Maaf kalau ada typo🙏Vote sebelum membaca dan coment setelah membaca😘
Happy reading🤗~~~
Tatapan tajam dari sorot mata wanita paruh baya membuat gadis muda yang ada di depannya mencibir kesal, dengan wajah di tekuk dia berdiri dari duduknya. Tujuannya adalah kamar tidurnya.
Ava Nafiza Azzahra Putri Bagaskara atau sering di panggil Ava, gadis cantik dengan bibir tipis dan hidung mancung, mata tak terlalu lebar dan bulu mata lentik. Rambutnya hitam dan panjang semakin membuat Ava terlihat sangat cantik.
Saat ini dia sedang beradu argumen dengan mamanya. Lily menginginkan Ava menjadi seorang desainer seperti dirinya, tapi Ava menolak mentah-mentah keinginan mamanya. Dia ingin menjadi ibu rumah tangga tulen, Ava ingin menjadi istri idaman yang duduk di rumah dan menunggu kepulangan suaminya.
Jika kalian berfikir Ava seperti itu karena dia sudah memiliki kandidat calon suami, jawabannya belum. Dia masih jomblo, usianya baru menginjak empat belas tahun, tapi Lily selalu mengarahkan Ava agar menjadi desainer. Bakat menggambar Ava sangatlah buruk, jadi dia meminta Ava terus belajar menggambar.
Didikan itu sudah Lily terapkan sejak dini, namun Ava yang dulu bukanlah Ava yang sekarang. Jika dulu dia akan berkata 'iya' namun saat ini tidak, dia sudah tahu apa yang dia inginkan. Buka lagi paksaan dari orang tuanya.
"Ava, duduk Mama belum selesai bicara!" teriak Lily saat Ava berjalan ke arah tangga, Ava menoleh dan mencibir kesal.
"Mama, Ava gak mau jadi desainer!" balas Ava dengan teriakan juga, Lily menatapnya tajam. Sampai rangkulan di bahunya membuat wanita paruh baya tersebut menoleh.
"Biarkan dulu, dia masih terlalu muda Ly," tegur lelaki yang tak lain adalah suaminya, Lily menatap suaminya kesal, Ava dan Dimas sama saja.
"Dengerin kata Papa, Ma. Ava masih terlalu muda untuk memikirkan masa depan," papar Ava sembari bersandar pada pegangan anak tangga, Lily menatapnya semakin tajam.
Ava meneguk ludahnya susah payah, sampai ide cemerlang bertengger manis di otaknya. Senyum miring Ava tercetak, namun Dimas menyadari senyum miring putrinya mengernyitkan dahi heran.
"Kenapa Dek?" tanya Dimas heran, Ava menggeleng dan tersenyum manis.
"Ava ke atas dulu," Ava berlari sebelum suara Lily menghentikan langkah kakinya, "Kamu gak usah aneh-aneh ya, dek!" teriak Lily kesal.
Ava hanya tersenyum miring tanpa membalikkan badannya, dia terus berjalan menuju kamarnya. Saat sudah di dalam kamar Ava tersenyum sumringah, dia mengambil bolpoin dan selembar kertas binder berwarna pink muda.
Dengan gerakan pelan, Ava mengiggit tutup bolpoin dan menariknya. Tinta hitam mengisi kekosongan kertas di atas meja, dengan lincah Ava menulis kata-kata yang mampu membuat siapapun yang membacanya terkikik geli.
Bahkan Ava saja sudah terkekeh pelan, bolpoinnya dia ketukan di dagu sembari berfikir. Kata apa yang akan dia tulis lagi, dia bukan penyair ataupun penulis yang hebat dalam memilah kata-kata.
"Udah gini aja, Mama pasti khawatir dan nyari Ava. Udah cantik, pinter lagi. Beruntung banget nanti yang jadi suaminya Ava," gumam Ava, bibirnya mencium lipatan kertas di tangannya.
Dia berdiri dari duduknya dan menaruh kertas tadi di atas meja belajarnya, pertama-tama dia akan mengambil selimut dan kain atau selendang. Dia akan membuat tali panjang, dari film yang pernah dia tonton cara kabur paling efisien adalah itu. Ava mengikat selimut dan selendangnya memanjang, setelah pekerjaannya selesai. Ava melemparnya kebawah lewat balkon, namun dengkusan keras terdengar saat talinya kurang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ava Story (END)
Teen FictionGadis cantik bernama Ava adalah gadis yang sulit di tebak, mulai dari tindakannya dan pemikirannya. dia memiliki keinginan untuk mendapatkan es batu hidup bernama Melvi, ketua tim basket yang berhasil mencuri perhatiannya. Melvi, sekali kedip lo aka...