat cowok itu memasuki kamar itu.

Dengan langka pelan ia dapat melihat wajah Gara yang pucat dan bukan itu saja ia melihat wanita yang tengah terbaring di tempat tidur rumah sakit telah di tutupi oleh selimut yang menandakan wanita itu telah tiada.

Gara diam di tempat nya dengan perasaan hancur memandang orang yang sangat di sayangi nya telah benar-benar meninggalkan dirinya untuk selamanya.

Setelah satu tahun tidak sadarkan diri dan hanya memberikan Gara harapan dengan jantung yang masih berdetak, tapi saat ini ia telah kehilangan harapan itu. Harapan untuk kembali melihat senyuman yang selalu membuat nya merasa tenang.

Dirinya benar-benar telah kehilangan sosok yang selalu menjadi semangat dan kekuatan nya, ia berjalan mendekati tempat tidur itu dengan tangan gemetar perlahan membuka selimut yang menutupi wajah mama nya.

"Mama benar ninggalin aku?" Tanya Gara

Gara menunggu sebuah jawaban namun yang ia dapatkan hanyalah sebuah keheningan.

"Bahkan mama pergi tampa mengatakan apapun"

Gara mengelus pipi yang telah dingin itu kemudian mengecup nya untuk terakhir kali nya, ia merasakan seseorang menyentuh bahu nya dan dengan kasar ia menyingkirkan tangan itu.

"Biarkan mama kamu pergi dengan tenang"

Mendengar hal itu membuat Gara berbalik dan menatap papa nya dengan penuh amarah dan kebencian.

"Papa bisa ngomong gitu karena inikan yang papa mau" bentak Gara

Bentakan nya barusan berhasil menghasil sebuah tamparan mendarat di wajah nya.

"Kamu fikir cuma kamu yang kehilangan?papa juga merasa kehilangan"

Gara tersenyum miring kemudian berjalan keluar dari kamar itu sebab jika dirinya terus di sanah melihat lelaki itu ia tidak tahu apakah diri nya akan sanggup untuk tidak menghajar lelaki itu.

Ia duduk di salah satu kursi yang berada di depan kamar rawat mama nya.

"Sejati nya saat kamu membenci orang lain maka saat itu kamu sedang tidak membenci orang itu malaikan kamu sedang membenci diri kamu sendiri karena kamu tidak bisa membenci orang itu"

Ia masih mengingat dengan jelas kata-kata itu, mama nya selalu mengatakan itu ketika ia dan papa nya terlibat dalam satu perdebatan.

Gara menoleh ketika seorang mengelus bahu nya dan diri nya tidak dapat menutupi keterkejutan nya ketika mengetahui sosok yang melakukan itu adalah Rayna.

"Kehilangan orang yang kita sayangi emang sakit, tapi mamalo pasti tidak mau melihat lo sedih seperti ini" ucap Rayna lembut.

Rayna pernah berada di posisi seperti ini hingga ia tahu betul rasa nya dan melihat Gara seperti ini membuat nya seperti melihat diri nya sendiri beberapa tahun yang lalu.

Rayna memutuskan untuk pergi mengingat saat ini cowok itu butuh waktu untuk sendiri, langka nya seketika terhenti ketika Gara yang tiba-tiba memeluk nya dari belakang.

"Biarkan beberapa menit seperti ini" ucap Gara pelan.

Rayna hanya diam karena sejujurnya ia bingung harus mengatakan apa pada cowok yang tengah rapuh itu, dirinya hanya mentap lantai dengan fikiran melayang-layang dan tepat ketika ia mengangkat kepala nya ia melihat Bara yang berdiri tidak jauh dari nya saat ini.

Dengan posisi seperti ini Rayna tidak dapat melalukan apapun selain membalas tatapan Bara pada nya, terlebih lagi cowok itu tidak memperlihat eskpresi di wajah nya.

Bara melangka dengan mata yang terus menatap Rayna yang juga tengah menatap nya, ia melewati Rayna begitu saja dan masuk ke kamar rawat milik tante nya itu.

"Thank's" ucap Gara

Rayna hanya mengangguk kemudian melangka pergi meninggalkan Gara yang terlihat begitu hancur saat ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SincerityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang