27. Free hugs

2.4K 223 45
                                    

Tanah yang telah ditumbuhi oleh rumput-rumput berwarna hijau itu kini menjadi sasaran. Gema tak henti memukul rumput itu sejak kepergian Alvaro tadi.

Alvaro Arkana. Gema benar-benar menaruh rasa benci yang sangat besar kepada cowok bermata elang tersebut.

Ini berlebihan, sungguh! Tindakan Alvaro benar-benar berlebihan dalam membela Ayana. Padahal pagi tadi, Gema hanya datang diam-diam kerumah Ayana, dan mengikat gadis itu di tiang rumah. Hanya itu, dan Alvaro benar-benar berlebihan, hingga memukuli dirinya seperti tadi.

"Cupu!"

Mendelik tak terima. Gema mendongak, menatap orang yang baru saja mencibirnya. Sedetik kemudian, senyum meremehkan terpatri dibibir cowok berambut ikal itu saat melihat Akila di depannya.

"Biarin gue cupu, yang penting gak murahan," kata Gema, dengan senyum meremehkan yang tak luntur dari bibirnya. "Lain kali jangan ikut campur dengan urusan orang lain."

"Semua hal yang ada hubungannya dengan Alvaro Arkana, adalah urusan gue." Bersidekap dada, Akila tak mau kalah.

"Goblok karena cinta." Kali ini Gema merapikan dasi, dan memasukkan seragamnya agar terlihat rapi.

"Eh, tunggu," sergah Akila, sembari menahan lengan Gema, saat menyadari bahwa cowok itu ingin melangkah pergi.

Tak ada respon berlebihan yang cowok berambut ikal itu berikan. Hanya menatap Akila dengan sebelah alis yang dinaikkan.

Sadar akan sesuatu, buru-buru Akila melepaskan cengkramannya pada lengan Gema.

"Jangan buang-buang--"

"Ayo kita kerja sama." Akila menyergah perkataan Gema, yang mendapatkan kerutan samar di dahi sebagai respon.

"Gue gak mau terlibat urusan sama orang goblok kaya lo."

"Tapi ini penting." Akila bersikukuh. "Gue yakin, cuma lo yang bisa bantu gue. Dan itu juga ada keuntungannya buat lo."

"Sekali nggak, ya, enggak."

"Tapi ini ada hubungannya dengan Ayana!"

Hening.

Gema menatap Akila dengan mata yang memicing. "Tau apa lo tentang Ayana."

"Gue tau banyak," kata Akila tegas. "Jadi, ayo kita kerja sama. Tujuan kita sama, yaitu ingin Ayana gak bisa hidup tenang. Kita bisa saling bantu, Gem."

"Segitunya lo sama Alvaro." Gema menggeleng, tak habis pikir. "Lo mau buat hidup Ayana gak tenang cuma karena Alvaro cinta sama cewek itu? Asal lo tau, lo itu tolol banget!"

"Ini bukan cuma soal Alvaro, ini juga ada hubungannya dengan bo--"

Kalimat Akila mengapung di udara. Gadis itu menggeleng, tidak. Ia tidak boleh menceritakan masalah keluarganya kepada siapapun. Terlebih, pada orang yang masih tergolong asing seperti Gema.

"Apa?" Alis Gema saling bertautan, dengan kerutan yang tercetak jelas di dahinya.

"Bukan apa-apa."

"See?" Gema menaikkan sebelah alisnya. "Yang gue omongin itu bener, 'kan? Lo itu udah digoblokin sama cinta, La. Sadar, masih ada orang yang tulus sama lo, jangan berpusat pada satu cowok doang. Bahkan cowok itu cuma nganggep lo parasit."

Akila bergeming. Meskipun sedikit tersinggung dengan perkataan Gema, tapi gadis itu membenarkan semuanya. Ini bukan pertama kali, sebelumnya Reynaldi, Sila, bahkan Rafan pernah mengatakan hal yang memiliki makna serupa dengan yang dikatakan oleh Gema. Tapi sialnya, pendirian Akila sama sekali goyah. Ia akan tetap memperjuangkan Alvaro Arkana, hingga ia merasa lelah dengan semuanya.

"Gem, lo ngomong gini ... Bukan karena lo suka gue, 'kan?"

"Goblok! PD gila, lo. Jangan ngimpi! Lo bahkan gak masuk kriteria cewek idaman gue."

"Terserah." Akila tak peduli. "Jadi, lo mau kan kerjasama dengan gue?"

"Nggak!" kata Gema, nampak tegas seakan tak ingin goyah. "Jangan ganggu gue, dan jangan panggil gue, Gem, gue gak suka penggalan kata itu."


-o0o-


"Mau pulang bareng?"

Menoleh. Akila menatap Rafan yang berdiri disebelahnya. Cowok jangkung yang masih mengenakan almamater osis itu tersenyum tipis.

Berniat mencari alibi. Akila mengedarkan pandangannya pada parkiran sekolah. "Gue pulang bareng cowok gue," kata Akila pada akhirnya, saat melihat sebuah gerombolan siswa berjaket hitam. Ada Reynaldi disana, dan Akila yakin, bahwa Alvaro juga pasti ada ditempat itu.

"Yakin?" Rafan memastikan. "Habis ini aku mau nonton teater, bukannya dulu kamu suka banget? Kata kamu, Boba di sana enak, pertunjukannya juga seru."

Tunggu!

Akila merasa ada yang janggal. Gadis itu menyerongkan badan, menatap Rafan sepenuhnya. "Maksud lo dengan kata dulu itu apa? Kita pernah pergi ke sana sebelumnya?'

"Pernah, sering malah. Kamu gak Ingat, ya?"

Rafan tertawa, tapi terdengar pilu. Kening Akila mengerut dibuatnya, ia rasa, ia tidak pernah pergi nonton teater bersama Rafan. Sungguh! Dan Akila rasa, ingatannya masih berfungsi dengan baik.

"Jangan ngelantur, Fan!"

Lagi, Rafan terkekeh, untuk kedua kalinya. "Kamu tau, La? Sakit tau, ngeliat orang yang dulu nyaris tiap hari bareng sama kita suka sama orang lain. Dan lebih parahnya, dia nggak Ingat sama sekali kenangan yang sudah kita lewati. Sakit banget, kita yang terjebak dengan kenangan yang sulit untuk dilupakan, dan dia, bahkan gak inget sedikitpun."

"Maksud lo apa?"

"Gak pa-pa." Rafan menggeleng, sembari tersenyum. "Aku pulang duluan, ya."

Punggung Rafan semakin menjauh. Akila menatapnya dengan bingung. Masih tidak mengerti dengan semuanya. Rafan seakan menyampaikan sesuatu secara tersirat, sialnya Akila tidak mengerti sedikitpun. Tapi, apa tujuan cowok jangkung itu mengatakan padanya?

"Anjing! Kenapa kalian pada peluk gue?!"

Suara berat yang terdengar menahan kekesalan itu membuyarkan lamunan Akila. Spontan gadis itu menoleh, dan menatap kearah sumber suara.

"Hahahaha."

Tawa gadis itu membuncah seketika, tak lama, suara tawa yang lainpun terdengar.

Menoleh. Akila berusaha meredam tawanya, saat melihat Alvaro dan teman-temannya sedang tertawa puas. Yakin, ini adalah ulah mereka.

Tak jauh dari posisinya, ada Gema yang berdiri dengan seorang siswi bertubuh gempal yang sedang memeluknya. Dipunggung cowok berambut ikal itu tertempel sebuah kertas yang bertuliskan, Free hugs. Akila yakin, pelaku yang menempelkan kertas itu adalah Alvaro dan teman-temannya.

"Woy, Gem!" Akila sedikit berteriak, dengan menahan tawanya. "Mau gue bantuin, gak? Tapi lo harus terima kesepakatan kita."

"Gue gak mau!"

"Yakin?"

"Gue gak akan kerjasama dengan lo, sampai kapanpun! Sampai lo nangis darah juga, gue gak akan mau sama cewek goblok kaya lo."

TBC


Sudah lumayan lama saya tidak update. Maaf, ya, soalnya telinga saya sakit, berdenyut terus.


Q: Lah, bukannya yang ngetik itu tangan? Apa hubungannya sama Telinga?

Pokoknya gak tau! Saya kan orangnya agak aneh.



See you next part!

About AlvaroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang