04 | Regret

26 6 5
                                    

Sebenarnya ada satu hal lagi yang membuatku yakin kalau pengirim surat ini adalah Ryan. Paling tidak si pengirim ini masih memiliki hubungan dengan Ryan.

'Playground' 

Tempat yang harus aku datangi jika aku menginginkan begian selanjutnya. 

Dulu saat ke sini bersama Ryan, kami mengunjungi beberapa tempat. Brandenburg Gate, Neuschweinstein Castle,  festival november,  dan di antaranya  adalah playground yang disebutkan dalam surat itu.

Playground terbesar di Berlin atau lebih tepatnya taman terbesar di Berlin. Tiergarten. 

Saat pertama kali mengunjungi taman itu, kami berdua terpesona dengan keindahannya. Di taman itu, banyak sekali orang-orang yang bermain-main bersama anaknya atau hewan peliharaannya. Ryan menatap mereka sambil berkata padaku inilah tempat bermain yang ada di impikannya.

Playground adalah sebutan untuk taman ini dari Ryan. Dan hari ini aku akan kesana bersama Niko. Tapi anehnya, sudah hampir 10 menit aku menunggu di depan hotel tapi Niko tidak datang-datang???!!!!.

 Aku menghela nafas. Aku sudah berusaha menghubunginya tapi tidak di angkat-angkat. Aku memutuskan untung mengubunginya sekali lagi. 

Nada dering menandakan bahwa telfonku memang sudah terhubung dengan Niko. Pertanyaannya, kenapa dia tidak mengangkat telfonnya? apa mungkin penyakit sembelitnya kambuh lagi? atau perutnya sakit? Niko kan memang tidak cocok makanan eropa. 

"Halo?" akhirnya dia mengangkat telfonnya.

"Halo kamu dimana Nik? cepetan aku capek nunggu"

"Hah? Oh iya emm Ra, aku baru bangun kamu duluan ke tamannya aja deh haha maaf ya"

"Gila ya, kamu cari alamatnya sendiri aku duluan"

"Iya iya maaf"

Jarak dari hotel ke Taman Tiere tidak begitu jauh, aku memilih untuk berjalan kaki sambil menikmati suasana Kota Berlin di pagi hari. Mungkin ekspresi di wajahku terlihat tenang, tapi kenyataannya hatiku jauh dari kata tenang.

Semakin kupikir-pikir mendatangi taman ini hanya karena sepucuk surat memang benar-benar konyol. Bisa saja itu hanya penipuan, atau lebih buruk lagi ada seseorang yang mencoba menjebakku. Aku menggelengkan kepalaku. Hal yang konyol, aku bahkan tidak kenal siapa-siapa di Jerman kecuali Anna dan Ardi.

Aku sibuk dengan pikiranku sampai-sampai tidak menyadari bahwa aku telah sampai di Tieregarten. Pemandangan yang kulihat sekarang ini tidak terlalu jauh dengan pemandangan -yang kulihat pertama kali bersama Ryan. Orang-orang yang duduk di atas tanah berumput hijau, anak-anak yang bermain bersama orang tuanya, dan anjing yang berjalan-jalan bersama majikanya. 

Aku langsung menuju kursi yang dimaksud dalam surat itu. Kursi di samping air mancur. Surat itu tidak menyebutkan apa yang harus kulakukan selanjutnya. Aku hanya perlu ke sini lalu malaikat akan datang dan memberikan bagian selanjutnya? konyol. Tapi aku tidak bisa berhenti berharap.

Sekitar 10 menit berlalu dan Niko datang dengan membawa bretzel ditangannya.

"Hai Ra, maaf telat ya"

"Haahh" aku menghela nafas, "tumben kamu telat, biasanya kan kamu selalu tepat waktu"

"Kemarin aku jalan-jalan lah. Kita kan di Berlin. Terus kita ngapain disini?" tanya Niko sambil menengok ke kanan dan ke kiri.

"Menunggu"

Aku sendiri tidak yakin apa yang sedang kita lakukan disini. Niko terus mengajakku bicara karena dia tau kemungkinan kita disini hanya untuk membuang waktu. Dia tidak menanyakan lagi soal surat yang kuterima kemarin. Tiba-tiba seorang gadis kecil datang padaku.

"Das ist für Sie" (Ini untuk anda)

Dia menyerahkan sepucuk surat padaku dan langsung melenggang pergi. 

"Warten Sie! wer hat Ihnen gesagt, dass Sie mir das geben sollen?
(Tunggu! siapa yang meyuruhmu untuk memberikan ini padaku?)

"schöner Bruder" (Kakak yang tampan) 

Gadis cilik itu melihatku kemudian mengalihkan pandangannya pada Niko dan tersenyum. Niko yang terkejut pun membalas senyumnya. Lalu gadis itu pun berlari pergi meninggalkan kami berdua. Beberapa detik berlalu tanpa ada pergerakan dari aku ataupun Niko.

"Eh, maksudnya malaikat itu anak kecil tadi?" Suara Niko membuyarkan lamunanku.

"Sepertinya" Aku menatap surat beramplop coklat yang baru saja kuterima.

Ryan pernah berkata padaku karena aku dan Ryan tidak pernah suka di sebut dengan panggilan 'Angel' makan dia memberiku sebuah saran.

"Bagaimana kalau anak perempuan kita beri nama Angel. Kamu kan gamau aku sebut Angel, aku juga gamau jadi anak kita aja" Dia mengucapkan itu sambil tertawa dan aku ingat aku memukul bahunya. 

Ahh, rasanya mau menangis. 

Aku mendengar Niko bangkit dari kursinya dan melangkah pergi.

"Aku mau jalan-jalan dulu ya, telfon aku kalau ada apa-apa" 

Entah kenapa Niko selalu dapat megenail emosiku. Kali ini dia pergi karena dia tau aku memerlukan ruang untuk berfikir sendiri. 

Surat yang baru saja kuterima masih tidak memiliki alamat pengirim. Aku membukanya dan mengerluarkan selembar kertas putih yang terlipat dan membukanya. 

Be strong and brave.
Calm your fears.
Keep that chin up.
Dry your tears.

Yes, love hurt
And broke your heart.
Keep your head
And heart apart.

Don't cry over
What you have had.
At least you had it.
Don't be sad.

This will be tough,
But time will heal.
Perhaps a new life
Will then reveal.

You are not new
To this whole game.
You gave your best.
You're not to blame.
 -Judy

Aku tertawa, entah kenapa aku tertawa. Mungkin karena aku sudah melakukan apa yang dimaksudkan dalam puisi ini tapi tidak berhasil.

Move on. I'm not the one to blame.

Tapi Ryan, aku masih tidak bisa melupakan malam itu.

Dimana aku seharusnya mencegahmu untuk pergi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Making Your Dreams Come TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang