CH-6

14 4 0
                                    

5 menit sudah ia menekan bel sambil memanggil Cici, tak lama seorang perempuan yang tinggal disebelah rumah Cici keluar untuk memberitahu bahwa Cici sudah pergi menginap dirumah temannya dan menitipkan kunci rumahnya kepada perempuan itu. Siapa nama temannya pun perempuan itu tidak tau karena Cici tak mengatakannya dan Irfan kembali ke dalam mobil namun enggan untuk pergi, ia berencana menunggu Cici pulang meski tak tau kapan.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Saat rasa kantuk itu tiba, terdengar suara pagar namun bukan dari rumah Cici melainkan dari rumah perempuan tadi. Betapa terkejutnya dia saat melihat gadis yang ia tunggui keluar dari rumah perempuan itu dan terburu-buru masuk ke dalam rumahnya.

Melihat Cici terburu-buru, Irfan langsung turun dari mobil dan berlari menyusul Cici. Sedangkan Cici merasa ada orang yang berlari kearahnya namun ia sudah bisa tebak kalau orang itu adalah Irfan. Seketika itu juga dia langsung berusaha masuk namun sayangnya saat akan menutup pagar, ditahan oleh Irfan. Laki-laki itu memaksa untuk masuk, menahan pagar itu dan sambil terus mengatakan kalau ia ingin bicara sebentar.

Untuk kebohongan Cici kali ini, Irfan tak akan memarahinya asalkan Cici mau bicara dengannya. Memanglah sangat tidak sopan, bayangkan saja jika kedatang tamu ditengah malam dan rumah Cici ini adalah perumahan atau komplek bukanlah apartemen.

"Ci, aku mau ngomong sama kamu.." Kata Irfan sambil menahan pintu.

"Awas, gue mau tidur" Kata Cici sambil terus mendorong pintu agar tertutup.

"Ci, ayo kita ngomong dulu. Kita selesain masalah kita. Aku cuma ga mau kita jadi begini." Kata Irfan.

"Pulang lo, jangan ganggu gue. Gue ngantuk.. dan urusin aja cewe lo itu" Kata Cici dengan nada sedikit tinggi, ia takut kalau ia teriak akan mengganggu para tetangganya.

"Ayo kita ngomong bentar. Bentar aja, aku mau minta maaf sama kamu. Maaf aku kasar sama kamu, maaf jug--" Kata Irfan.

"Yaudah, sana pergi, ga perlu kesini sini lagi" Kata Cici.

Kalimat terakhir Cici membuatnya terpaku. Ia tak paham lagi harus bagaimana kalau  seperti ini, sebelumnya Cici tak pernah semarah ini hingga ia sampai memblokir semua kontak dari Irfan baik nomor telepon maupun media sosial. Cici pun sudah masuk ke dalam rumah lalu mengunci seluruh akses masuk kecuali pagar karena Irfan tak ingin pergi dari taman rumah Cici.

Mentari pagi sudah muncul dari sarangnya. Cici mengintip dari jendela kamarnya, tidak melihat keberadaan Irfan namun mobilnya terparkir persis didepan rumahnya seperti yang terakhir ia lihat semalam. Tak lama muncul sebuah mobil dan berhenti di depan rumah Cici juga, mobil itu bukanlah taksi yang mengantar ayahnya tetapi mobil itu ternyata milik Leo.

Cici tak tau kalau sebenarnya Irfan tertidur di teras rumah yang sudah pasti tertutup atap jika dilihat dari atas. Leo pun masuk taman rumah Cici dan terkejut melihat laki-laki seumuran keponakannya itu sedang tidur. Ia segera membangunkan laki-laki itu yang merasa familiar dengan wajahnya.

Berselang beberapa menit, Cici keluar dari rumah namun didorong masuk kembali oleh Leo dan tidak lupa mengunci rumah itu. Leo mengatakan padanya kalau ada seseorang di teras rumahnya dan saat diintip dari jendela ternyata laki-laki yang dimaksud adalah Irfan.

"Ada laki-laki depan rumah kamu. Mending kamu jangan keluar dulu. Ok..?" Kata Leo.

"Laki-laki?" Kata Cici penasaran dan membuka tirai jendela. " Ohh, itu Irfan yang waktu itu ketemu sama om Leo di kuningan itu lohh" Tambah Cici.

STATUS KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang