00 | I wish for your happiness

157 29 21
                                    

Rasanya aneh membuka album foto. Setiap lembar foto seperti diam-diam membisikkan kisahnya padaku. Seperti berusaha menggapaiku dan memohon untuk diingat.

Contohnya seperti foto aku yang berpose kaku sambil mengenakan topi lebar dan kacamata hitam. Aku tersenyum tipis. Liburan terakhir kita ke Bali.

Kamu menyuruhku berpose di Pantai Kuta dengan background sunset dibelakangku. Sebenarnya aku ingin menolak tapi melihat senyum lebarmu aku jadi mengalah dan mau mau saja.

Senyumku terus terukir diwajahku sambil mengingat banyaknya foto-foto kita dan kenangan dibaliknya. Tanganku berhenti membalikkan halaman dan mulai mengeluarkan satu foto.

Foto itu adalah foto dimana kamu datang ke wisuda di universitasku. Kamu membawa buket bunga yang terlalu besar sehingga aku harus memiringkannya agar tidak menutupi wajahku ketika berfoto. Kamu terlihat bangga sekali. Lebih bangga dari orangtuaku.

Aku memasukkan foto itu kembali dan membalik halaman selanjutnya. Halaman selanjutnya dipenuhi oleh foto hewan peliharaan kita, Tiere, kucing dengan bulu putih namun kakinya seperti memakai kaus kaki hitam.

Halaman demi halaman kubuka dan kurasakan mataku mulai berair. Aku menghela nafas dan mengusap mataku. Aku harus kuat. Kataku pada diriku sendiri.

Tapi rasanya usaha itu sia-sia saat aku membuka halaman selanjutnya.

Kamu pernah bertanya padaku dimana tempat impianku. Aku sempat tertegun, aku bukan orang yang suka travelling atau menjelajahi suatu daerah baru. Makanya, aku menjawab asal.

"Jerman"

Aku ingat dia bertanya kenapa namun hanya kujawab karena dulu waktu SMA ada pelajaran Bahasa Jerman jadi bisa bahasanya sedikit-sedikit.

Keeseokan harinya kamu tiba tiba datang padaku dan bilang bahwa kamu sudah pesan tiket pesawat hanya tinggal mengurus visa dan passport kita berdua.

Aku yang tiba-tiba mendengar itu marah. Aku ingat aku marah karena kamu tidak repot repot datang dan meminta pendapatku atau mendiskusikannya padaku. Lalu kamu menenangkan aku dan berkata bahwa itu adalah kejutan untukku karena aku sudah bekerja keras dan ini saatnya bersenang-senang sebelum kita menua.

Walaupun kesal, aku tak bisa menghentikan perasaan senang yang merekah setelah mendengar perkataanmu.

Tanganku gemetar memegang album foto itu. Halaman itu penuh dengan mimpiku yang telah menjadi kenyataan. Kita yang mengunjungi Neuschweinstein Castle, berfoto di Brandenburg Gate dan berbelanja di festival november.

Mataku perlahan menyapu foto foto itu. Hingga tanpa kusadari aku menangis. Saat itu aku bertanya padamu tentang mimpimu namun kamu hanya diam saja.

Tapi kenapa! Ketika kamu terbaring lemas di ranjang dan kesusahan untuk tetap terjaga kamu baru mengatakannya.

"I beg your mercy for leaving you this early. But my time has comes and you must carry on. When we were in Berlin you asked me what was my dream. My answer is for you to be happy"

Tanganmu yang lemah mengusap air mata dipipiku. Tiba tiba alat disampingmu berbunyi nyaring disertai kedatangan dokter yang segera menyuruhku keluar. Hal itu membuatku sadar bahwa kamu mengucapkan salam perpisahan untuk selamanya. Dalam kegaduhan tersebut semuanya hening bagiku. Tidak ada suara yang terdengar selain suaramu yang rintih.

"I love you" dan alat itupun berhenti berbunyi.

Making Your Dreams Come TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang