Room 1

793 59 3
                                    

Langkah-langkah dentuman fantofel coklat beradu dengan keramik lorong yang terasa padat merayap saat menginjak pergantian jam kelas. Tetapi beruntungnya, langkah kaki ramping itu membuat siswa lain menepi dan mempersilahkan dia lewat.

Dia terburu-buru menuruni tangga dengan cepat. Teman nya akan melakukan misi bunuh diri dan dia harus menyokongnya. Itu yang ada dipikiranya sejak ia mendengar kabar bahwa Jay ingin menyatakan perasaanya pada Calum- Yang Mulia Agung yang begitu di puja oleh warga sekolah.

Dia menemukan teman nya yang kondisi wajahnya sudah keringat dingin gemetar. Gugup tiada tara. Yang benar saja! Jay ingin mengatakan perasaanya di lapangan futsal. Are you kidding me?!

Jay! Kau masih waras kan? Dia tak mau teman gilanya di permalukan.

Setelah prosentase keyakinan milik Jay setinggi mata kaki. Dia menghampiri Calum yang berjalan santai menyebrangi lapangan futsal untuk pergi ke gedung lainya-- entah mau kemana. Jalan lenggak-lenggok Calum terlalu indah membuat submisive atau wanita yang dilewatinya mendadak hamil. Tch, bercandaan macam apa itu hah?!

Pemuda dengan kaki ramping itu mengikuti langkah Jay seakan-akan siap sedia ketika Jay rubuh kapan pun. Dia berhenti beberapa langkah dibelakang Jay dan menatap intens punggung temanya. Bermaksud memberi semangat.

"Aku menyukaimu!"

Hening.

Bahkan submisive dan wanita yang ribut-ribut hamil online, bungkam. Aduh Jay, kalau tahu begini, mending kau bilang ke Calum-nya pas sepi. Bukan malah ramai begini.

Calum dengan gaya kerenya berhenti. Berbalik dengan postur malas menatap tanpa minat pada Jay yang sudah ketar-ketir.

"Kau tahu?-"

"Ya?" Jay menyahut pelan.

"Kau berisik! Mengganggu dan aku sama sekali tidak tertarik padamu!" Calum berbalik dan berjalan cepat memasuki gedung.

Riuh bak pasar ikan menggema di seluruh penjuru. Para submisive dan wanita itu terkekeh hina dengan berbagai ejekan untuk Jay. Bahkan Calum tidak memikirkan perasaan Jay. Calum tidak peduli. Dan semua penghuni sekolah tahu itu.

Riak muka Jay mulai muram. Bibirnya mengerucut sedih.

"Tentu saja- ditolak." Ucapan itu sangat kompak menghunjam batin Jay.

Pemuda berkaki ramping itu geram. Terlampau benci dengan kelakuan tidak tahu malu Calum. Ia akui kalau Calum memang tampan. Tetapi dia tak berhak menyakiti Jay. Pemuda itu sudah meremat-remat keras jas almamater miliknya.

Pemuda itu beranjak dengan secepat kilat menyusul Calum, si bedebah tampan yang sialnya di sukai Jay- teman nya. Pemuda itu berlari mengikuti kemana Calum pergi. Menyusul dengan cepat menaiki tangga memutar yang dilewati Calum.
Tepat di ujung tangga lantai tiga, pemuda itu mencegat Calum untuk melangkah lebih jauh.

Kaki kanan bercelana bahan khas sekolah nya melintang menjejak di pembatas tangga yang berbahan besi dengan badan yang bersandar di ujung tangga yang lain. Intinya, pemuda itu ingin menghalangi jalan si tampan Calum dengan kakinya.

Calum menghentikan langkahnya dengan kalem. Dia menatap dingin hama yang ada didepanya.

"Kau mengganggu-" Si Bedebah Calum berucap ketus dengan tatapan dinginya yang mengunci hama dan ingin segera menyingkirkanya.

"Jay sudah mengeluarkan keberaniannya untuk menyatakan perasaanya pada badebah sepertimu. Tapi aku tak mengira kalau kau se-brengsek itu! Aku curiga kau hanya mengincar kehangatan-" semprot pemuda itu tanpa tanggung-tanggung. Bahkan dia tidak akan sungkan mengumpat pada manusia didepannya.

Temporary [BANGINHO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang