Satu malam di musim panas. Semilir anginnya dingin menusuk kulit. Tapi tak sedikitpun mengusik Jisung yang tengah asik bersantai di balkon kamarnya. Lengkap dengan sebuah gitar kesayangannya.
Pemandangan langit malam ini cukup indah untuk dilewatkan begitu saja. Senyum bulan sabit merekah di temani titik - titik kemilau di angkasa. Sungguh sayang bila kelamnya langit yang berhias tabur bintang ia abaikan begitu saja.
Melihat bintang ia jadi teringat adiknya. Adik kembarnya pun punya tabur bintang miliknya. Tepat di wajahnya. Yang semakin indah kala merekah bibir manisnya.
Membayangkan wajah riang adiknya sudah membuat hatinya menghangat. Senyum bahagia adiknya adalah satu hal yang selalu ia jaga. Oleh karena itu ia sering merasa bersalah kalau sampai adiknya itu sedih atau terluka. Jisung memang begitu sayang pada Felixnya.
Maksud hatinya ingin menghibur diri dan melupakan sejenak tugas kuliahnya. Jisung mulai memainkan gitarnya. Jemari kecil itu lihai mengatur senarnya membentuk nada nada yang sedap didengar. Tak lama kemudian terdengar nada - nada indah dari petikan gitarnya.
Pemuda bersurai kecoklatan itu tampak menikmati suasana malam yang ia ciptakan. Kadang kala jari bermain acak namun tak sedikitpun ciptakan nada sumbang. Memang darah bermusik melekat kuat menurun dari orang tuanya.
Tok tok tok
Sebuah ketukan pintu menghentikan petikan jarinya. Jisung melihat sebuah kepala menyembul di balik pintu. Kepala boneka teddy bear warna cokelat muda yang familiar untuknya. Tentu Jisung tak akan salah duga pada siapa pelaku di balik boneka berukuran raksasa itu.
"Ada apa, Felix?" tanya si sulung sambil beranjak dari posisi nyamannya. "Kenapa kesini? Bukannya kakimu sedang sakit? Kalau perlu bantuan kau bisa teriak memanggilku."
Felix mendengus sebal. Kakinya hanya terluka sedikit tapi seluruh orang di rumahnya mengkhawatirkan dia selayaknya kaki kanannya itu patah tulang. Berlebihan sekali, batinnya mencebik. "Jisung sedang sibuk?"
"Tidak. Aku malah sedang bersantai di balkon sambil bermain gitar. Lixie mau ikut?"
Kepala mungil Felix mengangguk dengan cepat. Rambut oranye miliknya bergerak lucu. Jisung jadi gemas melihat adiknya. Ia pun baru menyadari kalau kembarannya ini mewarnai rambutnya. Membuat pemuda yang lima belas menit lebih muda darinya semakin manis dan menggemaskan.
"Ayo masuk!"
"Berry boleh ikut?" tanya si manis sambil memeluk erat boneka yang ukurannya nyaris serupa dengannya. Berry adalah nama boneka tersebut.
Aiden Jisung tertawa. Kenapa Felixnya tiba-tiba bertingkah imut seperti ini.
"Tentu saja. Ayo!"
*****
Berawal dari Felix yang mendengar suara gitar dari kamar sebelahnya. Ia tahu benar kebiasaan kakak kembarnya yang suka sekali bermain gitar di malam hari. Dulu mereka sering menghabiskan waktu bersama.
Jisung yang bermain gitar dan Felix yang dengan senang hati mendengarkan. Kadang kala ia turut menyambut dengan nyanyian. Tapi Felix yang memang tidak begitu percaya diri itu acap kali ragu untuk sekadar berdendang.
Felix rindu momen tersebut. Sedikit mengabaikan rasa nyeri di lutut kanannya, Ia beranjak dari ranjangnya sedikit kasar. Sayangnya tindakan tak hati - hatinya itu membuatnya meringis ngilu.
"Jangan mengeluh, Felix! Ini hanya luka kecil," tuturnya pada dirinya sendiri.
Setelah dirasa sakit itu perlahan menghilang, putra bungsu Bang itu meraih sebuah boneka kesayangannya. "Berry, rindu Jisung kan? Ayo kita ganggu, Jisung!" Setelahnya ia segera mengetuk pintu kamar yang bertuliskan Ji's Room.

KAMU SEDANG MEMBACA
eclipse
Fanfictioneclipse (n) : an astronomical event that occurs when an astronomical object or spacecraft is temporarily obscured, by passing into the shadow of another body or by having another body pass between it and the viewer.