"Gua ada latian."
"Beres jam berapa? Bentar doang ke rumah elu mah."
Adam menatap satu persatu temannya yang sangat ingin pergi ke rumahnya. "Ada apa sih sama kalian dan rumah gua?" tanyanya akhirnya. Ia benar-benar ada latihan basket, plus seleksi anak-anak kelas sepuluh yang ingin masuk ke dalam tim basket.
"Suka aja gua di rumah lo. Berasa rumah sendiri," ujar Jana sambil cengengesan. Dari keempat rumah yang sering dibuat nongkrong bergantian, rumah Adam memang rumah yang paling adem karena banyak tumbuhan hijau dan berbagai macam bunga—dan surprisingly, Nolan sering bertanya macam-macam soal tanaman pada ibunya.
"Gua juga mau ketemu Tante Sandra!" ujar Nolan semangat. Sedangkan Genta diam saja. Dia fleksibel, asal seluruh urusannya di sekolah selesai, maka Genta bisa belajar dan mengerjakan tugasnya di rumah siapapun, dan asal ada penerangan.
Adam baru saja akan mengembuskan napas menyerah dan mempersilakan semua temannya berkunjung, tiba-tiba ada seseorang yang mendatangi mereka dan menjewer telinga Nolan sampai cowok itu misuh-misuh ala Surabaya yang diajarkan oleh Gita.
"Apa sih, cuk." Nolan menepis tangan Shayna, lalu menatap cewek itu kesal.
"Lupa lo kalo kita dihukum?!"
Ingatan Nolan otomatis terbawa pada kejadian kemarin, di ruangan Pak Gatot.
"Jadi, bisa dijelaskan Shayna, kejadiannya seperti apa?" tanya Pak Gatot, membuat Nolan mendengus pelan. Kalau Shayna dulu yang ditanya, jelas saja Nolan tidak akan benar. Tetapi cowok itu kembali dalam mode patungnya karena Pak Gatot sekarang melotot ke arahnya.
"Jadi, Pak, saya sedang berjalan sambil membawa kopi di gelas karton, terus tiba-tiba Nolan entah dari mana lari-lari, matanya nggak fokus ke jalanan, terus jadi nabrak saya."
Nolan melotot menatap Shayna yang terdengar begitu melebih-lebihkan, tetapi sepertinya Pak Gatot tampak begitu percaya. Tidak lama, guru berusia pertengahan empat puluhan itu menaruh pandangannya ke arah Nolan. "Sekarang giliran kamu, Byanazriel."
Nolan mendengus pelan ketika lagi-lagi satu guru memanggilnya dengan sebutan Byanazriel, karena ia salah memesan badge name. Ia kira pada awalnya badge name dipesan dengan nama depan, tetapi saat hari pertama, badge name milik Genta tidak tertulis Haidar, milik Adam tidak tertulis Gibraltar, dan milik Jana tidak tertulis Bumi, Nolan sadar kalau ia sudah menjadi orang paling bodoh sedunia.
"Jadi begini, Pak, saya tadinya memang sedang terburu-buru hendak pergi ke koperasi untuk membeli buku tulis sebelum pelajaran hendak dimulai, saya yakin Pak, tadinya Shayna nggak ada, tetapi tiba-tiba jalan terburu-buru, nggak tengok ke kanan dan ke kiri terlebih dahulu."
Shayna dan Nolan saling melempar pandangan penuh kekesalan saat Nolan selesai menjelaskan dan Pak Gatot berdeham sambil mencari sesuatu di laci mejanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
fluorescent adolescent
Teen FictionKarena, setiap remaja, memiliki setiap rona-nya masing-masing. Tentang masa lalu, tentang cita-cita, tentang keinginan, tentang harapan dan berharap, dan, tentang cinta. ©2020