Tiga

4.4K 711 270
                                    

Gue lagi ngetawain Naira karena nerima lamaran cowoknya yang berpenghasilan UMR

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue lagi ngetawain Naira karena nerima lamaran cowoknya yang berpenghasilan UMR. "Gak salah lo, Nay. Gajinya aja langsung habis buat bayar cicilan dan biaya hidupnya sendiri? Ntar mau dikasih makan apa lo?"

"Gue juga punya gawean kali, kalau cuma buat makan sebulan aja gaji gue lebih dari cukup, kok." Dalih Naira.

"Yang gue tanyain itu kesiapan calon laki lo, dia berani ngajakin lo nikah berarti dia kudu siap nanggung seluruh hidup lo, kan? Kalau dia gak ada kesiapan apa-apa ya sama aja kayak dia ngajak lo melarat." Gue pengen Naira berpikir logis.

"Gue cuma butuh komitmen dan gimana nanti usaha dia buat gue, kalau untuk urusan lain dan sebagainya masih bisa ditanggung bareng-bareng." Naira sok yakin. "Kan rejeki orang yang nikah itu bakal mengikuti."

"Lo gak pengen belajar dari pengalaman gue, Nay?" Gea nimbrung. "Sorry bukan gue meragukan cowok lo, cuma gue rada skeptis aja. Coba kurang berkomitmen apa Cahyo sama gue dulu? Manis banget janji-janjinya dulu sampai bikin gue mabok kepayang. Tapi liat ending kita kemana? Dia nikah sama cewek pilihan orang tuanya. Sedangkan gue? Ngenes! Padahal gue yang nemenin dia dari nol, gue selalu ada buat dia sejak statusnya masih di level pegawai rendahan sampai sekarang dia assement jadi manajer... harusnya gue yang ikut menikmati hasilnya bukan cewek yang baru dinikahinya itu!"

"Sabar, Ge, sabar." Naira bersimpati pada Gea yang kisah percintaannya gak semulus dirinya, apes karena bertemu cowok yang gak bertangungjawab.

Gue aslinya juga pengen ngakak, tapi kasian juga denger Gea curhat colongan begitu. "Dengerin tuh kata Gea. Komitmen kalau cuma sekedar diucapkan jatuhnya bullshit. Udah gak bisa dipake bayarin salon, gak bisa buat shopping, gak bisa bikin kenyang...terus kalau lo pengen jelong-jelong keluar negeri lo tetep butuh duit buat beli tiket pesawat dan booking hotel."

"Kebahagian itu cakupannya luas. Gak melulu harus dinilai dengan materi atau hal-hal yang lo sebutin barusan." Naira sok bijak. "Mungkin karena pemikiran gue beda sama lo yang berotak kritis dan realistis. Gue bahagia kalau bisa memiliki keluarga kecil gue sendiri, hal-hal sederhana yang mungkin lo anggap remeh tapi itu impian terbesar gue "

"Keluarga kecil yang dibangun dengan rasa cinta?" Cibir gue lagi. "Gak sesederhana itu, Nay. Ngajak cewek hidup susah bareng itu bukan goal yang bisa dibanggakan. Sama aja kayak dia gak siap pasang badan demi mengusahakan kebahagiaan kalian."

"Percuma debat sama lo, Kin. Lo punya target tinggi tentang pasangan lo, sedangkan gue lebih seneng menjalani dengan cara yang simple." Naira dengan sabar ngeladenin gue. "Gak ada yang salah dengan pilihan yang gue ambil, termasuk keputusan gue menerima lamaran Mas Tristan. Lo gak bisa memaksakan prinsip saklek lo ke semua orang, inget gue bukan lo."

Step On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang