"Gua nggak ngerti ini gila, materi apa sih?"
Genta menyipit ke arah Nolan yang sekarang giliran mengerjakan tugasnya, sedangkan Genta dan Jana bermain PS. "Ajarin napa temen lo," ujar Genta pada Adam yang tidak tampak kesulitan. Malam ini, mereka berempat berkumpul di rumah Genta, sebagian bermain PS, bergantian dengan sebagian yang mengerjakan tugas.
"Eh gua tau tuh materi kayaknya!" ujar Jana, masih serius dengan konsol PS-nya, berusaha mengalahkan Genta yang—bahkan dalam dunia game pun—lebih unggul. "Belajar di Bu Refa makanya, Lan."
"Ngomong sekali lagi gua rekam gua kirim Bu Refa biar mampus lo." Nolan semakin mendumal, membuat Adam akhirnya mau sedikit bersimpati dan melihat Nolan ada di materi apa.
Jana hanya terkekeh, tetapi kekehannya tidak berlangsung lama karena detik selanjutnya dia memaki-maki Genta yang kembali menang di putaran kedua. "Lo nggak bisanya apa deh, Ta? Biar gua tekunin tuh."
"Gambar," jawab Genta kalem, membuat senyuman dan dengusan geli dari Jana keluar. Benar juga. Genta tidak bisa menggambar. Sedangkan Jana bisa menggambar—dengan bagus—tanpa perlu kesulitan berarti.
"Fair enough."
Genta mengangkat bahu lalu melemparkan konsolnya ke arah Adam yang sudah selesai mengajarkan Nolan nomor satu dari pekerjaan rumah cowok itu.
"Boooys, bokap mau balik. Buruan kalian balik!"
Keempat cowok itu menatap Gita yang mengintip di balik pintu, dengan setengah merem, setengah melek. "Udah melek aja. Nggak ada yang ganti baju," ujar Genta, serentak meringkas semua PS dan buku-buku milik teman-temannya.
Gita akhirnya berani membuka matanya. Terakhir ia nyelonong masuk ke kamar Genta, ia melihat Jana topless, dan Gita tidak mau melihat siapapun lagi topless, kecuali Genta.
"Buruaaan!!!"
Semua orang yang ada di kamar itu buru-buru membereskan semua barangnya yang kececeran. Termasuk snack-snack yang sudah dibuka.
"S! Ini tas gua jadi isinya ciki doang!" umpatan Adam membuat Nolan terkekeh.
Semuanya tergesa. Ayah Genta terkenal... killer. Yah, begitulah bahasanya. Pernah sekali waktu mereka berempat di rumah Genta sampai tengah malam, di malam minggu, bermain PS, dan ayah Genta menghampiri mereka, berkata beberapa kalimat sarkastik yang membuat Genta sampai sungkan sendiri kepada ketiga temannya. Tetapi, hal itu tidak membuat empat begundal ini berhenti bermain di rumah Genta. Mereka suka bermain diam-diam, sampai ayah Genta dalam perjalanan pulang dan mereka akan terburu-buru pergi.
"Buruaaan!" ujar Gita, mengajak semua laki-laki itu keluar.
"Gita berisik!" Jana menyeret langkahnya keluar dari kamar Genta, buru-buru berlarian turun, disusul oleh Nolan, dan Adam terakhir yang paling santai, meskipun cowok itu masih memaki-maki Nolan yang menumpahkan ciki di tasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
fluorescent adolescent
Teen FictionKarena, setiap remaja, memiliki setiap rona-nya masing-masing. Tentang masa lalu, tentang cita-cita, tentang keinginan, tentang harapan dan berharap, dan, tentang cinta. ©2020