01 | I miss you

91 23 22
                                    


Tak kusangka aku akan menginjakkan kakiku ke sini sendirian. Udara dingin khas eropa menggelitik wajahku. Mungkin karena musim dingin masih belum sepenuhnya berakhir beberapa orang masih mengenakan syal di leher mereka.

Aku segera menyeret koperku keluar dari bandara dan memanggil taksi. Sesaat setelah aku menutup pintu mobil sopir taksi menyapaku.

"Hallo, willkommen in Deutschland"
(Halo, selamat datang di Jerman)

"Danke" (Terima kasih)

Dalam perjalanan mataku selalu tertuju pada pemandangan dibalik kaca mobil. Gedung gedung bergaya eropa, toko toko yang tertata rapi, dan  ramainya orang berjalan kaki. Pemandangan yang tidak bisa ditemukan di Indonesia

Walaupun hanya sekilas mataku menangkap sebuah toko berwarna biru dengan tulisan 'Meine Blume'. Aku menutup mataku dan memutuskan untuk menghiraukan keinginanku untuk segera berlari pulang ke rumah. I got this. Kataku pada diriku sendiri.

Setelah check-in kamar hotel aku memilih untuk pergi keluar mencari makanan. Karena hotel tempatku menginap ada di Berlin tidak sulit bagiku untuk menemukan sebuah restoran.

Aku memilih duduk didalam karena udara yang masih terlalu dingin. Penerbangan selama 17 jam dari Indonesia ke Jerman benar benar membuat perutku keroncongan. Akupun memutuskan untuk memesan stik dan segelas kopi.

Mahal.

Kata yang dulu selalu aku ucapkan saat pertama kali aku berada di negara bermata uang euro ini. Kali ini, hanya kusimpan dalam hatiku saja.

Setelah makan, aku memutuskan untuk menelfon seorang teman yang tinggal di Berlin dan mengajaknya untuk bertemu.

Dia setuju dan mengatakan akan segera menyusul ke restoran tempat aku makan.

Sekitar 10 menit, seorang wanita berambut coklat dan berkulit putih menghampiri mejaku. Akupun tersenyum dan melambaikan tangan. Anna segera memelukku dan mulai menceritakan betapa kagetnya dia saat aku menelfon dan mengatakan bahwa aku ada di Berlin.

"Aku kaget banget saat kamu nelfon aku lo. Kamu kesini sama siapa?" Logat jermannya yang kental saat berbicara menggunakan bahasa Indonesia membuatku sadar bahwa Anna sudah menikah dengan teman satu kampusku.

"Sendirian, kamu gak ngajak Ardi?"

"Enggak, kamu telfonnya mendadak soalnya"

"Haha maaf ya"

Kami membicarakan banyak hal, Anna banyak menambahkan kata kata berbahasa inggris untuk melengkapi bahasa indonesia indonesianya yang tidak lancar. Ditengah tengah percakapan Anna menggenggam tanganku.

"I'm so sorry for your lost" kesedihan di matanya menunjukkan bahwa dia memang tulus mengatakannya.

"Ryan is a good man, he's in a better place now"

Entah sudah berapa kali aku mendengar kata itu. I'm so sorry for your lost, turut berduka cita, sabar ya. Tapi entah kenapa aku masih belum bisa terbiasa. Sekarang aku mengerti mengapa orang yang dulu kuucapkan kata kata itu hanya tersenyum hampa. Senyum palsu yang tidak menggapai matanya.

Setelah setengah jam berlalu aku pamit pada Anna karena ingin beristirahat. Anna mengantarkanku kedepan hotel dan berkata kalau butuh sesuatu dia akan siap membantu. Ardi beruntung menikahi perempuan sebaik Anna.

Aku tidak menyadari betapa lelahnya aku sebelum memasuki kamar hotel. Aku ingin langsung menuju kasur dan tidur. Tapi ada satu hal yang harus kulakukan dulu.

Aku membuka koper dan mengeluarkan sebuah album foto. Aku mengamati foto yang diambil sekitar 5 bulan lalu. Kita yang selfie di depan toko bunga, kita yang memakan bretzel pertama kita dan aku yang tidak sengaja memotretmu ketika kamu terjatuh. Aku tersenyum sedih.

Seharusnya sekarang aku menyiapkan rencana untuk besok. Tapi setelah melihat foto foto ini aku hanya ingin menutup wajahku dengan bantal dan menangis.

Sendirian di negara ini membuat nafasku sesak. Setiap sudut kota ini mengingatkanku padamu. Kupikir, dengan kunjunganku ke negara ini dapat membuatku lebih ikhlas merelakan kepergianmu. Tapi aku salah.

Aku tidak ingin berada disini. Aku tidak ingin berada di Indonesia. Betapa berharapnya aku bahwa ini semua hanya mimpi, berharap bahwa besok kamu akan membangunkan aku dengan senyummu seperti biasanya.

Aku meletakkan album foto itu dikasur dan memeluk lututku. Aku berharap besok tidak ada yang protes karena tangisanku yang terlalu keras. Tapi sepertinya aku tidak peduli.

Saat ini aku hanya ingin bertemu kamu. Aku hanya ingin memelukmu dan tak akan melepaskanmu lagi.

Aku hanya rindu kamu Ryan.



Making Your Dreams Come TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang