-1-

76 10 0
                                    

"Eh Yusuf lo tau nggak sih. Si Auris hari ini nggak sekolah." Yusuf yang mendengarkan berita itu tidak kaget sekalipun. Kalau cewek itu pindah sekali pun Yusuf tidak perduli.

"Bolos kali." Ucap Yusuf meski belum pernah melihat cewek itu bolos dari pagi. Deffin yang mendengar jawaban dari sahabatnya hanya menngangguk.

"Yoklah kita istirahat sekarang." Yusuf mengajak ke dua temannya untuk ke kantin.

"Nggak ah malaes gue." Deffin dan Yusuf melihat aneh ke arah Dika. Tidak biasanya Dika menolak ajakan mereka ke kantin. Pasti ada sesuatu nie, pikir mereka.

"Kenapa lo?" Tanya Rendy pada Dika.

"Gue putus sama Adel." Deffin, Yusuf dan Rendy tidak dapat menyembunyikan raut terkejut mereka. Tidak menyangka Dika akan putus setelah mereka menyaksikan betapa bucinnya Dika ketika awal jadian.

"Siapa yang minta putus?" Tanya Rendy.

"Gue." Dika menunduk sambil mengusap rambut kepalanya dengan kesal. Baru saja putus, Adel tidak mau membalas pesannya lagi padahal Dika sudah bilang bahwa Dika dan Adel bisa menjadi sahabat.

"Kenapa?" Deffin, Yusuf dan Dika bertanya kompak.

"Karena gue udah bosan." Sungguh mereka tidak menyangka Dika sebusuk itu. Pantesan banyak yang bilang 'semua cowok sama aja'.

"Nggak nyangka gue, mampus lo nggak mau lagi si Adel ketemu sama lo." Kata Yusuf yang tidak dapat menahan rasa geramnya terhadap temannya yang satu ini.

"Udah ah makan, lapar gue. Biar aja si Dika galau, palingan dia bakalan pacaran sama orang lain terus bosan, gitu aja terus sampai kucing membelah diri." Yusuf dan Rendy mengangguk setuju mendengar ucapan dari Deffin dan beranjak ke kantin meninggalkan Dika.

***

"Maksud papa apa? Suruh Ghali tunggu di depan buat pergi jalan-jalan sama dia?" Auris yang sudah siap-siap ke sekolah jadi gagal ketika cowok paling ia benci berdiri di depan pagar rumahnya dan bilang bahwa ia di suruh papanya untuk jalan-jalan bersamanya. Auris juga binggung kenapa ada orang tua yang biarin anaknya bisa dibilang pacaran dari pada sekolah.

"Biar kalian itu lebih dekat." Ucap Mawan dengan santai tanpa merasa beban sama sekali.

"Tapi Auris mau sekolah Pa. Lagian tumben Di rumah mau ngapain?" Auris bertanya dengan pandangan mengintimidasi. Tidak biasanya Papanya ini berada di rumah, biasanya selalu sibuk dan pulang pada tenggah malam dan terkadang tidak pulang, begitupun dengan Mamanya.

"Kamu ke sekolah pun cuman main-main doang."

"Lebih baik aku nggak sekolah sama nggak pergi sama dia." Auris menghentakkan kakinya kesal lalu melangkahkan kakinya untuk ke lantai atas, tapi langkahnya berhenti ketika Papanya mengatakan sesuatu hal yang bikin ia sangat marah.

"Kamu tanyakan kenapa papa di sini? Papa ke sini mau bilang kalau kamu sebulan lagi akan segera menikah dengan Ghali." Kata Mawan dengan santai tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.

"Nggak, nggak mau. Auris masih SMA, mau sekolah dulu baru nikah." Auris tidak pernah mengerti sebenarnya apa sih yang ada dipikiran Papanya ini.

"Tidak ada bantahan. Kamu pikir Mama kamu umur berapa nikah? Dia menikah bahkan ketika masih SMP. Ini juga demi kebaikan dirimu."

"Itu jaman dulu, inikan udah jaman modern. Lagi pula Kebaikan apa yang bakal Aurin dapat? Yang ada aku sama Ghali bakalan saling selingkuh kayak Papa dan Mama."

"Jaga mulutmu, mau Papa pukul kamu?" Bentak Mawan. Auris yang merasa Papanya sudah sangat marah langsung berlari ke atas dan menguci pintu kamarnya dari pada wajah cantiknya memar.

AuristaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang