"Selamat pagi, Felix!"
Sepasang mata indah itu mengerjap menyesuaikan diri dengan sinar matahari yang mulai menyapa. Felix menggeliat di balik selimut miliknya.
"Jisung sudah bangun? Ini jam berapa?" tanya Felix sambil mengusap kedua matanya. Suaranya masih serak khas bangun tidur.
"Jam setengah tujuh, Lixie."
Kedua mata cantik itu terbelalak. Tubuh mungil yang awalnya bersembunyi dalam selimut itu menegak. "Felix kesiangan!" seru Felix sedikit berteriak.
"Tidak apa apa. Kamu pasti lelah setelah kemarin seharian bermain."
"Maafkan Felix. Seharusnya Felix yang membangunkan Jisung," sesal yang lebih muda. Wajahnya berubah murung dengan lengkung bibir yang menukik ke bawah.
"Tidak apa apa, Felix. Lagipula Jisung sudah pasang alarm tadi. Mama juga kemari untuk membangunkan Jisung kok." Jisung menghampiri adiknya dan menangkup kedua pipi gembil adiknya. Tidak rela ia melihat adik kesayangannya yang tampak murung.
"Jisung jangan dekat dekat. Felix bau belum sikat gigi."
Si sulung terkekeh ringan. Bukannya menyingkir ia justru mengecup kedua sisi wajah Felix yang menggemaskan itu. "Kalau begitu segera mandi. Ayo sarapan bersama!"
*****
"Felix istirahat di rumah saja!"
Titah sang kepala keluarga Bang di akhir kegiatan sarapan. Christopher Bang pasti sudah mendengar kabar tentang jatuhnya si bungsu yang berujung dengan luka di kaki si manis.
Sementara itu yang bersangkutan justru merengut sedih akibat titah sang papa. Lengkung bibirnya menurun dengan tatap mata sendubya. Demi Tuhan, ia hanya terjatuh dan luka kecil. Tapi kenapa seluruh anggota keluarganya memperlakukan dengan berlebihan.
"Felix tidak apa apa, Pa. Lagi pula kaki Felix sudah tidak sakit," sanggah si manis.
"Dengarkan saja perintah papamu, Fel. Ini untuk kebaikan Felix. Felix di rumah saja ya tidak usah ikut ke toko," tutur Jihyo memberi turut pengertian.
Jisung yang sedari tadi masih sibuk dengan makanannya hanya memandang adiknya yang sedang merajuk. Ia tak turut andil dalam percakapan tersebut. Namun ia tau jelas dengan raut kesedihan Felix.
Sebuah ide menarik melintas di kepala Jisung. Secara tersembunyi ia meraih ponsel pintar miliknya dan menuliskan sesuatu. Ia harap rencana sederhana ini bisa sedikit menghibur hati adiknya.
Usai berkutat dengan ponsel miliknya, Jisung beranjak dari kursinya. Ia harus segera berangkat mengingat akan ada kuis pagi ini.
"Jisung pamit berangkat sekarang ya Pa! Ma!"
"Hati hati di jalan, sayang!"
"Jangan lupa buka ponselmu, Fel!" bisik Jisung ketika ia berpamitan dengan adiknya.
Felix diam diam membuka ponsel yang ia simpan di meja. Sebuah pesan singkat dari kakaknya menyembul di baris notifikasinya. Walaupun baru membaca sekilas, garis bibir yang semula murung kini mulai terangkat riang.
"Nanti siang kita makan bersama di rumah. Aku akan ajak seorang teman ke sini."
*****
Felix mungkin harus membenarkan maksud orang tuanya yang menyuruhnya tinggal saja di rumah. Entah mengapa seluruh tubuhnya memang terasa lebih lelah. Harus ia akui kalau tubuhnya ini memang cenderung lemah.Tidak ada aktivitas yang berarti. Sedari tadi ia hanya berbaring dan kadang kala memainkan ponsel pintar miliknya. Ia pun tak juga beranjak dari kamar miliknya. Kakinya yang sakit terlalu manja untuk diajak berjalan.

KAMU SEDANG MEMBACA
eclipse
Fiksi Penggemareclipse (n) : an astronomical event that occurs when an astronomical object or spacecraft is temporarily obscured, by passing into the shadow of another body or by having another body pass between it and the viewer.