Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kenapa, Ta?"
Senja menatap Genta yang memakai sweater abu-abunya, dipadukan dengan celana jins, dan rambutnya yang masih setengah basah dan berantakan. Senja tidak menyangka kalau melihat Genta bisa membuatnya merasakan hal itu lagi. Hal dimana ia mau berjuang bersama-sama karena ia menyayangi cowok itu. Tetapi, ketika Genta memutuskan untuk mengakhiri semuanya, Senja mungkin setuju dengan perkataan cowok itu.
That we weren't meant for each other and it's fine.
Bukan karena Senja tidak berjuang. Bukan juga karena Genta yang tidak menepati omongannya kalau ia tidak akan menyerah. Tetapi, karena Senja berusaha menerima kalau tidak semua hal dapat dipaksakan, apalagi soal perasaan. Satu yang Senja tahu pasti, kalau ia tidak merasakan apa yang ia rasakan untuk Genta pada Alva. Kalau... Senja hanya memberikan hatinya pada Genta, bahkan mungkin jauh sebelum cowok itu merasakan hal yang sama. Senja suka bagaimana Genta sayang padanya sesederhana anak kecil. Sesederhana 'aku sayang kamu.' dan ia benar-benar melakukannya dengan baik.
Untuk soal itu, Genta memang tidak mungkin ada tandingannya. Tetapi, dalam hubungan tentu saja tidak mungkin melulu soal aku sayang kamu, kan?
"I'm sorry." Genta menatap Senja, tepat di matanya, meskipun mata cowok itu sedikit tertutup anak rambutnya. "Sorry buat semua yang aku lakuin ke kamu. And I meant it, Nja."
Senja tahu, Genta tidak akan minta maaf apabila ia tidak tahu apa kesalahannya. Genta akan meminta maaf jika ia benar-benar tahu harus memperbaki seperti apa. Dan, seperti setiap orang pada umumnya, tentu hal itu memiliki plus dan minusnya sendiri.
"Sorry for... what?"
Genta memainkan jarinya pelan di cangkir kopi panasnya. Ia membuang napas perlahan. Kenapa rasanya sama seperti waktu Genta menembak Senja delapan bulan yang lalu?
"Sori karena aku egois. Semuanya. Aku egois maunya dingertiin terus. Aku egois maunya kamu selalu ada, tapi aku nggak bisa ada buat kamu. Aku nggak bisa ngelindungin kamu. Nggak ada waktu buat kamu. Semua salah yang kalo aku list bisa panjang banget, Nja."
Senja tertawa kecil. Genta mungkin selalu melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak pernah cowok itu sadari. Mungkin, meninggalkan Senja juga salah satu dari kesalahan itu.
"Maaf karena aku ninggalin kamu."
Genta benar-benar tidak yakin.
"Aku emang bego banget soal ginian, Nja. Aku nggak ngerti gimana perasaan kamu. Dari yang aku liat, kamu mungkin sayang sama Alva, kamu suka sama dia karena dia bisa menuhin keinginan kamu."
"Makanya, nanya dan dengerin aku dulu, Genta."
"Maaf juga buat satu itu."
Senja mengulas senyuman tipis. Mungkin, ini saat terakhirnya bisa sedekat ini dengan Genta. Melihat cowok itu seberantakan ini. Melihat cowok itu sedekat ini.