Malam itu, pemuda berkaki ramping dengan mata kucingnya termenung dengan kalender dihadapanya. Lembaran mengkilap milik kalender itu berkilat di manik jernihnya yang diterpa terang lampu belajar miliknya. Menatap sendu sign yang ia bubuhkan dengan note singkat.
July 7th, 2014
🎆 Star Festival 7:30 PMTeringat dengan perkataan Calum. Dahinya mengkerut tak nyaman. Dia menyalahi sesuatu. Lavin merasa dia menghianati Jay. Sahabat macam apa dia? Seharusnya sahabat tak ada yang menusuk dari belakang. Bahkan ia sudar berbohong saat pertama kali terciduk berduaan di balkon flat dengan Calum. Huh sialan!
Giginya gemertak canggung saat mendapati kedatangan teman sekelasnya yang melewati gerbang sekolah. Tidak biasanya Jay datang sedikit siang kesekolah.
Lavin berdiri canggung di depan gerbang demi mencegat Jay yang mengendarai sepeda.
"Ah! Ada apa Lav? Tumben menunggu didepan? Apa kau menunggu seseorang?"
"Ya! Lav! Kau sudah punya pacar?" Seru Ruth dengan heboh tanpa ingat jika mereka didepan gerbang. Lavin melotot tidak terima.
"Heh! Hoax dari mana itu hah?! Pergi sana!" Usir Lavin sambil mendorong Ruth dan pacarnya agar segera masuk kesekolah dan tidak mengganggunya.
"Kelas mana Lav?!" Goda mereka dengan berjalan masuk ke kawasan sekolah. Lavin masang wajah sinis dna mengacungkan jari tengahnya untuk menghentikan godaan teman sekelasnya itu.
Lavin menghembuskan napas singkat dan berbalik untuk menunggu Jay kembali. Tetapi orang yang ditunggu terlihat dipandangan Lavin sedang mengayuh pedal sepedanya. Rambut badai milik Jay terlihat melambai ayu diterpa angin musim panas.
"Ohayou Lav!" Sapanya saat sampai di depan Lavin dengan kaki kiri menyangga tubuh dan sepedanya tetap tegak sedangkan kaki kananya masih diatas pedal.
"Ohayou-" Lavin mengedipkan mata gugup. "Itu-"
Raut Jay berubah kaget. Padahal Lavin belum berbicara penting sama sekali. "Apa? Oh! Kau punya pacar?" Lavin lagi-lagi melotot.
"Bukan itu!"
🚪🚪🚪
Suasana sepi dari lahan parkir sepeda membuat Lavin sedikit tegang. Kuda besi berpedal itu memenuhi tempat tempat. Setelah mencegat Jay dan membuntuti Jay memarkirkan sepedanya, Lavin memutuskan untuk berbicara disini saja. Lebih sepi dan aman tanpa lolongan fans dari Calum.
"Jadi- kau berpacaran dengan Calum?" Nada bicara itu, sungguh membuat Lavin ingin menjedotkan kepalanya pada tiang kanopi didekatnya.
"Tentu tidak! Dia hanya menumpang di flatku," sergah Lavin sedikit panik debgan kesimpulan spontan Jay. "Dia tidak akan menyukaiku. Bahkan dia tidak menganggapku manusia, mungkin."
"Kau bagaimana?"
Lavin tertunduk dalam tanpa berani menatap mata Jay yang sudah sedikit berkaca-kaca. "Dulu aku membencinya,"
"Sekarang? Kau menyukainya?" Tuntut Jay.
"Mungkin," Lavin tersenyum kecut saat menyadari betapa tidak bergunanya dia.
"Kau tetap menyukainya, walau aku juga menyukainya," pernyataan Jay membuat kepala Lavin semakin dalam menunduk. Bahkan ia membungkuk sopan agar Jay tahu betapa buruknya sahabatnya semenjak SMP.
"Maafkan aku!" Lavin membungkuk dalam penyesalan yang menyendu.
"Kau menyebalkan," Lavin menegakan badan kembali dan menatap Jay. Sedangkan Jay bibirnya mengerucut kesal. Tidak dibisa dipungkiri kalau Lavin masih menangkap kilauan mata milik Jay yang bergetar. "Kau berjanji saat SMP. Jika ada apapun, yang kau beritahu pertama adalah aku-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporary [BANGINHO]
Fanfiction[PAUSED] Sejujurnya aku tak pernah berpacaran sejak aku merasakan yang namanya hormon remaja. Aku juga bukan tipe manusia pentolan. Aku lebih memilih menjadi siswa biasa-biasa saja sampai aku lulus SMU dengan damai dan tenang. Tapi sepertinya tida...